"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Satu-Main sama Kiya
Selamat pagi, terimakasih temen-temen sudah dukung dan support aku selama awal bab mungkin sampai akhir bab, maaf kalau ada kesalahan kata penulisan atau sebagainya. Ini author masih coba-coba, terimakasih yang sudah menanti dan menunggu setiap bab nya.
Kalau ada kesalahan kata, atau semacamnya langsung komentar aja guys. Gak papa kok, author tahan critic. Wkwkwkw
Thankyou All! Selamat membaca!!!
Muach!! ʚ♡⃛ɞ(ू•ᴗ•ू❁)
****
Putriku, Ditawan preman Satu M
Bab satu!
"Rara mau permen bi! "
"Rara juga mau biskuit! "
"Rara pengen, pengen... " gadis gembul itu masih mikir, makanan apa yang mau dia jajankan. "Sama permen lolipop aja deh satu. "
"Ih gemechh.... Bapak kamu kemana nak, kok ga nemenin? "
"Ayah... Ayah lagi kerja bi! " seru gadis itu membuka bungkus lolipop, seraya ia emut dan ia putar-putar tangkainya sampai membuatnya nge-fly dengan rasa merah lolipop. Bibi Asri di depannya, bukanlah keluarga gadis ini, hanya tetangga dekat yang jualan toko kelontong, maklum sejak remaja bu Asri sudah di kasih toko, dia kan dari keluarga china, lalu memiliki suami di Indonesia. Sedangkan gadis yang ada didepannya ini namanya Rara, udah gitu doang gak ada nama panjang.
Rara tinggal di ujung komplek sana, nomor 016. Umur gadis ini terbilang masih sangat kecil, sekitar 8 tahun, 4 tahun sebelumnya Pak Ahmad mengadopsi seorang anak kecil dari yayasan terkenal anak terlantar dibuang disana dan dirawat pria itu dirumahnya. Sekarang Rara berani keliweran kemanapun, karena gadis itu dengan umbel nya memang suka main kemanapun.
"Makasih bi! "
"Nanti aku balik lagi kesini, "
"Iya kan, jangan sungkan beli di warung bibi. Daripada di warung sana, mahal-mahal kan jajannya? Disini bibi bisa kasih kamu permen, biskuit, harganya juga murah. Gak nguras kantong lagi! "
"Um! " Angguk Rara setuju, ia melambai tangan keluar dari toko tembok putih itu dan kembali melanjutkan journey nya sebagai anak bolang, Rara anak bandel, dia suka main, dia sudah kelas dua SD dan kini di matanya main-main sama cari temen, oh Kiya! Dia temen cowok yang mau Rara ajak main masak-masak, bibir kecil Rara belepotan tanah diusap dengan baju.
"Mau samperin Kiya ah! " ucapnya senang, berjalan sambil lompat-lompat bak orang kesenengan. Setelah sampai di depan rumah gede, cakep, elegan milik temen cowoknya tak sungkan Rara memencet bel rumah beberapa kali.
"Kiya! Kiya!!! Main yuk!!! "
Ting-Tong-Ting-Tong! Ting-Tong, ucapnya sambil memencet bel hampir sepuluh kali. Tetangga yang dengar bisa di siram air comberan kalau Rara seperti ini, splurtt- Rara juga pilek, anak itu dengan umbel nya yang keteteran di tangan dan di bibir tak mempermasalahkan kondisi buriknya.
"Kiya! Kamu dimana! Main yuk! "
"Belum sore! Ayo main masak-masakan! "
"Kiya!!! "
"ADUH RAME BANGET ANAK SIAPA SIH! BISA DIEM GAK!! " seru yang didalam rumah, dengan jubah mukenah putihnya keluar dari rumahnya membawa sapu jurik, siap dilempar. Rara terkejut kaget, menelan ludah. "Ih kok tante sih yang keluar, Kiya mana tante! "
"Gak ada! Dia gak boleh main sama kamu! "
Rara langsung cemberut, menyilang kedua tangan di depan dada. "Hm Rara gak mau! Pokoknya Rara mau main sama Kiya! "
"HARI INI!!! TANTE HARUS PANGGIL KIYA!!! "
Seru Rara tak mau berhenti, sampai menggedor-gedor gerbang, dan menarik pilek nya yang terus mampet. Mendengar anak itu berisik dirumahnya, membuat wanita itu budrek. "AllahuAkbar Rara! Pergi atau kalo enggak gue lempar lo pake sandal! "
"Kiya lagi bobo! "
"Yah... Dhuhur gini masa Kiya bobok, cemen ah... " ucap Rara tak suka, manyun. Tante Winda menepuk jidat, menjauhkan lengan anak itu yang semakin gondal-gandil di gerbangnya. "Pulang gak?! Dimana ayah lo hah! Ga dirawat lo sama dia, oh ya tuh orang sibuk terus sama pekerjaan dia sampe ga ngerti ada gendruwo siji yang sangat meresahkan, " ucap mbak Winda begitu menyakitkan, tatapan nya tak lepas pada penampilan anak itu yang seperti sebutan. (Gendruwo) rambut Rara yang berantakan, banyak kutu, wajah belepotan dengan jajan yang dia beli, terus juga tingkahnya Allohuma! Mom Winda pengen jitak nih anak, tapi sadar lawannya anak kecil.
