Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percaya Laura
“Laura ... Laura ... Kamu tak mungkin pergi dariku kan, Laura? Tolong bilang semua ini hanya sebuah kebohongan ... Aku tak ingin kita berpisah, Laura. Aku ingin kamu selalu ada di sisiku ....”
Aku menggumam nama Laura sembari terus berlari menuju kastil. Aku jelas tak percaya dengan tulisan dan foto yang telah aku lihat di dalam dungeon itu, makanya aku ingin segera menemui Laura untuk menanyakan secara langsung.
Aku bahkan pergi meninggalkan Catrine dan Helena demi bisa menemui Laura cepatnya, sejujurnya aku sangat tak rela kalau Laura benar-benar pergi dari kehidupanku.
Setiap kenangan indah bersama Laura pun seketika membayang di dalam benakku sepanjang aku berlari. Sosoknya yang sangat cantik dengan tubuh montoknya sungguh tak akan pernah bisa aku lupakan sampai kapan pun. Belum lagi permainan liarnya di atas ranjang yang bisa membuatku kelabakan hingga mendapatkan banyak kenikmatan.
“LAURA! DI MANA KAMU LAURA? LAURA ....”
Aku langsung berteriak kencang setibanya di halaman kastil, membuat semua penghuni di sana tertarik akan suaraku. Namun, aku tidak menggubris mereka, dan terus saja berlari hingga masuk ke dalam kamar Laura.
“Laura ....” Aku mematung seketika saat melihat pemandangan di dalam kamar ini. Kamar yang biasanya dipakai Laura untuk istirahat telah berubah menjadi sebuah kamar kosong.
“Apa yang terjadi? Aku nggak salah masuk kamar, kan?” tanyaku kebingungan, sontak melihat kembali ke arah pintu kamar untuk memastikan.
“Apa yang terjadi, Tuan Muda? Kenapa Anda panik begitu?” suara Melvin tiba-tiba menggema dari belakang ku.
“Laura, apa kau melihat Laura? Aku tak bisa menemukan Laura di mana-mana,” sahutku masih dengan suara panik.
“Laura?” ulang Melvin sembari mengerutkan kening.
“Maaf, Laura mana yang Tuan Muda maksud? Apakah Laura dari kota River?” tanya Melvin menyebut anak Anderson.
Aku terdiam usai mendengarnya, merasa ada yang salah setelah melihat ekspresi kebingungan yang terpancar dari wajah Melvin. Perasaan sangat buruk pun kian menjalar di dalam hatiku seakan aku tak akan pernah bisa melihat Laura lagi.
“Laura ibu tiriku, masa kamu nggak tahu sih? Tolong jangan bercanda Melvin, atau aku akan menghajarmu,” ujarku kesal sendiri jadinya.
“Saya sungguh minta maaf, Tuan Muda. Saya tak tahu dengan ibu tiri yang dimaksud Tuan Muda. Saya justu baru tahu kalau Tuan Muda punya ibu tiri,” jelas Kevin tampak sangat jujur.
“Tak mungkin, ini benar-benar tak mungkin. Jangan bilang Laura sudah menggunakan sihir kuat untuk mengubah ingatan semua orang,” gumamku seraya berjalan kembali ke ruang utama.
Aku segera mengumpulkan semua orang di sana, termasuk para ksatria yang bertugas menjaga keamanan kastil. Aku tanya mereka satu demi satu, berharap akan mendapatkan informasi dari mulut mereka.
Sayangnya, aku tak bisa menemukan jawaban apa pun dari orang-orang itu, seketika membuatku sangat kecewa akan kejadian di luar dugaan ini.
‘Pantas saja Laura menyuruhku pergi ke dalam dungeon itu, dia mungkin ingin menunjukan rahasia terbesarnya di sana sekaligus ingin memberikan kekuatan lima goblin padaku. Tapi, buat apa Laura melakukan semua itu? Juga, siapa sebenarnya Laura?’ batinku bertanya-tanya seraya berlalu ke dalam kamarku.
Kini aku hanya ingin menenangkan hatiku hingga benar-benar siap menerima fakta ini, karena aku tak mungkin terus larut dalam kesedihan setelah ditinggal pergi Laura.
Wush!
Hembusan angin kencang tiba-tiba menerpa tubuhku, samar-sama aku lihat sosok Laura sedang berdiri di dekat jendela kamarku.
“Laura ....” teriak ku, buru-buru berlari ke tempat Laura.
Namun, aku tak dapat menemukan apa-apa di sana selain hembusan angin kencang yang terus masuk lewat celah jendela.
“Sial, aku sepertinya terlalu banyak berharap,” gerutuku saat sadar akan ilusi barusan, mau tak mau harus kembali bersedih karena tak bisa melihat sosok Laura lagi.
Aku lalu duduk di kursi sembari melihat foto keluarga Laura, aku mencoba mencari tahu asal usul keluarga Laura dan berniat menemuinya lagi suatu hari nanti.
Bagaimanapun, hanya foto ini satu-satunya petunjuk yang aku miliki saat ini. Aku tak punya pilihan selain menanyakan langsung kepada orang-orang kerajaan tentang identitas asli keluarga Laura.
Ya, semoga saja Laura tidak mengubah ingatan baginda Ratu, Maria atau Aluna, setidaknya aku masih punya harapan dari mulut mereka.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan tiba-tiba terdengar saat aku semakin terlarut dalam lamunan.
