Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebaikan Erlangga
Di puskesmas
Erlangga menelpon sang Bunda untuk memberitahukan keadaan Neneknya. Winda cukup lega mendengar penjelasan Erlangga.
"Kamu jangan pulang sebelum Nenekmu sembuh ya, Bang."
"Iya, Bunda."
"Kalau Nenek mau, bawa saja ke sini, Bang."
"seorang dokter muda masuk ke ruangan Bu Fatimah untuk memeriksanya. Karena sudah waktunya diperiksa kembali. Dokter tersebut terkejut melihat keberadaan pria tampan di dalam ruangan Bu Fatimah.
"Permisi."
"Iya dok, Silahkan."
Dokter tersebut memeriksanya.
"Bagaimana Bu, apa masih sesak?"
"Sudah tidak, dok."
"Alhamdulillah... "
"Dok, bagaimana dengan Nenek saya?"
"Oh, anda cucunya?"
"Iya."
"InsyaAllah sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Ini nanti resep yang harus ditebus."
"Terima kasih, dok."
"Sama-sama."
Dokter pun keluar dari kamar Bu Fatimah.
Lagi-lagi Erlangga menjadi perbincangan perawat dan dokter di puskesmas tersebut. Apa lagi mereka melihat mobil Erlangga yang terparkir di halaman puskesmas. Mereka menduga-duga siapa Erlangga.
Erlangga ingin membawa Neneknya ke rumah sakit yang ada di kota. Namun Bu Fatimah menolak dengan alasan dirinya sudah lebih baik. Jadi, Erlangga hanya bisa menurutinya.
Sore harinya.
Bu Endang dan Aira benar-benar kembali ke puskesmas. Mereka membawa makanan untuk Erlangga dan Bu Fatimah.
"Maaf, Nak Er. Kami baru bisa kembali. Tadi masih ke sawah."
"Nggak pa-pa, mbah. Ini mbah dan Aira bawa apa? Kok repot-repot?"
"Nak Er pasti belum makan siang. Ini ada nasi, dadar jagung, sama sayur asem."
"Wah, pasti enak ini Mbah."
Erlangga pun menyantap makanan yang dibawa Bu Endang. Bu Fatimah tersenyum melihatnya.
Erlangga yang sederhana. Ia tidak pernah memilih makanan apa yang harus ia makan. Dari kecil ia sudah belajar dari sang Bunda untuk hidup sederhana. Yang penting makanan sehat dan bergizi. Meski ia sempat tinggal di luar negeri, tapi seleranya tetap Indonesia.
"Nenek mau makan juga?"
"Nanti malam saja. Tadi siang kan sudah, jatah dari puskesmas."
"Ya sudah."
Tidak lama kemudian ada beberapa tetangga Bu Fatimah yang datang menjenguk. Mereka membawa pisang susu untuk Bu Fatimah.
"Lho ini cucumu, Fat? Yang katanya kuliah di luar negeri itu toh?"
"Iya, itu cucuku."
"Owalah leh, ganteng tenan koe. Coba gelem karo putuku yo (coba mau sama cucuku ya)?" Sahut lainnya.
Erlangga hanya mengulum senyum mendengar perkataan mereka. Meski begitu ia masih sangat paham bahasa Jawa.
Karena banyaknya orang di dalam ruangan itu, Erlangga pun keluar sebentar untuk sekedar membeli minuman dingin di kantin puskesmas. Lalu ia duduk di kursi tunggu yang ada di depan kantin.Tidak lama kemudian, Erlangga melihat Aira keluar.
"Aira, mau kemana?"
"Eh, Mas. Itu mau beli air buat tamunya."
"Oh iya, aku lupa. Biar aku yang beli."
"Iya Mas."
Erlangga pun membeli air mineral untuk tamu Neneknya.
Setelah beberapa menit kemudian, mereka pun pamit pulang karena hari sudah sangat sore hampir Maghrib. Bu Endang pun juga pamit. Aira sudah menawarkan diri untuk menjaga Bu Fatimah malam ini, namun Erlangga menolaknya.
"Biar aku yang jaga Nenek. Besok pagi saja tolong ke sini gantiin aku sebentar. Aku ingin pulang ke rumah Nenek sebentar."
"Iya, Mas."
Setelah kepergian mereka, Erlangga kembali ke kamar Neneknya. Waktunya shalat Maghrib, Erlangga pun segera shalat. Ia shalat di Musholla puskesmas. Setelah shalat, ia menyuapi Neneknya.
"Sudah, Er. Nenek sudah kenyang. "
"Hem.. ya sudah. Ayo minum dulu."
Erlangga memberikan obat untuknya.
"Ee tangan Nenek sudah bisa digerakkan."
