Sequel: Presdir Tampan Itu Suamiku
Sebuah kesalahpahaman membuat Deya Kanza, gadis 21 tahun itu memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Namun setelah 4 tahun berlalu Deya dipertemukan kembali dengan sang mantan.
Devan Aksara, pemuda tampan 22 tahun itu menyadari kesalahannya setelah sang kekasih pergi jauh. Namun tiba-tiba kesempatan pun datang, dia bertekad untuk mengejar kembali cintanya Deya.
Apakah cinta mereka akan bersemi kembali atau malah berakhir selamanya? ikutin kisahnya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ucy81, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persis Dhita
"Halo ma", sahut Devan setelah menggeser tombol hijau diponselnya.
"Sayang, kenapa nggak ngabari mama kabar bahagia ini?"
Devan mengernyitkan keningnya. Dia mencoba untuk memahami maksud ucapan sang ibu. "Kabar bahagia apa ma?"
"Kamu ini ya! Masih saja berpura-pura. Mama sudah lihat postingan Agni di media sosialnya. Kamu dan dia terlihat sangat cocok di sana. Apalagi saat sedang memeluk salah satu anak panti asuhan itu."
Sontak Devan mendelik mendengar kata panti asuhan. "Oh, ternyata dia memang sengaja", sahut Devan kesal.
"Mama sangat senang karena komentar orang-orang yang mendoakan kalian langgeng selamanya."
"Tapi postingan itu palsu ma!" sela Devan dengan nada tidak senang.
"Bagaimana mungkin palsu? Itu jelas-jelas foto kamu dengan Agni."
"Memang itu foto Devan, tapi kedatangan Devan ke sana bukan untuk menemani Agni. Seseorang telah bekerja sama dengannya untuk menipu Devan."
"Maksud kamu gimana sih nak?"
"Devan sedang menyetir ma. Nanti setelah tiba di rumah Devan ceritakan. Sekalian ada hal penting tentang group Thompson yang harus maka ketahui."
"Oke! Mama tunggu di rumah."
Devan memutuskan sambungan telepon dan bergegas menghubungi Deya. Namun Deya tidak menjawab panggilan telepon darinya.
"Apa dia sedang menghindar", gumam Devan kala mencoba menghubungi Deya untuk kedua kalinya. Namun hasilnya tetap saja sama, Deya tetap tidak menjawab panggilan telepon darinya.
Ting.
Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Devan. Lalu dia menepikan kendaraannya dan langsung membuka isi pesan tersebut.
"Jadi Deya lulusan luar negeri dengan nilai terbaik. Lalu kenapa dia kuliah kembali?" gumam Devan seraya menyimpan kembali ponselnya.
Sepanjang perjalanan Devan terus memikirkan tujuan Deya kembali berkuliah dan memilih kampus Aksara. "Sepertinya aku belum mengenal Deya, meskipun aku telah bersamanya selama 1 tahun", gumamnya lirih. Lalu Devan melajukan kendaraannya menuju rumah kediamannya.
*-*
Di sebuah apartemen.
Deya bergegas mengetuk pintu apartemennya. Arano muncul dari balik pintu.
"Pa - " Deya menghentikan ucapannya kala melihat wajah Arano. Dengan cepat dia menggeser tubuh Arano dan mencari keberadaan sang paman.
"Paman mandi!" seru Arano. Dia dapat menebak apa yang sedang di cari sepupunya itu.
"Oo,,, " sahut Deya dengan bibir manyun. Lalu dia duduk di sofa. "Paman kasi tahu kamu, kenapa dia datang tiba-tiba?"
Arano berjalan menghampiri Deya. Lalu dia duduk di samping sepupunya itu. "Paman belum sempat mengatakan apapun. Begitu sampai paman cuma bilang kalau dia mau mandi."
"Aneh", gumam Deya.
'Apa yang aneh? Perjalanan paman kan cukup.jauh, jadi wajar dong kalau langsung mandi."
"Tidak sesederhana itu!" sanggah Deya.
"Jadi menurut kamu kenapa?" sela Givan yang telah mengenakan pakaian kasualnya.
"Paman!" pekik Deya seraya bangkit dari tempat duduknya. Lalu dia berlari menghamburkan diri dalam pelukan sang paman.
Givan menyentak lembut tubuh Deya, lalu jarinya menyentil lembut hidung Deya. "Kamu itu sudah gadis lo! Mungkin saja tak lama lagi paman akan menggendong cucu."
"Paman ngomong apa sih?" kesal Deya sembari membuang pandangannya.
"Benar apa kata paman kak. Kalau calon kakak ipar melihat sikap kakak tadi, Rano khawatir kakak ipar akan mundur!" timpal Arano yang semakin membuat Deya kesal.
