"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Empat
Sore itu, Karina duduk di sebuah kafe kecil yang terletak di sudut jalan. Gerimis menghiasi langit, menciptakan suasana mendayu-dayu. Dia memandangi cangkir kopinya yang setengah penuh, pikirannya melayang jauh, bercampur aduk dengan segala jenis emosi. Di depannya, meja kosong seolah mengajak untuk berbagi duka yang menggerogoti hatinya.
Gawai di meja bergetar. Nama Maya muncul di layar, dan seolah ada getaran lain yang menyentuh hatinya. Maya adalah sahabat satu-satunya yang dia miliki, tapi saat ini berada di luar negeri.
“Halo,Karina. Apa kabar, Say?" tanya Maya.
“Eh, Maya. Aku ... ada yang ingin aku bicarakan,” Karina mengawali dengan suara yang nyaris bergetar.
“Ada apa ya, Karin. Sepertinya ada sesuatu yang penting,” respon Maya dengan nada khawatir.
“Iya, aku ... aku akhirnya memutuskan pisah sama Mario,” ucap Karina pelan, seolah mengatakannya hanya untuk dirinya sendiri.
“APA?” suara Maya langsung meninggi. “Kamu serius? Kenapa tiba-tiba gini? Apa dia bikin kamu kecewa?”
“Dia ... Dia ternyata menjalin hubungan dengan sekretarisnya, Zoya. Aku telah di khianati selama lima tahun," ucap Karina dengan terisak. Sudah tak bisa menahan sebak di dada.
Maya terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Zoya si pelakor itu?” suaranya serak menahan amarah. “Kamu yakin tidak mau berjuang?”
Maya terdengar sangat marah mendengar nama sekretarisnya Mario itu sebagai orang ketiga dalam rumah tangga sahabatnya. Karina sering bercerita tentang Zoya sang sekretaris suaminya tersebut.
“Berjuang untuk apa, Maya? Dia sudah memilih Zoya. Dan aku ... aku sudah tidak mau lagi bertahan dalam hubungan yang berarti selingkuh,” jawaban Karina penuh kepahitan.
“Jangan langsung mundur, Karina. Itu akan menguntungkan buat Zoya! Justru kamu harus kembali pada Mario, rebut harta yang menjadi hak kamu!” Maya bersikeras. “Kamu ingat kan, semua yang kalian dapatkan berdua saat menikah? Itu hakmu juga!”
Mendengar nada mendesak dari Maya, Karina merasa terombang-ambing. “Tapi aku merasa tidak berharga lagi, Maya. Bagaimana kalau aku kembali tapi dia tetap memilih Zoya? Aku tidak mau jadi cadangan.”
“Mending kamu cari tahu dulu. Jangan jatuh ke tangan wanita itu. Kalau kamu mau pisah, ya silakan, tapi setelah kamu mendapatkan apa yang menjadi hakmu!” Maya menjelaskan dengan penuh emosi.
Karina menarik napas dalam-dalam. Rasa sakit di dadanya semakin menyengat, tetapi ada sesuatu dalam kata-kata Maya yang membangkitkan harapan. “Tapi, jika aku kembali, itu berarti aku harus berbohong pada diri sendiri untuk sementara waktu.”
“Bukan berbohong, itu strategi. Kamu perlu waktu untuk merancang langkahmu,” Maya menjawab. “Kamu juga harus ingat, Karina. Kamu lebih berhak mendapatkan hal-hal yang kamu peroleh bersama Mario dibandingkan Zoya.”
Karina merenung. Setiap kalimat Maya menciptakan pertarungan di dalam hatinya. Dia ingat momen-momen indah dengan Mario, juga mimpi-mimpi yang dibangun bersama. Namun, bayangan Zoya yang mengganggu itu membuatnya merasa hancur. “Baiklah,” suara Karina terdengar pelan. “Aku akan mencoba satu kali lagi.”
“Bagus! Sekarang kamu butuh strategi. Apa rencanamu?” Maya terdengar bersemangat.
“Pertama, aku akan mulai berkomunikasi dengan Mario lagi,” ungkap Karina. “Mencoba menjaga agar dia tidak merasa kehilangan aku. Lalu, aku akan mencari cara untuk berbicara tentang harta benda yang kami miliki bersama—rumah, mobil, semua.”
“Cerdas! Lakukan itu perlahan, jangan terburu-buru. Nanti, jika dia menyadari kehadiranmu kembali dan mulai merindukanmu, kesempatanmu untuk merebut kembali hakmu akan lebih besar,” Maya menambahkan.
“Oh ya, satu lagi yang perlu aku tanyakan. Bagaimana kalau sekarang aku mendekatinya tanpa bilang masalah Zoya?” Karina berusaha mengolah taktik baru.
“Itu bisa jadi rencana yang baik. Cobalah untuk memahami perasaannya. Jangan bawa-bawa Zoya dulu. Biarkan Mario merasakan kehilangan, dan bisa diajak bicara, saatnya kamu bawa masalah ini,” Maya memberikan dorongan.
“Terima kasih, Maya. Coba aku terapkan rencanamu ini besok. Semoga semua tidak sia-sia,” Karina merasa ada harapan baru, meski masih diselimuti keraguan.
“Semangat, ya! Ingat, kamu pantas mendapatkan semua yang jadi hakmu. Jangan biarkan Zoya mencuri hal itu darimu!” seru Maya dengan penuh semangat.
Setelah mengakhiri percakapan, Karina meletakkan ponselnya dan menatap jauh ke luar kafe. Gerimis mulai reda, dan matahari perlahan-lahan kembali ke tempatnya. Kembali bersinar, seolah mengingatkan bahwa hari esok selalu memberikan kesempatan baru. Mungkin, hanya mungkin, langkah ini akan membawanya kembali pada cinta yang dia kenali sebelumnya.
Karina duduk di sofa, memandang jendela dengan mata yang terpikir. Dia teringat kata-kata Maya, sahabatnya yang setia.
"Karina, jangan biarkan Zoya merebut semua yang milikmu. Kamu harus kembali pada Mario dan merebut hakmu," kata Maya dengan nada yakin. Maya mengulangi ucapan itu beberapa kali sebelum menutupi sambungan telepon tadi.
Karina merasa tergugah. Dia memikirkan masa lalunya bersama Mario, cinta yang pernah mereka miliki, dan harta yang menjadi haknya. Dia tidak ingin Zoya merebut semua itu.
Bukannya dia gila harta tapi seperti kata Maya, dia tak boleh lemah dan membiarkan Zoya menikmati apa yang menjadi haknya.
Akan dia perlihatkan pada wanita itu, jika dia bukan wanita lemah. Jika selama ini dia yang menguasai Mario, mulai hari ini dia yang akan menguasainya.
Kalau Zoya menggunakan Aluna sebagai senjata agar Mario tunduk padanya, Karina bisa manfaatkan rasa cinta suaminya. Dia harus perjuangkan semuanya, seperti yang Maya katakan.
Dalam pikirannya, Karina membayangkan rencana untuk kembali pada Mario. Dia akan memperbaiki kesalahan hubungan mereka, memenangkan hati Mario kembali, dan merebut haknya. Zoya tidak akan menghalangi lagi.
Karina tersenyum sinis. Dia siap bertindak. Dan tak akan membiarkan Zoya menang. Dia yang pertama dan akan tetap jadi yang pertama dan satu-satunya.
Kamu harus mengatakan kebenaran ini ke Mario , biar bagaimana pun Mario harus tahu kebeneran ini
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya