Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. Hidup Kembali
Suara tembakan bergema di udara, mengiris malam yang sunyi. Nafasnya tersengal, tubuhnya tertatih di lorong sempit yang dipenuhi darah dan bau mesiu. Tangannya menekan luka di perut, mencoba menahan aliran cairan hangat yang terus merembes keluar.
"Apa aku akan mati di sini?"
Pikiran itu melintas di benaknya saat langkahnya melemah. Misinya telah gagal. CAI (Central Agency of Intelligence) memercayainya untuk menyusup, mengumpulkan informasi, dan keluar tanpa jejak. Tapi kali ini, ia yang menjadi target. Mereka sudah tahu siapa dirinya sejak awal.
Tubuhnya ambruk. Matanya berusaha tetap terbuka, tetapi kesadarannya memudar. Dari kejauhan, suara langkah kaki mendekat. Wajah musuhnya kabur di antara cahaya redup dan darah yang mengalir ke pelupuk matanya.
“Tidurlah dalam damai, agen…”
Suara itu adalah hal terakhir yang dia dengar sebelum peluru terakhir menghujam dadanya.
...***...
Saat ia membuka mata, hal pertama yang ia rasakan adalah udara hangat yang menyentuh kulitnya. Cahaya keemasan menyusup di sela dedaunan hijau yang menjulang tinggi. Angin sejuk berembus, membawa aroma tanah basah dan bunga liar.
Matanya membelalak. Ini bukan tempat di mana ia seharusnya berada.
Di mana gedung-gedung beton dan suara lalu lintas? Di mana laboratorium, senjata, dan layar komputer yang biasanya memenuhi dunianya?
Ia mencoba duduk, namun segera menyadari ada yang aneh. Tubuhnya terasa ringan, tetapi ada sesuatu yang berubah. Rambut panjang tergerai melewati bahunya, jatuh lembut hingga menyentuh tanah. Ia menatap tangannya, jari-jarinya ramping dan lebih halus dari sebelumnya. Saat ia menyentuh wajahnya, kulitnya terasa lebih lembut.
Jantungnya berdebar saat ia mencari sumber refleksi. Air jernih di dekatnya menunjukkan wajah yang asing… tetapi sekaligus familiar.
Rambutnya berwarna perak kebiruan, panjang dan berkilau seperti sutra. Matanya berwarna emas pucat, bersinar seperti matahari fajar. Wajah itu… bukan miliknya. Namun, di saat yang sama, ia mengenali bentuknya.
Ia menelan ludah. "Apa yang terjadi padaku?"
Ia menoleh ke bawah, melihat tubuhnya terbungkus kain tipis berwarna putih gading. Kulitnya lebih pucat dari biasanya, tetapi tetap memiliki sedikit rona emas khas manusia. Lalu, sesuatu yang lebih mengejutkan muncul dalam pandangannya.
Telinga.
Panjang. Lancip.
"Elf?"
Dunia seakan berputar. Ia menyentuh telinganya, mengelusnya perlahan untuk memastikan ini bukan ilusi. Tetapi semuanya nyata.
Ia mencoba mengingat hal terakhir yang terjadi. Ia ingat misi, ingat gagal, ingat tubuhnya tertembak. Ia seharusnya mati.
Tetapi sekarang…
Ia tidak hanya hidup, ia hidup dalam tubuh yang bukan miliknya.
...***...
Kakinya beranjak, berusaha berdiri meski masih goyah. Hutan di sekelilingnya tampak asing. Pepohonan tinggi menjulang, berkilauan seakan memancarkan cahaya mistis. Burung-burung dengan bulu keperakan beterbangan, dan suara aliran sungai terdengar dari kejauhan.
Bukan hanya tubuhnya yang berubah, tetapi dunia ini juga bukan dunia yang ia kenal.
Ia mulai berjalan, mencoba memahami situasinya. Langkahnya masih ragu, tetapi instingnya tetap terasah. Dalam pikirannya, hanya ada satu pertanyaan:
"Jika aku bukan lagi diriku yang dulu… lalu siapa aku sekarang?"
Jawaban itu datang lebih cepat dari yang ia kira.
Saat ia berjalan melewati hutan, memori asing mulai mengalir masuk. Kenangan yang bukan miliknya—tetapi juga terasa akrab—berusaha merasuk ke dalam pikirannya.
Nama.
Status.
Dosa.
Ia bukan sembarang elf. Ia adalah Seraphina Duskbane, seorang setengah-elf, anak hasil hubungan terlarang antara seorang bangsawan manusia dan seorang elf agung. Darahnya adalah aib bagi kedua ras, terlalu manusia bagi para elf, tetapi terlalu mistis bagi manusia.
