Di bawah cahaya bulan, istana di lembah tersembunyi menjadi saksi kelahiran seorang bayi istimewa. Erydan dan Lyanna, pengemban Segel Cahaya, menyambut putri mereka dengan perasaan haru dan cemas.
"Dia adalah harapan terakhir kita," ujar Erydan, matanya menatap tanda bercahaya di punggung kecil bayi itu.
Lyanna menggenggam tangannya. "Tapi dia masih bayi. Bagaimana jika dunia ini terlalu berat untuknya?"
Erydan menjawab lirih, "Kita akan melindunginya."
Namun di kejauhan, dalam bayang-bayang malam, sesuatu yang gelap telah bangkit, siap mengincar pewaris Segel Cahaya: Elarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monoxs TM7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Cahaya yang Menuntun
Elarya membuka matanya, dan sekejap itu juga, seluruh gua terdiam. Cahaya yang dipancarkan oleh segel dalam dirinya menyinari setiap sudut gua yang gelap, menciptakan bayangan-bayangan yang menari dengan lincah di dinding batu. Tetapi cahaya itu bukan hanya miliknya—ia bisa merasakan sesuatu yang lebih besar, lebih kuat, berputar di sekitar dirinya, menuntunnya.
Kael, yang berdiri di belakangnya, menatap dengan cemas, sementara Lysander dan para prajuritnya tetap diam, menunggu. Namun, Elarya tahu ini adalah saat yang menentukan. Ia tidak bisa mundur lagi. Kekuatan dalam dirinya mulai memunculkan gambar-gambar yang begitu jelas—gambar-gambar masa lalu yang hilang, tentang ayahnya yang dulu memberikan segel itu kepadanya. Ia merasakan suara-suara yang memanggilnya untuk mengungkapkan seluruh potensi kekuatan yang terpendam.
Dari dalam dirinya, cahaya yang begitu terang semakin kuat, meresap ke dalam setiap lapisan jiwanya. Ia bisa merasakan bahwa ia sedang bersatu dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya—sebuah kekuatan yang terhubung dengan segala sesuatu di dunia ini. Cahaya dan kegelapan bukanlah lawan, melainkan dua sisi dari satu koin yang sama.
Namun, dalam sekejap, ia juga merasakan beban yang luar biasa. Segala pengorbanan yang pernah dibuat, segala ketakutan yang ia simpan dalam hati, muncul begitu nyata. Seperti bayangan hitam yang mengintai, rasa takut itu mengguncang hatinya.
“Elarya,” suara Kael terdengar di belakangnya, lembut namun tegas, “Kau tidak sendirian.”
Kael melangkah maju, berada di sampingnya. Hatinya begitu kuat, begitu penuh dengan keyakinan bahwa apa yang ia katakan tidak hanya sekedar kata-kata. Ia menggenggam tangan Elarya, dan seketika itu juga, Elarya merasakan aliran kekuatan yang berbeda. Kael bukan hanya sekadar seorang kekasih baginya. Ia adalah bagian dari dirinya yang tidak bisa dipisahkan.
Dengan tangan Kael yang menggenggam erat tangannya, Elarya merasa sebuah kedamaian mengalir ke dalam dirinya, mengatasi ketakutan yang sempat menghantuinya. Cahaya yang menyinari gua semakin meredup, lalu berubah menjadi pendaran yang lembut, memberi kesan damai. Di sinilah ia harus berdiri. Di sinilah ia harus memutuskan.
"Kael..." Elarya mulai berbicara, suara lembut namun penuh dengan keyakinan. "Aku tidak bisa menjalani ini sendirian. Aku butuhmu. Aku butuh kekuatan kita bersama. Kita tidak hanya akan melawan gelap, kita akan menciptakan cahaya baru bersama-sama."
Kael tersenyum lembut, matanya berbinar, memancarkan cinta dan keberanian yang tak tergoyahkan. "Aku akan selalu ada di sampingmu, Elarya. Bersama-sama, kita akan menjalani takdir ini."
Lysander yang berdiri di belakang mereka, menyaksikan momen itu dengan tatapan serius, namun dalam hatinya, ia tahu bahwa ini adalah langkah yang benar. Elarya telah menemukan kekuatan sejatinya. Dan kini, dengan Kael di sisinya, ia akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan.
"Elarya," suara Lysander memecah keheningan, "Saat ini, seluruh dunia akan menunggu keputusanmu. Jangan ragu. Cahaya dalam dirimu lebih kuat dari kegelapan yang mencoba menguasaimu. Jangan biarkan ketakutanmu menghalangimu."
