"Aku mencintainya, tapi akulah alasan kehancurannya. Bisakah ia tetap mencintaiku setelah tahu akulah penghancurnya?"
Hania, pewaris tunggal keluarga kaya, tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Meskipun seluruh sumber daya dan koneksi dikerahkan untuk mencarinya, Hania tetap tak ditemukan. Tidak ada yang tahu, ia menyamar sebagai perawat sederhana untuk merawat Ziyo, seorang pria buta dan lumpuh yang terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya.
Di tengah kebersamaan, cinta diam-diam tumbuh di hati mereka. Namun, Hania menyimpan rahasia besar yang tak termaafkan, ia adalah alasan Ziyo kehilangan penglihatannya dan kemampuannya untuk berjalan. Saat kebenaran terungkap, apakah cinta mampu mengalahkan rasa benci? Ataukah Ziyo akan membalas dendam pada wanita yang telah menghancurkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Diluar Dugaan
Hania meneliti setiap angka dalam laporan yang diberikan Prastyo dengan saksama. Sorot matanya tajam, menelusuri setiap detail tanpa terburu-buru. Sesekali, ia mengangguk kecil, seakan sedang menganalisis sesuatu dalam pikirannya.
Prastyo yang duduk di seberangnya menunggu dengan sabar, meski jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Hania bukan investor biasa. Wanita itu terlihat benar-benar memahami apa yang sedang ia lihat, dan itu membuat Prastyo semakin berharap.
Setelah beberapa menit yang terasa begitu panjang, Hania akhirnya meletakkan dokumen itu di atas meja dan menatap Prastyo dengan sorot mata penuh keyakinan.
“Saya akan berinvestasi,” ucapnya mantap.
Prastyo menahan napas, hampir tidak percaya bahwa harapan itu benar-benar datang. “Benar-benar keputusan yang cepat,” katanya dengan nada hati-hati, meski tak bisa menyembunyikan ketertarikannya. “Boleh saya tahu berapa nominal yang ingin Anda investasikan?”
Hania tersenyum tipis. “Seratus lima puluh triliun.”
Sejenak, waktu seakan berhenti. Prastyo menatap Hania dengan mata melebar, memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Seratus lima puluh triliun. Jumlah yang bukan hanya cukup, tapi lebih dari cukup untuk menutup semua kebutuhan mereka.
“Seratus… lima puluh triliun?” Prastyo mengulang, suaranya sedikit bergetar karena keterkejutan.
Hania mengangguk. “Ya. Saya sudah mempertimbangkannya, dan setelah melihat data ini, saya yakin investasi ini cukup menjanjikan untuk jangka panjang.”
Prastyo masih belum sepenuhnya pulih dari keterkejutannya, tetapi perlahan, rasa lega menyelimutinya. Ini benar-benar keajaiban. Ia tidak perlu lagi bersusah payah mencari investor lain. Dengan jumlah ini, Ziyo bisa bertahan di posisinya tanpa ada lagi ancaman dari pihak luar.
“Terima kasih atas kepercayaan Anda,” ujar Prastyo akhirnya, suaranya penuh ketulusan. “Saya tidak tahu harus berkata apa, tetapi keputusan Anda ini… benar-benar berarti bagi kami.”
Hania hanya tersenyum. “Saya hanya berinvestasi pada sesuatu yang saya anggap berharga.”
Beberapa menit kemudian, Prasetyo melangkah mendampingi Hania hingga ke lobby kantor dengan ekspresi penuh rasa syukur. Ia menundukkan sedikit kepalanya, menunjukkan rasa hormat yang tulus kepada wanita yang telah menjadi penyelamat dalam krisis yang menimpa majikannya.
“Terima kasih banyak, Bu Fayza,” katanya dengan nada penuh ketulusan. “Saya tidak bisa mengungkapkan betapa berartinya semua ini untuk Tuan Ziyo.”
Hania tersenyum tipis. “Saya hanya melakukan apa yang seharusnya,” jawabnya sederhana.