Dan yang lebih buruk lagi… ia bukanlah karakter utama dalam dunia ini.
Ia adalah antagonis utama, seorang wanita yang ditakdirkan untuk mati dengan tragis di tangan sang pahlawan.
Tubuhnya terasa membeku. Ia mengenal nama itu. Seraphina Duskbane adalah karakter dalam kisah yang pernah ia baca. Seorang wanita kejam, haus kekuasaan, dan penuh kebencian yang akhirnya dihancurkan oleh protagonis.
Tetapi sekarang, ia ada di dalam tubuh itu.
Ia mengepalkan tangan. Takdir ini bukanlah sesuatu yang akan ia terima begitu saja.
"Jika dunia ini ingin menjadikanku musuh, maka aku akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan."
.
.
.
Seraphina Duskbane berdiri tegak di tengah hutan yang sunyi, pikirannya berputar seperti badai.
Mengapa ia terbangun dalam tubuh ini? Dan yang lebih penting, bagaimana mungkin tubuh ini kosong hingga ia bisa menempatinya?
Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Jika ini adalah dunia dalam kisah yang ia kenal, maka berarti segala sesuatu yang terjadi memiliki pola yang bisa dipahami. Dalam novel, Seraphina Duskbane dikenal sebagai sosok antagonis yang kejam dan haus kekuasaan, seorang wanita setengah-elf yang menentang takdirnya dengan segala cara. Namun, meskipun dikenal jahat, tidak banyak yang tahu alasan mengapa Seraphina menjadi seperti itu.
Seraphina mengerutkan kening. Novel yang ia baca hanya menampilkan sudut pandang protagonis. Tidak ada satu pun bagian yang mengungkapkan bagaimana Seraphina merasakan hidupnya sendiri.
"Jika aku ada di sini sekarang… lalu di mana Seraphina yang asli?"
Seketika, rasa dingin menjalar di tubuhnya. Ia mulai merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar reinkarnasi biasa.
Jika tubuh ini kosong saat ia terbangun, maka ada dua kemungkinan: entah Seraphina Duskbane memang telah mati dan tubuh ini dibiarkan tanpa jiwa… atau Seraphina dengan sengaja meninggalkan tubuhnya.
Pikiran itu membuat Seraphina tercekat. Mengapa seseorang memilih meninggalkan tubuhnya sendiri?
Kemungkinan itu membawa pertanyaan baru. Apakah Seraphina Duskbane benar-benar sosok yang sejahat yang dikatakan dalam kisah tersebut?
Seraphina memejamkan mata dan mencoba menyelami ingatan tubuh ini. Ia berharap ada sesuatu yang tertinggal—sebuah jejak, perasaan, atau memori yang bisa membantunya memahami nasib pemilik tubuh ini sebelumnya.
Pada awalnya, yang ia rasakan hanyalah kegelapan. Lalu perlahan, suara samar mulai muncul.
"Aku… lelah…"
Suara itu terdengar seperti bisikan. Lirih. Putus asa.
"Aku tidak ingin terus berjuang hanya untuk berakhir terbunuh…"
"Jika ada yang bisa menggantikanku… jika ada yang bisa melawan takdir ini… ambillah tubuh ini."
Seraphina membuka matanya dengan napas memburu. Ia merasakan gelombang emosi yang begitu kuat mengalir dalam dirinya. Ini bukan sekadar teori—Seraphina yang asli memang telah menyerahkan tubuhnya.
Mungkin ia tidak membenci dunia ini, tapi dunia ini telah terlalu lama membencinya.
Seraphina Duskbane yang dulu pasti sudah mencoba segala cara untuk melawan takdirnya. Tetapi ketika semua jalan tertutup dan tidak ada pilihan lain selain mati, ia memilih jalan lain, menghilang, dan membiarkan seseorang yang lebih kuat mengambil alih.
Dan orang itu adalah dirinya.
Seraphina mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kebencian atau ambisi. Ada kesedihan yang terpendam dalam diri pemilik tubuh ini.
"Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini," pikirnya. "Jika kau menyerahkan tubuhmu kepadaku, maka aku akan memastikan bahwa dunia ini tidak akan bisa menghancurkan kita lagi."
Tatapan matanya berubah dingin. Ia tidak tahu berapa banyak musuh yang harus ia hadapi atau berapa banyak rahasia yang harus ia bongkar, tetapi satu hal pasti:
Seraphina Duskbane tidak akan lagi menjadi korban dari permainan ini.
Ia akan mengendalikan takdirnya sendiri.
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