Raka Sebastian, seorang pengusaha muda, terpaksa harus menikah dengan seorang perempuan bercadar pilihan Opanya meski dirinya sebenarnya sudah memiliki seorang kekasih.
Raka tidak pernah memperlakukan Istrinya dengan baik karena ia di anggap sebagai penghalang hubungannya dengan sang kekasih.
Akankah Raka menerima kehadiran Istrinya suatu saat nanti atau justru sebaliknya?
Yuk simak ceritanya 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Di jalan, Pa. Aku hampir menabrak dia tadi. Dia jatuh dan terluka, jadi aku membawa dia ke rumah sakit." Ucapan Zayn membuat kedua mata sang Papa membulat.
"Ya Allah, kamu hampir menabrak orang, Nak? Bagaimana keadaannya?"
"Hanya luka ringan, Pa. Ada jahitan sedikit di atas lutut. Aku sempat melihat wajahnya dan aku merasa dia benar-benar mirip denganku. Tidak tahu kenapa aku merasa seperti melihat Zahra."
Pak Vino mengusap bahu putranya. "Mungkin karena kamu merasa wajahnya mirip kamu, jadi itu mengingatkan kamu pada Zahra." Zayn mengangguk.
"Bukannya kemiripan itu terlalu kebetulan, Pa? Matanya, hidungnya, bibirnya, wajahnya."
"Tidak aneh, sih. Ada mitos yang mengatakan bahwa di belahan bumi setiap manusia setidaknya memiliki satu sampai tujuh kembaran tidak sedarah. Jadi, kamu bisa saja bertemu orang asing yang sangat mirip."
"Papa percaya dengan mitos itu?"
"Wallahu a'lam, Nak. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak."
"Termasuk kemungkinan bahwa Zahra masih hidup?" imbuh Zayn.
Pak Vino mengulas senyum. Putra keduanya itu memang sangat cerdas dan kritis.
Sejak kecil Zayn tidak akan berhenti mencari tahu tentang sesuatu sampai ia benar-benar memahami apa yang membuatnya penasaran.
"Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita. InsyaAllah ada hikmah kenapa Zahra dipisahkan dari kita." Tangan Pak Vino mengulur membelai rambut anak lelakinya itu. "Lalu setelah ke rumah sakit, kamu mengantar dia pulang kan?"
"Aku antar, tapi tidak sampai rumahnya. Dia minta diturunkan di suatu tempat. Katanya, rumahnya tidak jauh dari sana."
"Sempat mengobrol?"
"Iya, beberapa kali. Aku kasihan sekali padanya, Pa. Dia berjalan kaki sendirian dan membawa belanjaan sebanyak itu. Aku melihat matanya sembab, tidak tahu kenapa aku merasa dia sedang sedih."
"Kalian mengobrol apa saja?"
"Tidak banyak. Dia baru bicara jika aku yang bertanya. Katanya, dia tinggal berdua dengan suaminya. Dia juga masih punya orang tua yang lengkap."
"Alhamdulillah, insyaAllah dia perempuan yang kuat." Sudut bibir Pak Vino melengkung tipis. "Siapa namanya?"
"Namanya ... Ummu Inayah. Katanya, itu nama dari abahnya."
"Nama yang bagus."
"Tapi... saat menebus obat untuk dia, aku lihat di catatan resep obat atas nama Nirma Salsabila."
Kening Pak Vino berkerut tipis, bola matanya membeliak.
"Nirma Salsabila?"
"Iya, Pa."
"Tunggu! Tunggu! Apa orangnya memakai cadar?" Zayn terperangah mendengar ucapan sang Papa.
"Bagaimana Papa tahu? Kan dari tadi aku tidak mengatakan jika dia memakai cadar?"
Pak Vino tidak lagi menjawab. Ia larut dalam pikirannya sendiri. Pikirannya seketika tertuju pada sosok gadis bercadar yang baru dua kali ia temui itu.
Namun, entah kenapa Nirma mampu mencuri hatinya sejak pertama kali bertemu.
"Tadi kamu bilang wajahnya mirip kamu, kan?" Suara Pak Vino berubah lirih.
"Iya, Pa. Bahkan terlalu mirip untuk disebut kebetulan."
Pak Vino mengusap dadanya yang mendadak terasa sesak.