"Kamu itu masih kecil, tau apa?" balas Deya dengan tatapan tidak senang.
Belum sempat Arano membalas ucapan Deya, Givan telah menyela lebih dulu. "Sudah, sudah! Sekarang paman mau bicara serius", katanya yang membuat Deya dan Arano mengalihkan perhatiannya. Dia tidak ingin kedua keponakannya malah membahas tentang dirinya yang belum menikah, padahal dia telah memasuki usia 47 tahun.
Sesaat kemudian terdengar suara helaan nafas Givan. "Paman kuatir dengan keselamatan Deya. Apalagi baru saja Deya di serang oleh 4 orang pria. Beruntung Deya bisa selamat."
"Apa?" sela Arano kaget. Lalu dia memperhatikan seluruh tubuh Deya. "Kak Deya tidak kenapa-napa kan?"
"Kakak nggak kenapa-napa. Terimakasih sudah mengkhawatirkan kakak."
"Kenapa mereka menyerang kak Deya?"
"Mereka suruhan seseorang yang tidak senang sama kakak."
"Tapi kita tinggal di kota ini baru beberapa minggu. Kenapa kak Deya sudah punya musuh?"
"Saat ini kakak sedang menyelidiki group Thompson dan tidak sengaja menemukan keterlibatan mereka dengan mahasiswi yang hilang dari kampus Aksara. Jadi kakak melacak keberadaan mahasiswi itu satu persatu. Kakak baru menemukan satu orang. Tapi kakak sudah mendapatkan petunjuk keberadaan mahasiswi lainnya. Kayaknya pengusaha kotor itu nggak senang, jadi mereka mencoba menyerang kakak."
"Paman sudah mengingatkanmu berulang kali, agar berhati-hati. Group Thompson tidak bisa di anggap remeh", sela.Givan.
"Apa.paman punya solusinya?" tanya Arano panik. Dia tidak menyangka sang sepupu menjadi incaran orang jahat.
"Paman sudah mencoba menghubungi beberapa orang pemegang saham yang paman percayai. Awalnya mereka tidak percaya saat mendengar bahwa pimpinan group Thompson saat ini adalah palsu. Tapi setelah paman menceritakan kejadian delapan tahun yang lalu, mereka pun mulai percaya."
"Emangnya ada kejadian apa delapan tahun yang lalu?" tanya Arano penasaran.
"Anak kecil banyak tanya!" sela Deya.
"Emangnya kak Deya tahu?"
"Meskipun saat itu kak Deya belum kembali ke rumah, tapi paman sudah menceritakan semuanya. Lagipula saat kebakaran itu terjadi kamu kan sudah berumur 9 tahun. Apa kamu lupa dengan kejadian itu?"
"Saat itu Rano di sekolah. Dan sepertinya tidak ada yang mau menceritakan kejadian itu padanya", sahut Givan.
Deya dan Arano manggut-manggut saat mendengar jawaban Givan.
"Saat itu Rano memang sempat bingung, kenapa paman Givan nggak pernah ada rumah. Anehnya mama selalu bilang paman pergi ke luar negeri. Dan yang lebih aneh lagi saat paman kembali, wajah paman berubah drastis."
"Tapi tetap tampan kan", guyon Givan.
"Pamannya saja tampan, apalagi keponakannya", sahut Arano narsis.
Givan tersenyum bahagia mendengar penuturan Arano. Sementara Deya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat dua pria narsis tersebut, namun dia bahagia, karena dua pria narsis itu yang selalu menjaga dan melindunginya.
"Bagaimana dengan pelaku pembakarannya? Apa paman sudah menemukannya?"
Givan membalas dengan menggelengkan kepala. "Pihak berwajib mengatakan bahwa kejadian itu murni kecelakaan kerja, karena adanya arus pendek."
Deya tertunduk lesu mendengar jawaban sang paman. Dalam hatinya dia selalu meragukan bahwa kebakaran pabrik milik keluarganya itu hanyalah kecelakaan. Dia menebak bahwa kebakaran itu memang di sengaja.
"Sudah! Jangan terlalu banyak berfikir", ucap Givan sembari mengusap lembut kepala sang keponakan.
"Malam ini kita makan apa?" tanya Arano tiba-tiba.
Sontak Deya dan Givan menatap Arano dengan muka cengo.
"Rano!" pekik Deya kala melihat raut wajah tak bersalah Arano.
"Ada apa kak? Bukankah kita juga perlu makan?"
Givan terkekeh melihat wajah polos Arano. Dia tidak menyangka putranya Dhita itu persis banget dengan Dhita.
Tok. Tok.
Suara ketukan pintu membuat suasana menjadi hening. Deya pun berjalan menuju pintu dan melihat siapa yang bertamu melalui interkom.
maaf baru sempat mampir.. lagi sibuk revisi soalnya