Tuhan menciptakan rasa cinta kepada setiap makhluknya. Jika cinta itu tak bersambut atau tak terbalaskan, apakah itu salah cintanya?
Akankah sebuah hubungan yang terlalu rumit untuk di jelaskan akan bisa bersatu? Atau....hanya mampu memiliki dalam diam?
Hidup dan di besarkan oleh keluarga yang sama, akankah mereka mengakhiri kisah cintanya dengan bahagia atau....menerima takdir bahwasanya mereka memang tak bisa bersatu!
Mak Othor receh datang lagi 👋👋👋👋
Rishaka dll siap menarik ulur emosi kalian lagi 🤭🤭🤭
Selamat membaca ✌️✌️✌️
Kalau ngga suka, skip aja ya ✌️ jangan kasih rate bintang 1
makasih 🥰🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 07
"Abi mikirin apa sih?", tanya Riang. Bukannya menjawab, Syam justru merengkuh bahu istrinya agar lebih dekat. Saat ini keduanya sedang berada di ranjang dan bersiap untuk tidur.
"Mikirin anak kita."
"Ica sama Tata kenapa?", tanya Riang. Syam menghela nafas panjang beberapa saat sampai cerita itu mengalir begitu saja.
Riang menggeleng tak percaya. Tapi ini yang bercerita suaminya. Mana mungkin suaminya akan berbohong kan???
"Jadi...sebaiknya bagaimana ini, Bi?"
Syam mengusap bahu sang istri dengan lembut lalu mengecupnya pelan.
"Abi akan memberikan pengertian pada Ica, Mi. Insyaallah, sebelum semua terlambat!"
Riang membuang nafas panjang. Dia tak menyangka akan mendengar hal seperti ini. Rasanya tidak mungkin!
Tapi anak gadisnya memang selama ini tak pernah terdengar menyukai lawan jenis. Berbeda dengan Tata yang terang-terangan menyukai teman sekelasnya.
Ica memang ceria, tapi gadis itu pandai menutupi perasaannya. Mungkin bagi yang paham dan dekat dengan Ica pun, akan sulit membedakan apakah Ica sedang menghadapi masalah atau tidak.
💜💜💜💜💜💜💜
Tata mengucek matanya. Alarm yang ia setting jam tiga dini hari berbunyi. Gadis itu mematikan alarm nya lalu duduk bersandar headboard ranjang.
Gadis itu mengerjap pelan. Ia menatap ke samping kanan kirinya. Di samping kiri, Shaka masih tertidur pulas dengan bibi yang melongo.
Di samping kanannya, tepatnya di sofa sang kakak masih meringkuk dengan bantal guling yang hampir terjatuh.
"Sabodo teuing ah....!", gumam Tata yang beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi.
Sudah kebiasaan bagi Tata bangun jam tiga dini hari untuk solat sunah lalu di lanjutkan dengan belajar.
Awalnya ia terpaksa karena perintah abinya. Tapi makin dewasa ,Tata justru menikmatinya. Bahkan saat dia sedang halangan pun, gadis itu tetap bangun seperti biasa.
Tapi hal itu tak berlaku bagi Ica. Gadis itu memang agak susah jika di suruh bangun pagi. Padahal abinya sudah memaksa Ica agar bisa seperti Tata yang jauh lebih muda darinya.
Setengah jam berlalu, Tata yang masih memakai mukenanya menatap Ica dan Shaka bergantian.
"Pengen ngga peduli sih! Tapi kenapa malah kak Ica yang tidur di sofa? Kenapa om Aka malah ikutan tidur di kamar ku???", monolog Tata.
Lalu gadis itu pun melipat mukenanya. Seperti biasa, ia pun mengambil buku pelajaran yang akan di ajarkan hari itu.
💜💜💜💜💜💜💜💜
Azan subuh berkumandang. Tata memilih mengakhiri belajarnya. Ia pun membangunkan sang kakak.
"Kak, udah subuh! Bangun!", pinta Tata. Ica menggeliat pelan.
"Bentar lagi Ta. Kakak masih ngantuk!", gumam Ica.
"Ya udah...Tata panggil Abi aja buat bangunin Kakak!", ancam Tata. Mendengar Abi nya di sebut, reflek Ica pun duduk.
"Bangun nih! Puas??!!",Ica merasa kesal karena tidurnya di ganggu.