Elarya menutup matanya sekali lagi, merasakan energi dalam dirinya yang semakin meluap. Kekuatan yang selama ini ia takutkan, kini terasa begitu hidup, begitu nyata. Ia bisa merasakannya—cahaya dan kegelapan berpadu dalam dirinya, saling melengkapi, menciptakan keseimbangan yang sempurna.
Tanpa berkata-kata, Elarya mengangkat kedua tangannya, menghadap ke langit gua yang gelap. Cahaya yang terpancar semakin menyinari ruang sekitar mereka, dan dengan setiap langkah, kekuatan yang ia miliki semakin membesar.
Namun, tiba-tiba, suara gemuruh terdengar keras dari kejauhan, memecah kedamaian yang terbentuk. Tanah bergetar, dan angin kencang mulai bertiup dengan ganas. Ada sesuatu yang mendekat. Sesuatu yang lebih besar dari apa yang mereka bayangkan.
"Lysander, ada apa?" Elarya bertanya dengan cemas, matanya terfokus pada suara yang semakin mendekat.
Lysander menatap ke arah suara tersebut, ekspresinya berubah serius. "Musuh datang. Tapi kali ini, kita tidak hanya akan bertahan. Kita harus menyerang, Elarya. Kekuatanmu sudah siap untuk itu. Kita harus menghadapi mereka sekarang."
Elarya merasa ketegangan semakin meningkat. Ini adalah ujian terakhir bagi dirinya, ujian untuk melihat apakah ia bisa mengendalikan cahaya yang ada dalam dirinya dan menggunakannya untuk melawan kegelapan yang semakin mendekat.
Kael mendekat, menggenggam tangannya dengan erat. "Apapun yang terjadi, kita akan melakukannya bersama. Jangan ragu, Elarya. Percayalah pada kekuatanmu."
Dengan satu tarikan napas dalam, Elarya merasa kekuatan itu mengalir deras di dalam dirinya. Cahaya dan kegelapan saling berputar, bersatu, dan menciptakan kekuatan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Ia tahu bahwa saat ini, keputusan yang diambil akan menentukan bukan hanya nasibnya, tetapi juga nasib seluruh dunia.
Musuh itu datang, dan mereka tidak akan mundur. Elarya sudah siap. Kini, saatnya untuk melangkah, untuk berdiri tegak menghadapi takdir yang telah menunggu begitu lama.
Dengan satu langkah mantap, Elarya mengangkat tangannya, dan cahaya yang bersinar dari segelnya membanjiri gua, melesat keluar seperti kilat yang menyambar, memecah kegelapan yang datang.
Keheningan yang menyelimuti gua mulai pecah saat suara gemuruh yang semakin keras itu semakin mendekat. Elarya berdiri tegak, merasakan seluruh tubuhnya bergetar seiring dengan intensitas kekuatan yang terus mengalir dalam dirinya. Sesuatu besar, sesuatu yang tidak bisa dihindari, datang dengan kecepatan yang luar biasa. Kegelapan itu seperti gelombang yang mendekat, mengancam untuk menelan segalanya.
Kael di sampingnya menggenggam tangan Elarya, menenangkannya dengan sentuhan lembut yang terasa begitu nyata di tengah kekacauan yang semakin menggila. “Jangan khawatir,” bisiknya. “Kita sudah siap. Cahaya dalam dirimu lebih kuat dari apapun.”
Elarya menatapnya, matanya penuh tekad. Ia merasakan kekuatan yang ada dalam dirinya, kekuatan yang luar biasa, namun juga menakutkan. Ada rasa berat yang menggantung di hatinya. Apakah dia benar-benar siap? Apa yang akan terjadi jika dia tidak bisa mengendalikannya?
Namun, saat Kael menggenggam tangannya, ia merasa kedamaian yang membantunya meredakan ketakutannya. Cahaya yang bersinar dari dalam dirinya kini terasa berbeda—bukan hanya terang, tetapi juga penuh dengan harapan. Ini adalah waktunya. Waktu untuk mengubah takdir.
Gemuruh itu semakin kuat, dan tiba-tiba, dari dalam kegelapan yang mengancam, sosok besar muncul—sebuah makhluk yang menyeramkan, seakan-akan dibentuk dari kegelapan itu sendiri. Matanya merah menyala, tubuhnya besar dan dipenuhi oleh bayangan yang mengalir seperti asap hitam. Makhluk itu berdiri tegak di depan mereka, menatap Elarya dengan tatapan yang penuh kebencian.