Prasetyo mengamati wanita di hadapannya. Penampilannya anggun dan berkelas, memancarkan aura kewibawaan yang sulit diabaikan. Cara bicaranya tegas, setiap kata yang diucapkan menunjukkan kepercayaan diri. Ia bisa merasakan bahwa Hania bukan orang biasa.
“Saya akan memastikan Tuan Ziyo tahu tentang semua ini secepatnya,” lanjutnya dengan nada penuh semangat. “Saya yakin ini akan membuatnya sedikit lebih tenang.”
Hania mengangguk kecil, tetapi tak berkata banyak.
Di sisi lain, Diva memerhatikan Prastyo dan Hania dari jauh. Beberapa saat lalu, Diva melangkah santai menuju lobby setelah menyelesaikan beberapa dokumen di ruangannya. Namun, langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok Prasetyo yang tengah berbicara dengan seorang wanita asing.
Pria itu tampak begitu hormat, bahkan nyaris seperti seorang bawahan yang berbicara dengan atasannya. Ini bukan sikap yang biasa ditunjukkan Prasetyo kepada sembarang orang.
Diva menyipitkan mata, memerhatikan lebih saksama. Wanita itu berpenampilan anggun dan berkelas. Apalagi Prasetyo mengantarnya hingga ke lobby, seolah ingin memastikan ia pergi dengan aman.
Siapa dia?
Saat Hania melangkah keluar dari lobby, Prasetyo tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan kepergiannya. Begitu Hania menghilang dari pandangan, ia menarik napas panjang, merasa lega.
Sekarang, yang tersisa hanyalah menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan kabar baik ini pada Ziyo.
Diva menatap wanita itu melangkah keluar dari gedung, ia menoleh ke arah Prasetyo yang masih berdiri di tempatnya, tampak berpikir.
Dengan cepat, ia melangkah mendekat.
"Pras," panggilnya dengan suara lembut tapi tajam.
Prasetyo langsung menoleh, sedikit terkejut. "Ya, Bu Diva?"
"Siapa wanita tadi?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.
Prasetyo terdiam sejenak. "Dia... seseorang yang sedang membantu Tuan Ziyo."
Diva mengangkat alisnya, tidak puas dengan jawaban itu. "Membantu dalam hal apa?"
Prasetyo tersenyum kecil, tapi ada sedikit ketegangan dalam sikapnya. "Saya rasa lebih baik Ibu bertanya langsung kepada Tuan Ziyo. Saya hanya memastikan tamunya keluar dengan baik."
Jawaban itu semakin menambah rasa penasaran Diva. Jika Prasetyo tidak mau bicara, berarti ini bukan tamu biasa.
Diva menghela napas pelan, memasang ekspresi seolah tak peduli. "Baiklah. Aku hanya penasaran."
Tapi dalam hatinya, ia bertekad untuk mencari tahu siapa wanita itu dan apa tujuannya datang ke perusahaan ini.
***
Prastyo mengetuk pintu ruang kerja Ziyo sebelum masuk dengan ekspresi penuh semangat. Di dalam ruangan, Ziyo duduk di kursi rodanya, tubuhnya sedikit condong ke depan, seolah sedang berusaha menangkap suara yang baru saja masuk.
“Ada apa?” tanyanya tenang, suaranya tetap dalam dan dingin, meskipun ada sedikit kelelahan di sana.
Prastyo menelan ludah, lalu berkata dengan penuh keyakinan, “Kita sudah mendapatkan investor, Tuan. Dan jumlahnya lebih dari cukup.”
Ziyo mengerutkan kening. Meski tak bisa melihat ekspresi Prastyo, ia bisa merasakan ketegangan yang aneh di ruangan itu. “Berapa jumlahnya?” tanyanya, masih berusaha membaca situasi dari nada suara bawahannya.
“Seratus lima puluh triliun, Tuan,” jawab Prastyo mantap.
Seketika, keheningan menyelimuti ruangan. Wajah Ziyo tetap tanpa ekspresi, tetapi jemarinya di atas sandaran kursi roda sedikit menegang.
“Seratus lima puluh triliun?” ulangnya dengan suara nyaris berbisik, seolah memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
“Benar, Tuan. Dengan jumlah ini, tidak ada yang bisa menggulingkan posisi Anda.”
