Surga Dunia Jenna Dan Jagat

Jenna memegangi kepala, lalu mundur untuk memberi jarak dari Viviana, yang maju sambil meraih piring keramik dari meja. Ketika Viviana hendak memukul menggunakan piring itu, Jenna langsung menghindar. Refleks, tangannya mengambil pisau steak berujung lancip, kemudian menusukkan tepat ke leher Viviana.

Viviana memekik kencang, sebelum ambruk bersimbah darah di lantai.

“Jenna! Apa yang kamu lakukan?” seru Jagat, tak percaya dengan pemandangan di hadapannya.

Begitu juga dengan Haris. Dia langsung mendekati tubuh Viviana, yang tergeletak di lantai.

“Dia yang menyerangku lebih dulu. Aku hanya membela diri.”

“Jenna ….” Jagat menatap tak percaya, tak tahu harus berkata apa.

“Cepat panggil ambulans.” Haris tak berani menyentuh tubuh Viviana, yang tak bergerak sama sekali.

Tanpa banyak bicara, Jagat langsung menghubungi layanan darurat. Setelah itu, dia memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Jenna. “Duduklah.”

“Dia menyerangku lebih dulu,” ucap Jenna sekali lagi. Tak dirasakannya sakit di kepala, meskipun darah segar mengucur dari luka akibat dipukul gelas.

“Semoga tidak ada yang serius,” ucap Jagat, seraya membersihkan darah di kening dan pipi Jenna.

“Viviana tidak bergerak sama sekali, Pak Jagat,” ucap Haris. Membuat Jenna kian resah.

“Apa dia ….” Jenna tak sempat melanjutkan kalimatnya karena terdengar sirine ambulans mendekat. Tak berselang lama, petugas masuk setelah dipersilakan oleh Jagat yang menjemput ke depan.

Salah seorang dari dua petugas medis itu memeriksa keadaan Viviana. Mereka memastikan apakah Viviana masih hidup atau sebaliknya.

“Kami akan membawa jenazah ke rumah sakit, untuk dilakukan autopsi,” ucap petugas medis, yang sudah memeriksa kondisi Viviana.

“Je-jenazah ….” Jenna terbelalak tak percaya. Itu artinya, dia telah membunuh Viviana. “Ti-tidak mungkin.”

“Tenanglah, Sayang.” Jagat tahu apa yang harus dilakukan. Segera dirangkulnya sang istri, untuk menenangkan serta memberikan perlindungan.

“Saya akan ikut ke rumah sakit,” pamit Haris. Sebelum pergi, dia sempat menatap Jenna sesaat.

Sepeninggal Haris dan para petugas medis, hanya ada Jenna dan Jagat di ruang makan.

“Aku sudah membunuh orang. Bagaimana ini?” Jenna tak kuasa menyembunyikan ketakutan.

“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jagat penasaran.

“Viviana tiba-tiba memukul kepalaku dengan gelas. Setelah itu, dia kembali hendak menyerangku menggunakan piring. Namun, aku … aku refleks mengambil pisau dan ….”

“Apa yang terjadi sampai dia melakukan itu padamu?” tanya Jagat lagi penuh selidik.

Kebimbangan besar Jenna rasakan. Sulit baginya mengakui alasan di balik perselisihan dengan Viviana. Namun, dia tak mungkin lagi menutupi semua yang terjadi. Segala kebohongan yang selama ini ditutupi, mungkin harus terungkap saat ini.

“Kenapa? Apa yang kamu sembunyikan sebenarnya?”

Jenna tak segera menjawab.

“Apakah Bu Viviana adalah wanita yang kamu temui di Rosaline Cafe?”

Jenna menatap dengan sorot tak dapat diartikan. “Bagaimana kamu bisa tahu tentang itu?”

“Tidak penting bagaimana aku bisa mengetahuinya. Aku hanya ingin kejujuranmu saat ini. Katakan. Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku?”

Mendengar pertanyaan itu, Jenna tak kuasa menahan tangis. Sesuatu yang awalnya ditahan sekuat tenaga, akhirnya tertumpah juga. Jenna turun ke lantai, lalu berlutut di hadapan Jagat. “Maafkan aku,” ucapnya penuh sesal.

“Maaf untuk apa?”

Jenna menatap Jagat dengan linangan air mata. “Aku sudah banyak berbohong padamu. Kupikir, pertemuan pertama kita hanya akan jadi pertemuan singkat, yang tidak berlanjut seperti ini. Aku tidak pernah menyangka bisa berada dalam situasi yang …. Menjadi istri seorang jagat Hartadi. Itu bukan sesuatu yang ada dalam pikiranku.”

“Kebohongan? Jagat menatap lekat penuh selidik.

Jenna mengangguk. “Semuanya. Pertemuan pertama kita diawali dengan kebohongan.”

“Ceritakan semuanya padaku,” pinta Jagat serius.

Jenna berdiri, memberanikan diri mengakui semua dosa di hadapan Jagat. Dia tak memiliki pilihan lain.

“Aku ….” Ragu, Jenna menjeda sejenak kalimatnya. “Sakha adalah anak kandung Haris Prastio,” ungkapnya.

Lebih dari sekadar terkejut. Jagat sampai tak bisa berkata-kata. Pengakuan Jenna membuatnya seketika membeku, dengan sorot tak dapat diartikan.

“Ya. Sakha adalah anak biologis suami Viviana,” ucap Jenna lagi. “Viviana memaksa agar aku menyerahkan Sakha padanya. Jika tidak, dia akan membongkar semua yang terjadi di masa lalu, antara diriku dengan Haris. Dia akan mengatakan segalanya padamu,” jelas Jenna.

Namun, Jagat tetap diam membeku mendengar semua penjelasan sang istri.

“Aku tidak peduli dengan ancaman Viviana. Bagaimanapun juga, aku tidak akan memberikan Sakha. Akan tetapi, Viviana tidak terima. Dia marah dan melampiaskannya dengan kasar. Aku hanya berusaha melindungi diri, meskipun akhirnya ….”

“Kamu harus menebus kesalahan itu, Jenna,” ucap Jagat datar. “Kamu harus menyerahkan diri ke polisi.”

“Ta-tapi …. Tapi, bagaimana dengan Sakha? Dia masih membutuhkanku sebagai ibunya ____”

“Tapi, kamu sudah melakukan kesalahan besar!” sela Jagat, dengan suara yang tiba-tiba meninggi. “Aku yang akan mengantarkanmu ke kantor polisi.”

Tanpa banyak bicara, Jagat meraih lengan Jenna, lalu mencekal kencang. Dia setengah menyeret keluar sang istri, memaksanya agar masuk ke mobil.

Pengakuan Jenna membuat pikiran Jagat langsung buram. Dia marah atas kebohongan wanita itu. Jagat tak tahu harus bagaimana. Akhirnya, dia melampiaskan dengan cara demikian, meskipun yang dilakukannya akan sangat berakibat fatal bagi Jenna.

“Kumohon, Sayang. Berikan aku kesempatan untuk bertemu Sakha. Jangan mencampuradukkan masalah. Aku tahu kamu pasti marah atas kebohonganku. Namun, ini ….” Jenna tak melanjutkan kalimatnya, berhubung mereka telah tiba di kantor polisi.

"Turun!"