“Akhirnya, sang penerus cahaya datang juga,” suara makhluk itu menggema, dalam dan berat, seolah berasal dari kedalaman bumi. “Kekuatan yang kalian simpan begitu lama... Saatnya untuk menyadari bahwa tidak ada yang bisa melawan kegelapan.”
Lysander maju beberapa langkah, memegang pedangnya dengan tegas. “Kamu salah, makhluk jahat. Kami tidak akan membiarkan dunia ini jatuh ke dalam kegelapanmu.”
Namun, Elarya tahu bahwa ini bukan hanya tentang melawan makhluk itu. Ini adalah ujian sejati bagi dirinya—apakah ia bisa mengendalikan cahaya yang ada dalam dirinya dan menggunakan kekuatan itu untuk melawan ancaman yang begitu besar.
Dengan satu gerakan, Elarya mengangkat tangannya, dan cahaya dari dalam dirinya memancar lebih terang dari sebelumnya. Itu bukan hanya cahaya yang menyinari ruang ini, tetapi juga kekuatan yang mengguncang seluruh alam semesta. Cahaya itu menari di sekelilingnya, seperti api yang menghanguskan kegelapan.
Makhluk itu terhuyung mundur, matanya terbelalak marah. “Kau pikir cahaya ini bisa mengalahkan kegelapan sejati? Kekuatanmu masih terlalu lemah!”
Namun, Elarya tidak gentar. Ia merasakan cahaya yang semakin kuat, semakin mendalam, mengalir ke setiap serat tubuhnya. Setiap kenangan, setiap pengorbanan, setiap rasa takut yang pernah ia miliki seakan menjadi bahan bakar bagi kekuatan ini. Cahaya itu tidak hanya tentang terang—itulah kekuatannya, kekuatan yang tumbuh dari dalam dirinya, dari perjalanan panjang yang ia lalui.
Dengan sebuah teriakan yang menggema di seluruh gua, Elarya melepaskan seluruh kekuatan yang ada dalam dirinya. Cahaya itu membakar udara di sekeliling mereka, menciptakan sebuah ledakan yang begitu hebat. Makhluk itu berteriak, seakan merasakan panas dari cahaya yang membakar dirinya, tetapi ia masih belum menyerah.
Lysander dan para prajuritnya bergerak cepat, siap menghadapi apapun yang datang. Mereka tahu, ini bukan hanya tentang melawan makhluk itu, tetapi tentang memastikan Elarya bisa mengendalikan kekuatan yang begitu besar.
Kael tetap di samping Elarya, menghadapinya dengan keyakinan. "Kau bisa melakukannya, Elarya. Aku percaya padamu."
Dengan bantuan Kael, Elarya menenangkan pikirannya, fokus pada cahaya dalam dirinya. Ia tahu, jika ia tidak mengendalikannya dengan hati-hati, seluruh dunia bisa hancur. Namun, jika ia bisa mengalir bersama kekuatan itu, jika ia bisa menyatu dengan cahaya dan kegelapan, maka ia akan mampu mengalahkan ancaman ini.
“Tidak ada yang bisa menghentikan kita,” Elarya berkata dengan suara penuh kekuatan. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan cahaya itu langsung ke makhluk yang mengancam mereka. Cahaya itu membelah kegelapan dengan kekuatan yang luar biasa, dan makhluk itu terhuyung mundur, terdorong mundur oleh energi yang begitu kuat.
Namun, makhluk itu masih bertahan, menyeringai marah. “Kalian pikir kalian menang? Cahaya tidak akan pernah cukup untuk mengalahkan kegelapan yang sejati!”
Tetapi Elarya tidak ragu. Dia tahu bahwa ini adalah pertarungan untuk masa depan—untuk keseimbangan dunia ini. Dengan tekad yang lebih kuat, ia mengarahkan cahaya itu lebih tepat, mengendalikan aliran energi yang luar biasa dengan penuh hati-hati. Kekuatan itu mengalir keluar dengan cepat, memancar seperti aliran sungai yang tak bisa dihentikan.
Makhluk itu berteriak keras, suara marahnya bergema di seluruh gua. Tetapi kali ini, dia tidak bisa bertahan. Cahaya Elarya meremukkan pertahanannya, menyelimuti tubuh makhluk itu dalam api yang murni dan kuat. Dalam sekejap, makhluk itu hancur, terbakar oleh cahaya yang begitu murni dan kuat.