"Hik.... Mau ketemu Kiya... "
"Gak bisa! Sana pergi, ga usah main sama anak gue lagi lo kalo gak pulang! "
"Pulang gak? Pulang!! "
"Hiks! Kiya!!! "
"Tante... Kiya pasti denger teriakan Rara di dalam, tunggu sebentar ya... Rara mau ngomong... Penchtinggg! "
"Ck, dasar mamboo, terserah! "
"Kalo mau kepanggang disini, ya terserah, bukan urusan gue. Eh jangan nempel disini lagi ya, jamur lo ketinggalan sekalian dibawa, "
Rara tak mengerti apa yang dimaksud Tante Winda dari tadi, dia hanya manggut-manggut kurang ngerti sama mikir dengan garuk kepala. "Iya tante, nanti aku minta maaf sama gerbangnya. Aku ajak makan juga gerbangnya, "
"Ya ampun... Astaga, setelah ini aku bisa ikut gila ladenin nih anak... "
"Astaga... " ucap Winda kedua kali, menyerah dan lebih baik masuk ke rumah, melempar sapu ke teras kesal dan lelah karena tuh anak bukannya takut, atau nangis kek anak cewek lain, nih anak malah gak ada takut-takutnya. Aneh.
"Kiya!!! "
"Shsst! "
Dari jendela sana Kiya, sosok anak cowok membuka jendela kamar yang menghadap ke tembok luar rumah, dekat gerbang. Kepala Rara langsung menyelip di antara tembok melihat Kiya dengan peci, dan sarung di pinggangnya juga anak itu membawa al-Qur'an untuk dia baca.
"Kiya! Kamu ngapain di kamar?! Ayo kita keluar main sama-sama!! "
"Aku gak mau... "
"Haram... Kata mama, kalau laki-laki sama perempuan main sama-sama nanti aku bisa masuk Neraka... "
"Aduh kok kamu percaya aja sih sama omongan tante Winda! Mama kamu tuh cuma gertak alasan aja, gak bolehin kamu main sama aku!! " seru Rara mencibir, memasukkan tangannya, niatnya ingin masuk sebadan-badannya juga tapi gak muat. Kiya langsung melotot, "Jangan! Sana kamu pulang aja! "
"Gak mau! Aku mau main sama kamu!! " seru Rara lagi, menyeruakkan kepalanya masuk kedalam gorong tembok yang tengahnya di desain berlobang. Kiya menepuk jidat, "Aku mau lanjut baca Al-Qur'an mau do'ain buat nenek aku yang meninggal, emang kamu juga mau baca al-Qur'an? "
Rara berhenti seketika, menoleh, "Emang kristen boleh baca al-Qur'an? "
"Boleh lah! Kalo niatnya baik, ayo... Sebentar, aku aja yang keluar Ra... Biar kita bisa baca bareng, kata mama kalau Kiya masuk surga, Rara juga harus masuk surga... "
Rara berpikir sebentar, lalu keluar dari lobang pion tembok dan mengangguk setuju. Inginnya bermain bersama temannya, tak jadi karena permintaan Kiya yang tak bisa ia tolak. "Mau... Rara juga penasaran, "
"Kamu pinter banget Kiya bisa langsung Al-Qur'an biasanya orang kalau baca dari Iqro dulu... " ucap Rara karena ia pernah sering lewat Majid, dan lihat mbak-mbak, mas2, temen sepantaran ngaji. Kiya tertawa canggung saat sudah keluar dari rumahnya, "Hehe sebenarnya Kiya cuma coba-coba aja sih, Kiya gak bisa baca. "
"Oh jadi cuma dipegang?! " kaget Rara menutup mulut. Temennya ngangguk, "Iya maafin ya kalo belum bisa baca al-qur'an dengan lancar, tapi walau begini-begini aku udah Iqro empat lo! "
"Itu artinya? " tanya Rara tak tahu, ikut penasaran bagaimana bentuk Al-Qur'an bersama terjemahan itu. Kiya menjawab, "Itu sudah termasuk besar Ra, jadi kalau Rara udah di Iqro enam atau lima itu artinya sudah besar, dan tiket masuk surga lebih komplit! "
"Wowww!!! " bangga Rara, ikut berbinar. Ia duduk di teras setelah Kiya membukakan pintu, gadis itu pun ikut duduk bersamaan dengan temannya. "Tapi kita duduk deketan, emang boleh? " tanya Rara pelan. Anak itu mengangguk, "Boleh asal gak boleh bersentuhan... "
"Bisa ya... Kita main nya sama temen-temen aja, kalau berdua kata mama gak boleh nanti kita berdua bisa dibakar sama malaikat... "
"Ih ngeri... " seru Rara bergidik. Ia membuka Al-Qur'an itu dan bingung sendiri bagaimana bacanya. Kiya yang sok hebat langsung menunjuk Arab, dan memperlihatkan bagaimana cara bacanya. "Ini begini Ra, bacanya Ba... Panjang jadi Baaaaaaaa"
Rara mengikuti, "Baaaaaaaaaaaaaaaaa"
"Kepanjangan! Ayo ulang! "
"Baaaaaaaa"
Rara menelan ludah kecil, merasa tertantang. "Baaaaaaa--aaa.. a? "
"Aduh... Sudah... Sudah Kiya, nafasku tak bisa sepanjang kamu. Hebat sekali kamu bisa panjangnya Baaaaaaaa gitu kayak profesional banget... "
"Ah enggak kok! " seru Kiya malu-malu, padahal senang dipuji. Anak itu menunjuk lagi, "Kalau ini Ti... Tii"
"Pendek."