“Brian, apa kamu ada di dalam kamar? Bolehkah kami masuk ke dalam?” Suara Catrine dan Helena mengikuti kemudian.
“Masuk saja,” sahutku dengan suara malas. Kini aku sedang tak mood untuk ketemu siapa-siapa meski yang datang kedua wanitaku.
“Apa yang terjadi, Brian? Kenapa kamu meninggalkan kami di dalam dungeon?” tanya Catrine setibanya di sisiku.
“Iya, ada apa sih? Kamu kok kelihatan panik banget waktu pergi dari dungeon tadi?” sambung Helena dari sisi lain.
Aku melihat wajah Catrine dan Helena secara bergiliran, tahu kalau kedua gadis ini sangat mengkhawatirkan kondisiku setelah pergi dari dungeon.
“Tak ada apa-apa kok, aku buru-buru pulang karena ingin ketemu Laura,” jawabku tanpa sadar.
“Laura? Siapa Laura?” tanya Catrine dan Helena bersamaan. Mimik keduanya tampak sangat curiga.
Aku sudah menduga kalau kedua gadis ini juga sudah kehilangan ingatan tentang Laura, makanya mereka langsung bertanya saat aku menyebut nama Laura barusan.
“Ah, bukan siapa-siapa. Laura itu anaknya Pak Anderson. Aku baru ingat kalau Pak Anderson ingin menitipkan Laura di kastil ini untuk belajar tentang cara menjadi seorang pelayan dari keluarga bangsawan. Jadi, aku buru-buru kembali karena takut tak sempat ketemu sama Laura,” jelasku berbohong kepada Catrine dan Helena.
“Oh begitu, kirain ada perlu apa,” tanggap mereka bersamaan, lalu merebahkan tubuh di atas ranjangku.
Omong-omong, Catrine dan Helena sudah terbiasa hidup bebas di kastil ini, mereka juga sudah terbiasa tidur di atas ranjangku meski aku belum menyuruh mereka.
Terkadang aku suka langsung menyetubuhi mereka kalau sudah memasang pose menggoda seperti itu. Dan pertempuran kami biasanya akan berlangsung cukup lama hingga kami benar-benar merasa puas.
Hanya saja aku sedang tak bergairah untuk bersetubuh dengan kedua wanitaku saat ini. Pikiranku masih tertuju kepada Laura dan berharap bisa bertemu dengan Laura lagi.
Aku sendiri belum mau mengakui kalau aku sudah jatuh cinta kepada Laura, cuman keberadaan Laura sudah menempel kuat di dalam lubuk hatiku sehingga tak mungkin bisa aku lupakan begitu saja.
Pluk!
Selembar kertas tiba-tiba menempel di wajahku setelah terbawa masuk oleh angin lewat celah jendela kamar. Sontak membuatku sangat terkejut akan kemunculan benda yang tak pernah disangka-sangka ini.
[Maaf bila aku pergi dengan cara sangat hina , aku sungguh tak sanggup bila harus berpisah denganmu menggunakan cara seperti biasa. Juga, aku minta maaf karena sudah merahasiakan identias asliku dari semua orang.]
[Aku pergi bukan berarti aku ingin meninggalkanmu, sejujurnya aku sangat ingin bersamamu, bercinta denganmu dan membesarkan anak kita hingga tua nanti. Tapi, aku tak bisa melakukan semua itu karena aku tak layak mendapatkannya.]
[Aku hanya seorang penyihir rubah sangat licik yang memiliki tujuan untuk membawa benih dari keturunan pahlawan. Dan sekarang aku sudah mendapatkan benih itu darimu, yang berarti misiku telah selesai di benua Roxane, dan aku harus kembali ke rumah keluargaku di benua kegelapan untuk memenuhi takdirku.]
[Sekali lagi, aku ingin ucapkan permintaan maaf ini padamu, Brian. Aku harap kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti, dan aku pastikan kamu akan selalu menjadi satu-satunya pria yang paling aku cintai dalam hidupku.]
Aku membaca surat dari Laura dengan mata berkaca-kaca, hatiku seketika terasa sakit setiap kali membaca tulisan indah dari wanita setengah rubah itu.
Seandainya aku punya kekuatan untuk menemukan keberadaan Laura, aku pasti akan langsung mengejarnya dan memeluknya agar ia tidak jadi pergi ke tempat asalnya.
Aku jelas tak rela kalau harus berpisah dengan cara seperti ini, terlebih aku belum sempat memberikan banyak kebahagiaan kepada Laura.
Apalah daya, aku hanya seorang anak berusia lima belas tahun sekarang, kekuatanku juga masih belum cukup untuk menguak semua misteri yang ada di dunia ini.
Jangankan untuk membawa Laura kembali ke dalam pelukanku, aku bahkan ragu bisa menjadi ksatria sihir terkuat seperti Tuan Argus alias ayah si Brian.
Brugh!
Aku tiba-tiba merebahkan diri di tengah ranjang bersama Catrine dan Helena, soalnya kepalaku akan terasa sangat pusing kalau harus memikirkan masalah Laura. Lebih baik aku nikmati saja dulu kehidupan berasma kedua wanita ini, kemudian tumbuh lebih kuat agar aku bisa bertemu Laura lagi suatu hari nanti.
Aku percaya takdir akan membawaku ke tempat Laura, dan aku juga percaya kalau Laura akan setia menungguku hingga aku berhasil menemukannya.
...