Keheningan menyelimuti gua setelah ledakan cahaya itu mereda. Elarya terengah-engah, tubuhnya lemas setelah menggunakan sebagian besar kekuatannya. Namun, saat ia menatap Kael, senyum lemah muncul di bibirnya. Ia tahu, meskipun ia baru saja mengalahkan satu ancaman besar, perjalanan mereka belum berakhir. Akan ada lebih banyak tantangan yang harus dihadapi.
“Tapi kita berhasil,” Kael berkata, menggenggam tangannya dengan lembut. “Kita berhasil, Elarya. Kekuatanmu tidak hanya mengalahkan makhluk itu, tapi juga mengubah segalanya.”
Elarya mengangguk lemah, merasa perasaan berat yang masih ada di dalam dirinya mulai terangkat. “Ya, kita berhasil. Tapi ini baru awal. Kita harus tetap bersiap.”
Lysander, yang menyaksikan semuanya, mendekat dengan langkah mantap. “Kalian telah membuktikan bahwa kalian siap. Kekuatanmu, Elarya, bukan hanya tentang mengalahkan musuh. Itu tentang membawa harapan. Dunia ini membutuhkan cahaya seperti itu.”
Elarya menatap langit gua yang kini terang, penuh dengan kilau cahaya dari segelnya. “Aku akan menjaga cahaya ini,” katanya dengan penuh keyakinan. “Bersama Kael, bersama kalian semua. Kita akan menjaga dunia ini dari kegelapan yang datang.”
Dengan satu langkah bersama, mereka melangkah maju. Meskipun perjalanan mereka penuh dengan tantangan, Elarya tahu bahwa apapun yang datang, ia tidak akan pernah lagi berdiri sendirian. Ia punya cahaya dalam dirinya, dan bersama orang-orang yang ia cintai, ia akan melangkah ke depan untuk menghadapi takdir.
Gua itu mendesis, udara terasa sesak dengan energi yang bertabrakan. Elarya masih terengah-engah, tubuhnya lemas setelah melepaskan kekuatan yang hampir menghancurkan dirinya. Namun, meski dunia terasa terbalik, cahaya dalam dirinya terus berpendar, tidak bisa padam. Di sekelilingnya, sisa-sisa kegelapan menguap, meninggalkan asap hitam yang berputar-putar di udara.
Di depannya, tubuh makhluk itu—yang dahulu menjulang dengan kekuatan kegelapan yang menakutkan—telah hancur. Sisa-sisanya kini menghilang begitu saja, terbakar habis oleh cahaya yang mengalir dari dalam dirinya. Namun, meskipun kemenangan itu terasa manis, Elarya tahu bahwa ini belum berakhir. Kegelapan itu hanya satu bagian dari ancaman yang jauh lebih besar.
“Tidak ada yang bisa mengalahkan kegelapan sejati...” Suara itu bergema kembali, kali ini lebih dalam, lebih mengancam. Sesuatu bergerak dari kedalaman gua, muncul dari bayang-bayang yang belum sepenuhnya hilang.
Elarya merasakan tubuhnya kembali menegang. "Lysander, Kael!" Dia berteriak, tetapi suara yang terbalut kekuatan itu hampir tenggelam oleh gemuruh yang semakin keras. Mereka tidak bisa berhenti di sini. Kegelapan itu masih ada, terperangkap dalam bayangannya, menunggu untuk bangkit kembali.
Tiba-tiba, dari balik bayangan, makhluk yang lebih besar muncul. Mata merah menyala, tubuhnya kini lebih padat, lebih mengerikan dari sebelumnya. Ia memiliki sayap hitam yang memancar dengan aura jahat, seperti malaikat jatuh. Tubuhnya penuh dengan sisik yang berkilau, memantulkan cahaya Elarya dengan cara yang menakutkan.
“Dia… masih hidup?” Kael menyebutnya, terkejut, menahan napas. Mereka telah melihat makhluk itu hancur, tetapi tampaknya kegelapan itu hanya teralihkan, bukan benar-benar dimusnahkan.
Elarya menggenggam tangannya, merasakan darahnya berdesir. Kekuatan yang telah dipakai sebelumnya kini terasa meluap, siap untuk meledak lagi. Tetapi, kesadarannya kembali. Ini bukan hanya masalah kekuatan—ini masalah kontrol.