Ucapan Ustadz Yusuf ketika mereka datang untuk melamar Nirma terngiang dalam ingatan.
"Sejujurnya Nirma bukanlah anak kandung saya. Delapan tahun lalu, Nirma datang ke pondok ini dalam keadaan yang cukup memprihatinkan. Saya bangun shalat subuh dan menemukan dia tidur depan teras dalam keadaan kedinginan dan kelaparan."
****
Nirma masih termenung di meja makan saat ponsel miliknya berdering. Ada nama Umi Mawar tertera pada layar.
"Assalamu alaikum, Umi." ucapnya sesaat setelah panggilan terhubung.
"Walaikum salam, Nak. Kamu sedang apa?"
"Sedang santai, Umi. Baru selesai makan malam." jawab Nirma, padahal ia sama sekali belum menyentuh menu makan malamnya karena Raka pergi meninggalkan rumah.
"Kamu betah tidak tinggal di rumah itu?"
"Alhamdulillah, betah, Umi. Rumahnya juga nyaman dan bersih. Jadi, tidak perlu bersih-bersih lagi."
"Di rumah itu memang ada yang bertugas bersih-bersih setiap dua kali seminggu, makanya terawat walaupun lama ditingggal. Ngomong-ngomong, Umi mau tanya, kamu butuh ART tidak, Nak? Nanti Umi kirim Mbak Darmi ke sana untuk bantu-bantu kamu."
"Terima kasih, Umi. Tapi ... saya akan meminta izin Mas Raka dulu." jawab Nirma sungkan.
"Memangnya Raka ke mana?"
"Sedang keluar. Katanya mau bertemu teman. Mungkin bertemu Kak Brayn dan Kak Rafa."
Umi Mawar terdiam. Wanita itu sedikit curiga apakah Raka memang bertemu Brayn dan Rafa atau justru ke tempat lain.
Maka, ia harus memastikan terlebih dulu.
"Ya sudah, Nak. Kalau begitu Umi tutup dulu, ya. Jangan lupa kalau ada apa-apa atau kamu tidak betah di rumah itu, katakan pada Umi."
"InsyaAllah, Umi."
Panggilan terputus. Demi memastikan kecurigaannya, Umi Mawar segera menghubungi Raka.
Namun, setelah beberapa kali mencoba, panggilannya tidak kunjung dijawab.
Akhirnya, Umi Mawar memilih menghubungi Bu Resha. Setelah beberapa menit menunggu, panggilan pun terhubung.
"Assalamualaikum, Mawar." ucap Bu Resha.
"Mbak, aku mau tanya ... apa Brayn ada di rumah?" tanya Umi Mawar tanpa basa-basi.
"Brayn belum pulang. Akhir-akhir ini dia jarang di rumah. Kenapa?"
"Oh... Tidak apa-apa, Mbak. Hanya mau bertanya apa Raka sedang bersama Brayn."
"Mungkin saja. Soalnya mereka kan mainnya selalu sama-sama."
"Ya sudah, kalau begitu aku mau tanya Brayn dulu. Assalamualaikum."
"Walaikum salam."
Umi Mawar menutup panggilan.
Wanita itu langsung menghubungi Brayn yang langsung mendapat jawaban.
"Assalamu alaikum, Nak. Sedang di mana?"
"Walaikum salam, Umi. Sedang di jalan dengan Rafa. Kenapa, Umi?"
"Apa Raka sedang bersama kalian?"
"Tidak ada, Umi. Hari ini belum kita belum bertemu dengan Raka sama sekali. Ada apa, Umi?"
"Tidak apa-apa, Nak. Umi kira dengan kalian, soalnya Nirma berkata, Raka tidak ada di rumah."
"Nanti aku coba hubungi, Umi."
"Terimakasih, ya, Nak. Hati-hati di jalan."
"Iya, Umi."
"Kenapa, Bro?" tanya Rafa yang duduk di samping Brayn.
"Ini Umi Mawar mencari keberadaan Raka. Memangnya Raka ke mana?"
"Tidak tahu. Bukannya mau suudzon, tapi ... kalau Raka tidak ada di rumah dan tidak bersama dengan kita, berarti dia sedang bersama...." Ucapan Rafa terpotong.
"Hellen." tebak Brayn.
************
************
lanjut Thorrr" bgs cerita nyaaaa....