Sequel dari Novel The Prisoner of mafia
Quen adalah seorang penari erotis yang terkenal di klub malam New York. Dia hanya menawarkan jasa menari, namun banyak lelaki yang terpesona padanya. Di negara lain, dia adalah gadis keluarga konglomerat yang lari dari rumah untuk menghindari perjodohan, dirinya cantik, mulia dan susah didekati.
Pada malam yang penuh gairah, Mike terpikat oleh gadis berpoteng, mereka melewati satu malam bersama, namun pada besok paginya gadis itu sudah menghilang.
"Temukan gadis itu!" Mike dengan gila memerintah pada semua anak buahnya.
Namun tidak disangka, gadis itu sudah pulang ke negaranya dan sedang mengandung seorang anak...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lena linol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Spesial
Beberapa hari kemudian. Mike dan Jeff terlihat sangat akrab setelah perusahaan mereka telah resmi menjalin kerja sama.
“Apa malam ini kamu punya waktu, Mike?” tanya Jeff kepada pria yang duduk tidak jauh darinya itu. Saat ini mereka sedang makan siang di sebuah restoran mewah yang letaknya tidak jauh dari perusahaan Jeff.
“Aku selalu mempunyai waktu senggang, apalagi setelah pulang bekerja aku tidak mempunyai kegiatan sama sekali,” jawab Mike tersenyum tipis.
“Kalau begitu apakah kamu mau makan malam di rumahku?”
“Oh ... tentu aku mau, Mr. Smith.” Mike menjawab dengan senyum yang berbinar di wajahnya. Inilah saat yang di nantinya sejak beberapa hari yang lalu.
Jeff merogoh kantong jasnya, kemudian ia mengambil sebuah sesuatu dari sana. “Ini alamat rumahku.” Jeff memberikan sebuah kartu nama yang juga tertera alamat rumahnya di sana.
“Thanks.” Mike menjawab sembari menerima kartu nama tersebut dengan hati yang sangat senang.
*
*
“Apakah di rumah ini akan ada acara?” tanya Quen kepada ibunya yang terlihat sibuk berada di dapur. Quen menutup hidungnya dengan salah satu tangannya, karena dia selalu merasa mual saat mencium aroma masakan, atau bumbu dapur lainnya.
“Hanya makan malam biasa, tapi kata Daddy makan malam ini sangat spesial,” jawab Safira sambil mengulek bumbu di atas cobek.
“Spesial? Tidak biasanya Daddy mengadakan makan malam spesial seperti ini.” Quen segera menjauh dari dapur menuju ruang tengah. Berada di dapur lama-lama membuat perutnya terasa bergejolak.
Quen mendudukkan diri di atas sofa sembari memijit pangkal hidungnya, kepalanya pusing dan perutnya semakin mual akibat berada di dapur tadi.
“Ya ampun, kenapa kamu menyiksa ibumu setiap hari? Seharusnya yang kamu siksa itu ayahmu.” Quen berbicara sembari mengelus perutnya yang masih rata.
“Paham atau tidak?! Jika tidak paham maka aku akan sangat marah kepadamu!” lanjut Quen masih mengelus perutnya dengan lembut, seolah sedang berbicara kepada janin yang dia kandung.
“Anda membutuhkan sesuatu Nona?” tanya seorang pelayan yang kebetulan melintas di ruang tengah dan tidak sengaja mendengar nona mudanya itu mendumel.
“Tidak, Bi, terima kasih,” jawab Quen seraya mengibaskan salah satu tangannya kepada pelayan tersebut, bertanda jika dia saat ini sedang ingin sendiri dan tidak ingin di ganggu.
Pelayan itu pun segera pamit undur diri dengan sopan, meninggalkan Quen sendirian di ruang tengah.
*
*
Malam hari sudah tiba. Quen malam itu di paksa berdandan oleh ibunya.
“Mom, aku sedang tidak suka berdandan atau pun memakai pakaian bagus!” rengek Quen sambil menepis tangan Safira yang mencoba untuk memoleskan bedak di wajahnya.
Safira menghembuskan nafasnya dengan kasar, berhadapan dengan ibu hamil memang membutuhkan kesabaran yang sangat banyak.
“Baiklah, kalau kamu tidak mau berdandan, tapi setidaknya kamu harus berganti pakaian. Tamunya sebentar lagi akan datang, masa kamu mau memakai daster seperti ini,” ucap Safira seraya menarik daster yang di kenakan oleh putrinya.
“Tidak mau! Aku nyaman dengan pakaian seperti ini Mom. Rasa itu adem dan juga semriwing.” Tolak Quen sambil mengerucutkan bibirnya sebal dan menyilangkan kedua tangannya di dada, persis seperti anak TK yang sedang merajuk kepada ibunya.
“Kamu kira kipas angin, adem dan semriwing!” Safira tidak habis pikir dengan sikap putrinya yang semakin aneh selama masa kehamilannya ini.
“Ya sudah kalau begitu, kamu jangan keluar dari kamar kalau tidak mau ganti pakaian! Tamu Daddy-mu ini sangat penting dan spesial jadi jangan membuat Mommy dan Daddy malu karena ulahmu!” Safira memperingati putrinya dengan tegas.
“Iya ... iya!” Quen menjawab dengan sebal.
‘Tamu spesial dan penting? Siapa dia? Sebelumnya Daddy tidak pernah mengadakan makan malam atau mengundang siapa pun ke rumah ini kecuali keluarga.’ Entah kenapa Quen menjadi sangat penasaran dengan tamu spesial ayahnya itu.