Enggak dapet anaknya, Ayahnya pun jadi.
Begitu pula Isvara Kinandari Heksatama, gadis cantik patah hati karena pujaan hatinya menikah dengan wanita lain. Isvara atau yang kerap disapa Isva melakukan hal yang diluar nalar yaitu menikahi Ayah dari pria yang cintai yaitu Javas Daviandra Bimantara.
Keputusan terburu-buru yang diambil Isva tentu saja, membuat semua orang terkejut. Tidak terkecuali sang adik yaitu Ineisha Nafthania Heksatama, bagaimana tidak. Pria yang dinikai oleh Kakaknya adalah Ayah mertuanya sendiri, Ayah dari Archio Davion Bimantara.
Pria yang Isvara cintai memang menikah dengan adiknya sendiri, tentu hal itu membuatnya sangat sakit hati karena yang dekat dengan Archio adalah dirinya. Namun, Archio secara tiba-tiba malah menikahi Ineisha bukannya Isvara.
Demi menghancurkan pernikahan Ineisha dan Archio, Isvara harus tinggal bersama mereka. Salah satu caranya yaitu menikah dengan salah satu keluarga Archio, sedangkan yang bisa ia nikahi hanyalah Javas seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29 | Belanja Banyak
"Mereka ternyata benar-benar udah buang gue, nggak anggap gue bagian keluarga Heksatama lagi. Gue udah tau sebenarnya, gue berusaha banget bersikap biasa aja. Ternyata enggak bisa, hati gue sakit banget. Padahal rasanya kesalahan gue nggak begitu fatal, tetapi yang gue terima kenapa gini banget."
Friska, Amara dan Dion mencoba menenangkan sahabat mereka, mereka tahu pasti sakit sekali hati Isvara sekarang.
"Udahan ya sedih-sedihnya, kita' kan ke mall tujuannya selain buat cari makan itu seneng-seneng. Mending kita belanja aja yuk," ajak Friska agar sang sahabat bisa melupakan kesedihannya walau ia tahu pasti semua itu tidak akan mudah.
Isvara mengusap air matanya dengan kasar, ia sendiri yang bilang inilah resiko yang harus dihadapinya. Gadis itu tidak ingin lemah lagi, apalagi dihadapan sahabatnya. Ia juga tidak ingin merusak apa yang sudah mereka berempat rencanakan.
Amara dan Friska menarik Isvara ke salah satu toko baju, sedangkan Dion hanya mengikuti ketiga perempuan itu. Paling nanti pria itu bagian membawakan belanjaan mereka.
"Va, lihat deh ada baju dinas. Andai pernikahan lo beneran, gue pasti nyuruh lo buat beli baju itu," ujar Amara pelan. Sedangkan Isvara reflek membayangkan dirinya memakai baju dinas yang dimaksud oleh Amara, sontak membuatnya menutup wajahnya karena merasa malu sendiri.
"Kenapa, Va?" tanya Friska penasaran.
"Nggak papa, ayo kita pilih baju, setelah itu lanjut ke tempat tas sama sepatu. Kita belanja sepuasnya, mumpung pake kartu kredit Om Javas."
Ketiga perempuan itu sudah berbelanja banyak, sampai Dion yang bagian membawakan belanjaan mereka merasa kesusahan karena memang saking banyaknya.
"Kita' kan udah belanja, gimana kita belanja buat Dion juga? Masa Dion tugasnya cuma bawain belanjaan kita, kasihan banget dia," ujar Isvara menatap Dion yang sedang kerepotan.
"Nah, gue sih setuju aja. Kan lo yang traktir kita, jadi ayo aja."
"Dari tadi kek, gue 'kan juga pengen dibelanjakan," ujar Dion dengan wajah bahagia.
Mereka bertiga langsung ke toko baju khusus pria, Friska dan Amara sibuk memilihkan beberapa baju yang cocok untuk Dion. Sedangkan Isvara tampak melihat-lihat sendiri, hingga ia terpikir sesuatu.
"Apa aku juga beliin satu stel baju buat Om Javas ya, hitung-hitung sebagai ucapan terima kasihku?" tanya Isvara di dalam hati.
Tidak ingin menghabiskan waktu lama untuk berpikir, Isvara akhirnya memutuskan membelikan baju untuk Javas. Lebih tepatnya kemeja, Isvara langsung mendapatkan pilihannya yang menurutnya sangat cocok dipakai oleh Javas.
"Itu buat siapa, Va?" tanya Amara penasaran, saat melihat Isvara memegang satu baju yang ia tahu itu bukanlah pilihannya ataupun Friska untuk Dion. Kini mereka bertiga ke kasir untuk membayarkan baju Dion yang sudah dipilihkan oleh kedua sahabatnya.