Ziyo menarik napas panjang. Tangannya perlahan bergerak, meraba sandaran kursi seakan mencari pegangan. “Ini… di luar dugaan.”
Dari sudut ruangan, diam-diam Hania memerhatikan reaksi pria itu dengan cermat. Namun, ia tetap mempertahankan ekspresi datarnya. Ia tahu jika ia menunjukkan sedikit saja kepuasan, itu bisa menimbulkan kecurigaan.
“Jumlah yang besar,” ucap Ziyo. “Siapa investornya?”
Prastyo tersenyum tipis, lalu menjawab dengan hati-hati, “Orang yang sangat percaya dengan prospek perusahaan ini.”
Hania menundukkan kepala sedikit, seolah sedang mencerna informasi itu, padahal di dalam hatinya, ia tahu persis siapa investor yang dimaksud.
Sementara itu, Ziyo tetap diam, seakan sedang berusaha mengolah segala informasi yang baru ia terima. Lalu, ia berkata pelan, “Kalau memang benar begitu, pastikan semuanya berjalan lancar. Aku tidak ingin ada masalah di kemudian hari.”
Prastyo mengangguk meskipun Ziyo tak bisa melihatnya. “Tentu, Tuan. Saya akan mengurus semuanya dengan hati-hati. Anda bisa menjalani operasi dengan tenang.”
Hania menatap pria itu dalam diam. Dalam kegelapan yang kini menjadi dunianya, Ziyo tak menyadari bahwa wanita yang telah menyelamatkannya berada begitu dekat, hanya sejauh beberapa langkah darinya.
***
Rumah sakit terasa sibuk seperti biasa, tetapi bagi Ziyo, dunia tetap gelap dan sunyi. Hania mendorong kursi roda Ziyo dengan sabar menuju ruang konsultasi dokter, memastikan setiap langkahnya aman.
"Saya akan ke toilet sebentar, Tuan. Tunggu di sini, ya?" bisik Hania lembut, menyentuh lengan Ziyo sejenak sebelum berbalik pergi.
Tanpa menaruh curiga, Ziyo hanya mengangguk. Ia terlalu terbiasa bergantung pada Hania, satu-satunya orang yang bisa ia percayai dalam kondisi seperti ini.
Hania melangkah cepat menuju toilet, tetapi saat melewati sebuah koridor sepi, langkahnya melambat. Suara pelan seorang pria menarik perhatiannya.
"Aku sudah bilang, pastikan pengobatan Ziyo tidak berjalan sesuai rencana. Kalau perlu, buat komplikasi terjadi saat operasinya nanti," ujar pria itu dengan suara rendah namun jelas.
Dada Hania berdebar. Ia mengintip dari balik dinding, melihat seorang pria bertopi dan bermasker berbicara dengan ponselnya. Wajahnya tertutup, tapi sikapnya penuh keyakinan.
Jantungnya mencelos. Ini bukan sekadar kebetulan. Seseorang benar-benar ingin Ziyo tetap dalam keadaan seperti ini, terpuruk, lumpuh, dan tidak bisa melawan.
Tanpa pikir panjang, Hania mundur perlahan, berusaha tidak menarik perhatian. Ia harus kembali ke Ziyo, harus memastikan operasi ini tetap berjalan dengan lancar.
Namun, pertanyaan mengusik benaknya.
Siapa yang ingin menggagalkan kesembuhan Ziyo? Dan apa yang sebenarnya mereka rencanakan?
...🍁💦🍁...
.
To be continued
Hania pergi ziyo ada yg hilang walaupun tidak bs melihat wajah hania ziyo bs merasakan ketulusan hania walaupun ada yg disembunyikan hania....
Dalang utama adalah diva ingin mencelakai ziyo dan pura2 baik didepan ziyo bermuka dua diva ingin menguasai perusahaan.....
Dasar ibu diva hanya mementingkan diri dan tidak mementingkan kebahagiaan Zian..
Diva tidak akan tinggal diam pasti akan mencelakai ziyo lagi....
bagus hania bantu ziyo sembuh dan pulih lagi musuh msh mengincar ziyo....