Rara mengangguk. "Tiiiiii! "
"Itu terlalu panjang.... Coba pendekin lagi, jadi Tiii~"
"Um! " Rara mengangguk dan ia peragakan apa yang di pinta, "Tiii.... "
"Waah! Aku bisa Kiya! Aku bisa!!! " seru Rara bangga sendiri ia mulai memeluk Al-Qur'an bersamaan dengan senyumnya yang mekar. Gadis itu sedikit membuat hati Kiya tersentuh, walau paras rupa temennya sering dikata tuyul atau anak kuntilanak, tapi baginya bagaimanapun Rara adalah gadis yang baik hati, bahkan saat ia jatuh hanya dia saja yang mau membantunya, yang lain sibuk menertawakan.
Rara mengecup bibir kotor nya ke Al-Qur'an sambil di elus. "Enak ya kamu bisa shalat setiap hari, jadi kamu bisa mendapat pahala setiap hari, "
"Hm... Iya kan karena aku wudhu juga... "
Rara memalingkan leher kesamping, "Wudu? Wudhu itu apa Kiya? "
"Wudhu itu bersih-bersih, kata Mama itu dilakukan biar dosa yang nempel di kita langsung hilang kayak mandi, tapi bedanya ini ada niat dan doa, terus kalau wudhu itu bisa menghilangkan kantuk, aku pernah coba pas aku ngantuk di tengah maghrib dan isya saat belajar ngaji sama mama, aku langsung di suruh wudhu dan beneran ajaib! Mataku langsung kebuka lebar, semua beban di pundakku rasanya keluar semua... Whusss! " seru Kiya melambai tangan kedepan bagai anak semilir angin menyapu langit. Rara mengangguk paham, "Asyiknya, kamu ada orang yang membantu mu beribadah... "
"Sedangkan Rara harus ke Gereja, bareng tetangga... " gumam Rara kecil, menunduk kebawah. Karena ayahnya selalu sibuk bekerja, jadi suka sekali memberi alasan yang membuat Rara sukar sendirian di rumah tanpa siapapun menemani. Dan ia saja yang selalu menanti kedatangan ayah angkatnya membawakan martabak pulang. Kiya belum tahu semua masalah temannya itu, tapi satu hal Kiya bisa beritahu, seperti bapak Uztads yang sedang berceramah.
Mengelus kepala Rara pelan, yang artinya Kiya harus rela berwudhu lagi sebelum menunaikan shalat dhuhur. "Kalau bagiku, Allah bisa membantu, apapun masalahnya. Karena kita percaya, Allah yang memberi kita cobaan, dan Allah yang memberi kita solusi. Kalau Rara sedih mulu, aku juga ikut sedih, jangan nangis ya... Nanti malam, kalau kamu masih sendiri di rumah, makan aja bareng aku disini, kita makan terang bulan sama-sama, kita ngaji sama-sama, terus kita main sama-sama, yah walau Kiya tak bisa selamanya di sisi kamu... "
Rara merucut bibir, kedua tangannya tertelungkup di kedua pipi, mengangguk dengan desahan keras. "Ya udah deh... Nanti Rara bakal kesini, Sprutt- Rara juga bakal main sama Kiya, tapi janji ya jangan pergi-pergi, temen Rara cuma kamu aja. Rara gak mau kalau Kiya pergi, Rara gak mau diusir karena Rara jelek, Rara juga gak mau kalau Kiya benci sama Rara karena kita sering bertengkar... "
"Enggak kok tenang aja... "
Kata Kiya menenangkan dirinya, dan membuat Rara si anak yang selalu ditinggalkan bapaknya bekerja setiap pagi, pulang malam dengan lembut penuh perhatian.
Bersambung...