"Buat, Om Javas," jawab Isvara jujur.
"Cie perhatian banget si sama suami sampai beliin baju segala," ledeknya sengaja
"Suami pura-pura, tolong garis bawahi itu. Gue cuma beliin satu doang kok, hitung-hitung sebagai rasa terima kasih gue karena udah dibiarin pake kartunya buat belanja sepuas kita. Gue bukan orang yang nggak tau terima kasih kali," balas Isvara.
" Nah, bener tuh Va. Nggak salah kok beliin buat Om Javas, toh nggak banyak juga. Walaupun banyak juga nggak papa, toh uang Om Javas sendiri yang dipake," ucap Friska yang setuju dengan tindakan Isvara.
Setelah puas menghabiskan waktu untuk berbelanja, hari sudah mulai sore. Mereka segera pulang ke apartemen, tentu tidak lupa untuk membeli sushi yang Dion inginkan.
Sampai di apartemen, keempat sahabat itu kembali saling curhat. Bedanya sekarang curhat sambil memakan sushi-nya. Friska dan Amara bercerita tentang banyak pria yang mengiriminya pesan, sampai mereka kewalahan membalasnya.
Isvara hanya tersenyum melihat wajah bahagia sahabat-sahabatnya, selain berbelanja menghabiskan waktu dengan sahabat tidak kalah membahagiakan.
Sebenarnya tidak kalah banyak yang mengirimi Isvara pesan, tetapi Isvara tidak pernah membalasnya. Bahkan ia terlihat sengaja mengabaikan mereka, karena bagi Isvara tidak penting. Isvara juga termasuk pilih-pilih orang untuk teman ataupun lebih dari itu. Ia tidak ingin menyesal lagi, seperti saat dulu dirinya mau merespon Chio. Berakhir ia merasa patah hati karenanya.
Hari semakin malam, tetapi Isvara malas sekali pulang ke rumah dan bertemu dengan Isvara. Namun, ia tidak mungkin tidak pulang. Apa kata Tiana dan Javas nanti.
Terdengar suara notifikasi sebuah pesan masuk di ponsel milik Isvara, sejak tadi gadis itu memang membiarkan ponsel tergeletak. Jika sudah bersama sahabatnya, jelas saja ia tidak akan mengingat ponselnya. Kecuali mereka hendak menonton video lucu yang ada di ponsel, baru ponsel akan digunakan.
Isvara dengan malas membuka pesan masuk, ternyata dari Javas. Ia langsung membalasnya ketika selesai dibaca.
My Husband : Isvara kamu sudah pulang?
Isvara : Belum, Om. Kenapa?
My Husband : Kita 'kan harus pulang bareng? Kamu masih lama atau gimana? Kabarin ya, kalo udah mau pulang.
Isvara : Iya, Om.
Amara, Friska dan Dion melihat Isvara yang sedang asyik membalas pesan, membuat ketiga sahabat itu penasaran siapa yang mengirimkan Isvara pesan.
"Siapa, Va?" tanya Dion yang sudah sangat penasaran. Isvara bukan menjawab, gadis itu malah senyum-senyum sendiri. Saking penasarannya, ketiga sahabat itu berusaha merebut ponsel Isvara dari tangan pemiliknya.
Keempat sahabat itu, sebenarnya tidak ada privasi sama sekali. Jadi Isvara tidak akan marah dengan apa yang dilakukan oleh sahabatnya.
Dion, Friska dan Amara karena penasaran sekali, langsung membuka pesan dan membacanya. Sebenarnya pesan yang mereka baca tidak ada yang aneh, bahkan terkesan biasa. Namun, Amara menemukan sesuatu yang lumayan mencengangkan, dan bisa menjadi bahan ledekan.
"Cie My Husband, romantis banget sih sampe dikasih nama gitu. Iya deh yang punya husband mah beda, kita 'kan nggak punya." Amara langsung meledek Isvara secara terang-terangan.
Mendengar ledekan Amara, Isvara langsung tersadar bahwa nama kontak Javas di ponselnya itu My Husband, dari tadi ia melihat semua pesan yang Javas kirimkan tetapi gadis cantik itu sama sekali tidak menyadarinya.
Isvara langsung merebut kembali ponselnya, ditatapnya pesan yang Javas kirimkan. Ternyata memang benar, nama Javas di ponselnya ialah My Husband. Isvara jelas mengetahui ini semua ulah siapa, tentu saja ulah Javas tadi pagi. Karena pria itulah menyimpan sendiri nomor ponselnya, di ponsel milik Isvara. Ingatkan Isvara untuk protes pada pria itu nanti ketika mereka bertemu, pasti bertemu sih.