“Bersiaplah!” teriak Lysander, mengangkat pedangnya dan memimpin langkah maju. Namun, sebelum dia sempat bergerak, makhluk itu mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, seluruh gua gemetar hebat, mengirimkan gelombang getaran yang membuat Elarya kehilangan keseimbangan.
Kael melompat untuk melindunginya, tetapi tubuh Elarya yang terhuyung mundur itu langsung diatasi oleh gelombang gelap yang datang dari makhluk itu. Kegelapan itu berputar di sekitar tubuhnya, mencoba melumpuhkan kekuatan yang ada dalam dirinya. Makhluk itu tertawa, suaranya seperti duri yang menembus telinga.
“Kalian pikir kalian bisa mengalahkan kegelapan dengan cahaya? Ini adalah dunia yang dilahirkan dari kegelapan!” suara itu bergema, semakin keras, mengisi seluruh ruang.
Elarya merasakan kegelapan itu mencekik batinnya, mencoba menariknya ke dalam ketakutan yang sama seperti dulu. Namun, kali ini, ia tahu apa yang harus dilakukan. Cahaya dalam dirinya adalah bagian dari dirinya. Itu bukan hanya sesuatu yang ia kendalikan; itu adalah esensi dirinya. Ia harus menerima dan memanfaatkannya, bukan melawan.
Dengan kekuatan yang tersisa, Elarya mengangkat kedua tangannya, dan segel di tubuhnya bersinar lebih terang daripada sebelumnya. Cahaya itu meledak dengan begitu kuat, menembus kegelapan yang menekan tubuhnya. Tubuh Elarya kembali berdiri tegak, dan dengan kekuatan yang tak terbendung, ia mengarahkan cahaya itu ke makhluk yang semakin mendekat.
Makhluk itu meronta-ronta, berusaha menahan cahaya yang melumpuhkan kekuatannya. “Kau masih terlalu lemah, penerus cahaya! Kau tidak akan bisa mengalahkan apa yang ada di dalam diriku!”
Namun, Elarya tidak menyerah. Cahaya itu semakin besar, semakin memancar, dan kini ia bisa merasakan kekuatan yang ada di sekelilingnya. Kekuatan yang bukan hanya berasal dari dirinya sendiri, tetapi juga dari Kael, dari Lysander, dari dunia yang mengharapkan harapan.
Kael, dengan penuh tekad, menggenggam tangan Elarya dengan erat. “Kita lakukan bersama!” teriaknya, suaranya penuh dengan semangat yang membakar.
Dengan kekuatan Kael yang mengalir bersamanya, Elarya mengarahkan cahaya itu dengan penuh keyakinan. Cahaya itu menyelimuti seluruh gua, menembus kegelapan yang ada di sekeliling mereka, dan kali ini, tidak ada yang bisa menghentikannya.
Makhluk itu berteriak, suara marahnya bergema di gua, tetapi cahaya itu semakin kuat. Sebelum makhluk itu bisa melakukan apa pun, tubuhnya terselimuti oleh pendaran cahaya yang membakar, dan akhirnya, makhluk itu menghilang dalam ledakan cahaya yang memecah gua menjadi dua.
Semua menjadi sunyi. Gua yang semula penuh dengan ketegangan kini terdiam. Elarya terengah-engah, tubuhnya lemas, tetapi di dalam hatinya, ia merasa lega. Cahaya yang ada dalam dirinya telah menuntunnya, dan ia tahu, kali ini, ia telah mengalahkan ancaman yang nyata.
Kael menatapnya, matanya penuh kebanggaan dan cinta. “Kau luar biasa, Elarya. Kita benar-benar berhasil.”
Lysander mendekat, ekspresinya penuh dengan rasa hormat. “Kekuatanmu, Elarya… itu adalah sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Dunia ini membutuhkan lebih banyak cahaya seperti itu.”
Elarya tersenyum lemah, tetapi hatinya dipenuhi rasa damai. “Kita semua melakukannya bersama. Ini bukan hanya tentang aku. Ini tentang kita semua. Cahaya dalam diri kita bisa mengatasi apapun yang datang.”
Tetapi, meskipun mereka telah mengalahkan makhluk itu, Elarya merasakan bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Kegelapan yang satu ini telah hilang, namun ada lebih banyak yang harus dihadapi. Ini baru awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Mereka harus bersiap. Dunia mereka belum sepenuhnya aman.