"Subuh dulu, gih! Tata mau ke dapur!", Tata pun beranjak meninggalkan Ica. Mata Ica tertuju pada Shaka yang masih mendengkur pelan.
Setelah itu, Ica justru menggelengkan kepalanya. Ia memilih bangkit dari sofa dan mengembalikan bantal ke ranjang.
Kamar mandi adalah tujuannya saat ini. Ia akan membersihkan diri sebelum menghadap yang maha kuasa pagi ini.
Selesai solat, Ica tak membangunkan Shaka. Ia memilih langsung menuju ke lantai satu dan membantu uminya menyiapkan sarapan.
💜💜💜💜💜💜💜
"Jadi gimana, Bi? Boleh ngga?", tanya Shaka.
"Teman yang mana sih, sampe kamu yang rekomend langsung sama Abi?",tanya Riang. Ica memilih melanjutkan sarapannya dan pura-pura tak mendengar obrolan mereka.
"Ada lah Miba'', jawab Shaka.
"Kalian satu jurusan?", tanya Abi. Shaka mengangguk pelan.
"Tapi memang kamu sendiri yakin kalau dia mau jadi staf biasa kaya kamu? Kamu yang bilang mau mulai dari bawah kan?"
"Yakin lah, Bi. Tujuannya ngga semata-mata cari uang. Dia juga mau belajar, gitu aja sih Bi!", jelas Shaka.
Syam menatap Ica yang sejak memulai sarapan terlihat selalu diam.
"Ica juga sudah memutuskan untuk bergabung di perusahaan umi?", tanya Syam. Ica mendongak perlahan.
Kalau Cyara jadi masuk ke perusahaan umi, demi menjaga kewarasan ku...apa aku milih magang di perusahaan Oma Helen ya??? Aku kan suka nulis juga kaya Abi??? Dari pada di sana aku....??? Ica bermonolg dalam hati.
"Ica....??!!", panggil Syam yang untuk ke sekian kalinya.
"Eh...ya Bi. Itu eum...kalo Ica magang di kantornya Oma Helen atau kantor Opa Glen, boleh kan?", tanya Ica sambil meringis.
"Kantor Opa berati satu kantor sama Abi!", kata Syam.
"Di kantor Oma Helen aja deh, Bi. Ica mau belajar juga di sana sama yang udah senior. Boleh ya, Bi?", tanya Ica dengan suara setengah memohon.
"Kamu tanya sendiri sama Oma deh kalau begitu. Kira-kira kamu mau di tempatkan di bagian apa!", kata Syam.
"Siap Abi...nanti Ica telpon Oma'', Ica tampak ceria memutuskan jawaban itu.
Shaka merasa jika Ica berbeda. Gadis itu seperti menghindar darinya.
"Oh iya, kemaren ngga jadi belanja. Gimana kalo nanti aku temenin ke mall! Kalo perlu aku yang traktir?!", kata Shaka.
Ica tersenyum tipis.
"Uum...aku udah mutusin buat sewa aja di butiknya Tante Ghalia. Lagian beli juga sayang banget, cuma sekali pakai doang kan?!", kata Ica.
Syam dan Riang menautkan kedua alisnya. Gadisnya tak mengatakan demikian sebelumnya. Dan entah sejak kapan, justru Ica memutuskan untuk menyewa di butik tantenya. Lebih tepatnya, butik mertua tantenya.
"Owh...ya kita jalan-jalan aja! Mungkin bisa ajak Gendhis dan Gilang."
Ica menoleh pada Shaka.
"Dan Cyara?", tanya Ica. Shaka mengangguk tersenyum.
Ica pun turut tersenyum, tapi Syam tahu senyuman putrinya berbeda.
"Kamu aja yang jalan sama Cyara, manfaatin waktu sebelum sibuk kerja. Aku mau...mau...ke kantor Oma Helen aja!"
Shaka semakin di buat bingung dengan sikap Ica.
"Biar Abi yang antar! Shaka kalau mau pakai mobil Ica, pakai aja!", kata Syam. Shaka pun hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"Ica...ke atas dulu!", kata Ica yang menyelesaikan sarapannya lebih dulu di banding yang lain.
Tata menaikan salah satu alisnya.
"PMS kali tuh kak Ica ya??? ", gumam Tata.
"Udah Ta, habisin makannya!", tegur Riang. Tata pun melanjutkan sarapannya.
💜💜💜💜💜💜💜💜
"Lho....Bi? Kok ngga ke kantor Oma?", tanya Ica saat menyadari mobil mereka tak ke arah kantor penerbit milik Oma Helen.