"Demi apapun, kalian nggak boleh salah paham. Bukan gue yang kasih nama kontak Om Javas dengan nama itu, kalian kenal gue 'kan, gue nggak mungkin dong kayak gitu," ujar Isvara berusaha meyakinkan ketiga sahabatnya.
"Terus siapa dong kalo bukan lo, itu 'kan ponsel punya lo, Isvara sayang?" tanya Friska dengan sengaja untuk menggoda sahabatnya.
"Jadi tadi tuh, sebelum turun dari mobil. Om Javas bilang gue kalo udah mau pulang hubungin dia, biar dia jemput. Karena kita berangkat bareng, jadi pulang harus bareng. Gue bilang kalo nggak punya nomornya, terus Om Javas minta ponsel gue buat simpen nomornya. Gue nggak sadar loh dari tadi, kalo Om Javas simpen nomornya pake nama itu. Udah gitu doang kok."
"Mungkin Om Javas punya alasan makanya kasih nama kontaknya kayak gitu," balas Friska setelah mendengarkan penjelasan Isvara.
"Om Javas udah hubungi lo, berarti lo udah harus pulang, Va. Jangan buat beliau nunggu lama." Dion mengatakan hal itu dengan sangat santai, tetapi Isvara langsung mendelik menatap sahabatnya yang terkesan mengusir dirinya dari apartemen.
"Kenapa gitu banget ngeliatin gue? Lo nggak suka 'kan sama gue?" tanya Dion bergidik ngeri, padahal jika benar Isvara jatuh cinta sama Dion jelas saja tidak salah. Karena jenis kelamin merek berbeda, mereka juga bukan saudara kandung. Dan yang jelas Dion sangat baik dan bisa mengerti Isvara.
Isvara malah melemparkan bantal pada sahabatnya yang memiliki gender berbeda dengannya itu, karena sangat kesal pada sahabatnya. "Tega banget lo ngusir gue, padahal gue udah baik banget loh, sama elo."
"Enggak ada gue ngusir lo, Va. Jangan su'udzon jadi orang. Gue cuma bilang gitu doang padahal," elaknya. Sebenarnya Dion memang tidak berniat mengusir Isvara, tetapi jujur ia ingin Isvara segera pulang karena sudah hampir malam. Tentu ia tidak ingin Isvara sampai kena marah oleh orang rumahnya, rumah tempat tinggal Isvara sekarang dan dulu 'kan beda.
"Dion bener, Va. Sebenarnya kita takut kalo lo telat pulang, nanti lo bakalan kena marah di rumah. Lo yang dulu masih gadis sama yang sekarang jelas beda dong, nggak bisa disamain. Berdasarkan pesan Om Javas, sebenarnya ia mau nyuruh lo cepet pulang dan minta jemput. Tapi nggak mau terkesan nyuruh atau gimana," jelas Amara yang sedang dalam mode bijak, tidak seperti biasanya.
Isvara akhirnya setuju, ia akan segera pulang. Jadi langsung mengirimkan pesan pada Javas meminta dijemput.
Isvara : Om, aku mau pulang. Tolong jemput di depan apartemen yang kayak tadi pagi tempat Om Javas anter aku.
My Husband : Oke, tunggu paling lama sepuluh menit saya sudah sampai sana.
Isvara : Oke, Om. Makasih sebelumnya.
My Husband : Sama-sama.
Setelah itu, Isvara tidak membalas lagi pesannya. "Va..."
Isvara langsung menengok, Dion-lah yang memanggilnya. "Lo nggak marah 'kan sama gue?"
Isvara menggeleng pelan, ia mencoba mengerti sahabatnya. Dan sahabatnya juga memang tidak melakukan kesalahan.
"Besok atau kapan kita tetap bisa main lagi, atau kita buat rencana untuk liburan bareng. Kayaknya seru bisa liburan bareng, terakhir setahun lalu nggak sih," kata Dion yang tiba-tiba mendapatkan ide bagus.
"Mau liburan bareng," ujar ketiga sahabat perempuan Dion dengan kompak.
"Kita harus rencanakan dengan matang, takutnya nggak jadi," ucap Dion yang langsung membuat mereka tertawa.
Dion mendekat ke arah Isvara. "Lo tenang aja, apapun yang terjadi kita berteman. Jadi lo nggak perlu takut kehilangan kita atau mikir yang enggak-enggak."
Dion hanya takut, Isvara berpikir aneh-aneh saat ia memintanya pulang. Padahal ia tidak bermaksud buruk pada sahabatnya sejak kecil.
"Makasih, Yon." Sebelum pulang, Isvara berpelukan dulu dengan ketiga sahabatnya.