Ruby Lauren dan Dominic Larsen terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Apakah mereka akan berakhir dengan perpisahan? Atau sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah dan Api
Malam itu dingin dan suram, cocok dengan suasana hati Dominic yang sedang memuncak. Dalam mobil hitam yang melaju kencang menuju markas keluarga Larsen, Dominic memeriksa senjatanya dengan teliti. Senapan di pangkuannya sudah terisi penuh, sementara pistol di pinggangnya siap untuk digunakan kapan saja.
Di sampingnya, ada Andrew, anak buah di markas yang dia percayai. "Kita akan menghadapi pertahanan berat, Tuan Dom," kata Andree, sambil memeriksa peta digital di tablet. "Markas Larsen dijaga ketat. Ada lebih dari dua puluh penjaga bersenjata."
Dominic menatap layar itu dengan dingin. "Aku tidak peduli berapa banyak mereka. Aku ingin kedua mertuaku keluar dari tempat itu hidup-hidup. Aku sudah berjanji pada istriku bahwa aku bisa menyelamatkan mereka berdua."
Andrew mengangguk. Dia tahu, tidak ada gunanya berdebat dengan Dominic ketika pria itu sudah memutuskan sesuatu.
Mobil terus melaju. Sepanjang perjalanan, Dominic terus memikirkan setiap rencananya, berharap semuanya lancar.
**
Mereka tiba di dekat markas Larsen, sebuah rumah besar yang tersembunyi di balik pagar tinggi dan deretan pohon tua. Dominic memberi isyarat pada anak buahnya untuk menyebar. Mereka bergerak seperti bayangan, tanpa suara, menyusup melalui celah-celah pertahanan.
"Hati-hati, Tuan," bisik Andrew, Dominic hanya mengangguk menanggapinya.
Ketika Dominic masuk ke dalam, suasana menjadi mencekam. Lampu-lampu redup menerangi lorong panjang yang penuh dengan penjaga. Tanpa ragu, Dominic mengangkat senapan dan menembak penjaga pertama di depannya. Tubuh pria itu jatuh dengan suara berat, membuat yang lainnya bereaksi.
"Ada penyusup!" seru salah satu penjaga, tetapi dia tidak punya waktu untuk berbicara lebih banyak sebelum peluru Dominic menghentikannya.
Pertarungan berlangsung sengit. Dominic memimpin anak buahnya dengan keberanian luar biasa, sementara penjaga Larsen yang tersisa melawan Andrew dengan putus asa. Tembakan, jeritan, dan suara tubuh jatuh memenuhi rumah itu.
Di sebuah ruangan kecil di lantai bawah, Dominic menemukan kedua mertuanya, terikat di kursi dengan kondisi yang mengenaskan. Wajah mereka lebam, tetapi mereka masih hidup. Ruby pasti akan sangat sedih jika dia datang terlambat.
"Ruby akan senang melihat kalian," kata Dominic dengan suara pelan, tetapi tegas. Dia memotong tali yang mengikat mereka, lalu memanggil dua anak buahnya. "Bawa mereka keluar sekarang. Pastikan mereka aman."
Sebelum Dominic sempat keluar dari rumah itu, suara ledakan dari luar membuatnya terhenti. Terdengar suara mobil-mobil berhenti dengan kasar di depan rumah.
"Tuan Dom, Paul menemukan kita," kata Andrew, muncul di sisinya dengan wajah tegang.
Dominic tersenyum tipis, senyumnya berbahaya. "Bagus. Aku sudah menunggu ini."
Paul Larsen berdiri di depan rumah itu, dikelilingi puluhan anak buah bersenjata lengkap. Tatapannya gelap, penuh kebencian, tetapi ada sesuatu yang dingin dalam caranya berdiri. Dia melihat rumahnya yang kini penuh dengan kerusakan akibat pertempuran.
"Dominic!" serunya, suaranya menggema di udara malam. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku begitu saja? Aku ayahmu! Kau tidak akan pernah bisa menyingkirkan darahku dalam dirimu! Aku yang akan melenyapkan mu malam ini! Kau pantas mati, Dominic!"
Di dalam rumah itu, Dominic mendengar teriakan itu, tetapi dia tidak terpengaruh. "Andrew, persiapkan orang-orang kita. Ini saatnya mengakhiri semua ini."
Ketika Paul memerintahkan anak buahnya untuk menyerbu masuk, Dominic sudah siap. Pertempuran sengit kembali meletus, kali ini lebih brutal daripada sebelumnya. Dominic dan anak buahnya bertahan dengan strategi yang sempurna, memanfaatkan setiap sudut rumah sebagai perlindungan.
Paul, yang berpikir bahwa jumlahnya lebih unggul, mulai kehilangan kendali ketika satu per satu anak buahnya tumbang. Dominic bergerak seperti bayangan, membunuh dengan presisi dan tanpa belas kasihan.
Paul terluka pada bagian perutnya akibat sayatan dari Dominic. "Kau akan membunuh ayahmu!?"
"Tentu saja, kau bahkan tidak segan membunuh putramu, bukan!?" balas Dominic.
Paul tertawa dengan raut wajah penuh kebencian. "Itu karena kau pantas mati!"
"Kau juga pantas mati!" balas Dominic.
Paul kembali menyerang Dominic dengan sisa-sisa kekuatannya. Begitu juga dengan Dominic, dia tidak akan membiarkan dirinya kalah.
Ketika pertempuran berakhir, hanya Dominic yang berdiri, tubuhnya berlumur darah musuh. Di depannya, Paul berlutut, terluka parah.
"Kau membunuh mereka semua," desis Paul, darah mengalir dari sudut bibirnya. "Bahkan keluargamu sendiri." Suara Paul meninggi saat melihat jasad kedua anaknya yang berada tidak jauh darinya.
Tak hanya itu, istrinya Paul juga menjadi sasaran, anak buah Dominic menemukan mereka ada di dalam mobil, sepertinya baru pulang dari pesta.
Dominic mendekat, menatap ayahnya dengan dingin. "Kalian bukan keluarga. Kalian adalah racun yang selalu ingin membunuhku!"
Paul tertawa lemah. "Jika kau membunuhku, Dominic, kau akan sama seperti aku."
Dominic tidak menjawab. Dia hanya mengangkat pistolnya dan melepaskan tembakan terakhir, mengakhiri hidup Paul Larsen.
"Aku tidak mau menampung racun lebih lama, Ayah!" ucapnya dingin, sorot matanya terlihat tidak ada pengampunan lagi.
Dominic berdiri di depan rumah yang kini kosong, hanya dihuni oleh bau darah dan kehancuran. Di pikirannya, dia hanya ingin kembali ke Ruby yang sedang mengandung anak mereka, melupakan semua yang terjadi malam ini.
"Tuan Dom, kedua mertuamu sudah berada di dalam mobil," kata Andrew.
Dominic mengangguk. Dia segera masuk ke dalam mobil dan meminta sopir membawa mereka ke rumah sakit.
"Aku akan memberitahukan kepada Ruby bahwa orang tuanya sudah ditemukan," gumam Dominic.
...****************...
baru kali ni aku julid di lapak Cici /Grin//Grin/ maafkan aku yaa author kesayangan 😘