"Abi pengen ngopi!", jawab Syam.
"Ngopi? Sejak kapan Abi teh ngopi ehehehe ada-ada aja!", sahut Ica terkekeh.
"Ya ngga harus minum kopi juga kan? Bisa aja sejenisnya!"
Ica menatap abinya. Gadis itu memang sangat dekat dengan abinya. Ya...ayah adalah cinta pertama seorang anak perempuan. Dan Ica pernah berpikir jika ia ingin memiliki pasangan seperti abinya.
Mobil itu terparkir di sebuah warung kopi, ingat warung kopi bukan kafe!! Mana ada kafe buka jam setengah delapan pagi kan...??
"Warkop Bi?", tanya Ica saat mobil abinya berhenti di sebuah warkop.
"Huum, Abi dengar burjo di sini enak lho!", jawab lelaki tampan itu.
"Tadi kita kan udah sarapan ,Bi? Nanti kalo ketahuan umi kita masih jajan habis sarapan, bisa perang dunia lho!", kata Ica. Syam terkekeh pelan. Dia turun dari mobil di ikuti so sulung.
Setelah sama-sama di luar, Syam menggandeng tangan putrinya memasuki warkop yang cukup ramai tersebut.
Pemandangan yang cukup aneh karena penampilan Syam dan Ica rasanya tak cocok untuk mampir ke warkop seperti ini.
"Burjo dua ya bang! Yang satu jangan pakai santan! Ganti susu aja!", pinta Syam pada pelayan warkop.
"Abi tahu aja Ica ngga makan santan-santanan heheh!", kata Ica.
"Jelas Abi tahu, apa sih yang Abi ngga tahu dari anak-anak Abi heum....!", Syam mengusap puncak kepala putri sulungnya.
"Heheheh ...!"
"Ayo di makan, mumpung masih hangat!", pinta Syam. Gadis itu pun menuruti perintah abinya.
Makanan itu pun sedikit demi sedikit habis. Dan setelah benar-benar habis, Syam baru mengajak Ica untuk berbicara dari hati ke hati.
"Boleh Abi tanya sesuatu ?"
"Tanya aja Bi!", jawab Ica dengan mimik wajah yang riang tidak seperti saat di rumah tadi.
"Apa putri Abi ini sudah pernah merasakan jatuh cinta? Punya perasaan terhadap lawan jenis?", tanya Syam.
Ica menolehkan kepalanya perlahan.
"Maksud Abi?", tanya Ica. Syam menggenggam tangan Ica.
"Jatuh cinta memang ngga salah Ca. Itu fitrahnya manusia."
Ica mengerutkan alisnya.
"Abi...ngomong apa sih?", tanya Ica penasaran.
"Tolong ...dengarkan abi baik-baik!", kata Syam sambil menekan pelan bahu putri sulungnya.
"Jangan pupuk perasaan itu! Karena kamu sendiri sadar, itu salah Ca!", kata Syam lirih.
Syam tahu, ucapannya akan menghancurkan hati putrinya. Tapi ini jauh lebih baik dari pada perasaan yang salah itu semakin dalam.
"Abi...tahu?", tanya Ica lirih dengan mata berkaca-kaca. Syam mengangguk.
"Maaf kalau Abi lancang, Abi tidak sengaja membaca.....''
Obrolan ayah dan anak itu terus berlanjut. Sebenarnya, kalau Ica mau dia bisa saja menumpahkan tangisnya.
Tapi ia malu dan cukup tahu diri. Tak sepantasnya dia seperti itu.
Syam merengkuh bahu gadis kecilnya dan meninggalkan kecupan di puncak kepala Ica.
"Percaya sama Abi, semua akan baik-baik saja!", kata Syam. Ica yang pandai menyimpan air matanya hanya mengangguk pelan.
Dia tahu, tidak ada yang bisa ia tutupi dari abinya. Termasuk perasaannya yang salah!!!
💜💜💜💜💜💜
Masih menunggu kah???
Di tempat kalian lagi musim apakah?
Di tempat othor lagi musim hujan, musim jeruk nipis yang ngga habis-habis. Musim nangka sama kelengkeng, Alhamdulillah 😄
Terimakasih 🤭🙏✌️
kasian deh lo dianggap besti... 🤣🤣🤣🤣🤣
gilang said kena deh gue sama emak emak julid...
..