"Alhamdulillah kalau begitu. "
"Kalau bisa bilang sama dokternya Er, jangan lama-lama Nenek opnamenya. Nggak betah di sini, Er."
Erlangga tersenyum mendengar permintaan Neneknya.
"Kok malah senyum, Er?"
"Nenek kayak anak kecil. Tenang saja, kalau Nenek sudah benar-benar sembuh, pasti disuruh pulang."
Bu Fatimah pura-pura ngambek.
"Sudah adzan isyak, Er mau shalat dulu ya."
"Hem... "
Erlangga kembali pergi ke musholla untuk shalat.
Hari ini Erlangga menjadi trending di puskesmas tersebut. Pemuda sholeh, kaya raya, sopan dan tampan. Begitu kira-kira topik yang dibahas perawat dan dokter perempuan.
Setelah shalat, Erlangga cari angin sebentar. Ia duduk di depan musholla. Ia tidak sendiri, namun ada Bapak-bapak yang juga baru selesai shalat. Ia mengajak Erlangga ngobrol. Ternyata Bapak tersebut sedang menjaga istrinya yang sedang sakit asam lambung. Istrinya sudah lima hari dirawat namun belum ada perkembangan. Mau di bawa ke rumah sakit, ia tidak punya cukup uang. Meski biaya dijamin BPJS, namun untuk lainnya pasti butuh biaya. Apa lagi mereka punya anak yang masih kecil dan tidak bisa ditinggal kau kalau seandainya Ibunya opname di rumah sakit. Bapak tersebut bingung. Erlangga tidak tega mendengar cerita Bapak itu.
"Bapak, rumahnya di mana?"
"Sekitar satu kilo meter dari sini, Mas."
"Bapak saya ingin sekali membantu Bapak, tapi saya tidak punya cukup waktu. Begini saja... "
Erlangga mengeluarkan beneran lembar uang ratusan dari dalam dompetnya.
"Ini uang untuk Bapak. Besok bawa istri Bapak pulang dan berobat ke dokter spesialis di kota. Jadi istri Bapak tidak perlu opname."
"Ya Alkah, ini banyak sekali Mas."
"Nggak pa-pa Pak, mungkin ini cukup untuk berobat Ibu dan keperluan lainnya."
"MasyaAllah... mimpi apa saya semalam. Mas, Terima kasih banyak. Mas ini manusia apa malaikat?"
Bapak tersebut meraba tubuh Erlangga, ia takut Erlangga ini malaikat yang berubah wujud jadi manusia.
Erlangga menyentuh tangan Bapak itu.
"Pak, saya sama seperti Bapak."
"Tapi Mas ini baik sekali. Kita baru ketemu hari ini. Tapi Mas ini sudah memberi saya bantuan sebesar ini. Saya harus membalasnya dengan apa?"
"Cukup do'akan saja, Pak. Saya ke dalam dulu. Semoga istri Bapak segera sembuh ya."
"Sekali lagi, Terima kasih."
"Iya, Pak." Erlangga mengusap bahu Bapak itu lalu pergi masuk ke dalam.
Sampai di dalam kamar, ternyata Neneknya sudah terlelap. Mungkin pengaruh obat yang diminum. Untuk menemani kesendiriannya, Erlangga pun melihat-lihat handphone-nya. Ia tersenyum tatkala melihat foto kecilnya bersama sepupu-sepupunya.
"Si jutek. Apa kabarmu?" Lirihnya.
Tiba-tiba ada pesan masuk di handphonenya. Dan ternyata nomor baru.
💌+628585XXXXXX
Assalamu'alaikum.
Erlangga, ini saya Qonita. Maaf sudah mengganggu. Apa ada waktu untuk besok? Saya ingin minta bantuanmu.
Erlangga mengingat-ingat dari mana Qonita punya nomornya. Ia baru ingat kalau kemarin Pak Dion meminta nomornya.
^^^💌 Erlangga^^^
^^^Wa'alaikum salam^^^
^^^Maaf untuk besok saya tidak bisa. Saya sedang di luar kota sampai batas waktu yang tidak ditentukan.^^^
Qonita mengerutkan keningnya saat membaca balasan dari Erlangga. Ia bertanya-tanya dalam hatinya. Sebenarnya kemana dan ngapain Erlangga ke luar kota. Namun ia cukup tahu diri untuk tidak bertanya lebih jauh.
💌+628585XXXXX
Baiklah, kabari saja kalau sudah kembali. Save nomorku ya.
^^^💌Erlangga^^^
^^^Oke^^^
Setelah membalas pesan dari Qonita, Erlangga membenarkan selimut Neneknya. Kemudian ia menyandarkan diri di kursi. Malam ini ia akan tidur di kursi itu.
Bersambung....
...****************...
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka