NovelToon NovelToon
Sebatas Ibu Pengganti

Sebatas Ibu Pengganti

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / Ibu Pengganti / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:10M
Nilai: 4.8
Nama Author: embunpagi

Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.

Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.

Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.

Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.

Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Adhisty meringkuk di bawah selimut sembari terus menangis dalam diam. Beberapa saat yang lalu, Zayn pergi meninggalkannya begitu saja setelah Zayn menyemburkan benihnya entah yang ke berapa kalinya.

Seperti tisu yang habis di pakai langsung di buang, begitulah nasib Adhisty. Tanpa ada kata yang keluar dari mulut Zayn, pria itu pergi begitu saja setelah menutup tubuh Adhisty dengan selimut.

Setelah puas menangisi nasibnya, Adhisty bangun dan berusaha ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia berjalan tertatih karena perbuatan Zayn membuatnya kesakitan, terutama di daerah intinya.

Di kamar mandi, Adhisty melihat penampilannya yang acak-acakan dengan beberapa tanda merah di leher dan tubuhnya. Saksi bisu betapa buasnya perbuatan Zayn semalam. Adhisty menggosok dengan kasar tanda-tanda merah itu dengan tangannya, berharap tanda-tanda itu akan menghilang. Namun, tentu saja itu sia-sia.

Selesai mandi, Adhisty menyingkirkan sprei yang terdapat bercak darah dan menggantinya dengan sprei baru.

Adhisty kembali meringkuk di bawah selimut. Ia benar-benar merasa lelah dan sakit hampir di seluruh tubuhnya. Bukan karena di pukuli, melainkan efek dari malam pertamanya dengan Zayn semalam.

***

Esok hari...

Salwa tersenyum saat melihat Zayn ikut bergabung dengannya di meja makan. Namun, tidak seperti biasanya, pria itu acuh, bahkan tak memberikan ciuman di puncak kepalanya seperti biasa.

Salwa tahu, Zayn oasti marah dengannya. Namun, ia berusaha bersikap biasa saja dengan tetap melayani Zayn, mengambilkan nasi dan lauknya.

"Bi, tolong panggilkan Adhisty, ya?" suruh Salwa saat bibi melintas.

Mendengar nama Adhisty di sebut, membuat Zayn ingat pertempuran panas mereka semalam.

Bibi segera menuju kamar Adhisty. Setelah mengetuk beberapa kali dan tak ada jawaban, bibi terpaksa masuk karena pintunya juga tidak di kunci.

"Non, di suruh turun sama nyonya, buat sarapan," ucap bibi.

Adhisty yang semula memunggungi pintu menoleh. Karena melamun, Adhisty sampai tak menyadari kedatangan bibi.

"Aku belum lapar, bi. Nanti kalau sudah lapar baru makan," ucapnya.

"Apa nona sakit?" tanya bibi sembari berjalan mendekat.

"Hanya sedikit tidak enak badan aja, kok. Bibi bilang aja sama mbak Salwa, aku makannya nanti," ucap Adhisty.

Bibi menyentuh kening Adhisty, "Ya allah, non Dhisty demam. Bibi bilang sama tuan ya, non, sebentar!"

"Jangan Bi!" sergah Adhisty namun terlambat, bibi sudah keluar terlebih dahulu.

"Mana Dhisty, bi?" tanya Salwa. Zayn jug ikut penasaran kenapa Dhisty tidak ikut turun. Padahal sebelumnya wanita itu sudah mau ikut makan bersama di meja makan.

"Itu, tuan. Kata nin Dhisty belum lapar, nanti dia akan makam kalau sudah lapar. Non Dhisty demam sekarang,"

"Demam?" tanya Zayn.

Bibi mengangguk. Salwa melihat rekasi suaminya yang menurutnya berlebihan, "Nanti biar aku kasih di paracetamol, bang," ucapnya.

Zayn tak menyahut, ia memilih meneruskan makannya.

Salwa yang merasa tidak tahan didiamkan oleh Zayn pun meminta maaf, "Maafkan aku, bang. Abang pasti marah karena semalam. Aku melakukannya demi abang, Salwa mohon mengertilah,"

Zayn tak menjawab, daripada harus berdebat pagi-pagi, ia memilih berangkat ke kantor.

***

Salwa masuk ke kamar Adhisty. Adhisty langsung duduk.

"Aku bawakan sarapan buat kamu Dhisty, kamu makan ya. Aku juga bawakan paracetamol, kata bibi kamu demam?" ucap Salwa.

Bibi yang ikut Salwa menaruh nampan berisi sarapan dan paracetamol di atas nakas lalu pamit.

"Aku belum lapar, nanti kalau udah lapar aku makan. Mbak Salwa bisa tolong keluar? Aku mau istirahat, badanku rasanya sakit semua," ujar Adhisty.

"Tapi..."

"Mbak, tolong! Aku mau sendiri dulu. Aku udah nurutin maunya mbak, udah lakuin yang mbak suruh, tinggal tunggu hasilnya saja. Tolong mbak tinggalin aku!"

"Baiklah, Aku keluar. Tapi kamu jangan lupa makan dan minum obatnya!" ujar Salwa.

"Hem," sahut Adhisty.

Salwa memperhatikan Adhisty sejenak sebelum ia keluar, ia tak salah lihat. Leher Adhisty memang penuh tanda merah yang sudah di pastikan ulah suaminya. Sekuat apa Zayn melakukannya semalam hingga membuat Adhisty sampai demam. Salwa merasa sedikit sesak jika memikirkannya, apalagi Zayn jini tengah mendiamkannya. Tapi, demi memiliki anak, ia harus menekan perasaannya. Ia berharap setelah ini Adhisty segera hamil sehingga tak perlu lagi mereka melakukannya.

"Semoga anakku dan bang Zayn cepat tumbuh di rahim kamu, ya?" ucap Salwa.

Adhisty menanggapinya,"Tolong tutup pintunya lagi, mbak!" ucapnya lalu kembali berbaring memunggungi Salwa. Ia benar-benar masih merasa tidak enak badan.

***

Sementara di kantor, Zayn sedang memimpin rapat. Namun, pikirannya tidak ada di ruang rapat tersebut melainkan ia tinggal di rumah.

Alhasil, ia meminta sekretarisnya mencatat semua hasil rapat hari ini dan melaporkannya nanti.

Zayn kembali ke ruangannya meski rapat yang ia pimpin belum selesai. Percuma ia di sana kalau pikirannya ngeblank, hanya akan membuatnya malu karena terlihat bodoh di depan karyawannya sendiri.

Bukan tanpa sebab Zayn seperti itu, meski pikirannya menyangkal namun hati nuraninya tak bisa berdusta jika ia kepikiran soal Adhisty yang sedang demam. Dan kemungkinan besar demamnya di sebabkan olehnya.

"Apa aku melakukannya sangat kasar semalam, sampai-sampai demam seperti itu? Tapi, dia sepertinya juga menikmatinya semalam," gumamnya dalam hati, dan itu malah membuatnya kembali ingat dengan suara indah Adhisty yang mengalun memenuhi kamar semalam.

"Atau, memang dianya aja yang lemah," pikiran Zayn terus menerka-nerka.

Sudah berusaha masa bodoh, tapi tetap saja ia sedikit kepikiran. Mungkin sedikitnya ia merasa bersalah. Zayn, memijit pelipisnya yang terasa pening, mungkin efek dari obat yabg di berikan oleh Salwa semalam.

Zayn mengambil ponselnya, dari pada kepikiran. Takutnya akibat ulahnya, anak orang mati. Ia menatap nomor kontak Salwa, tapi jika ia menelepon Salwa, wanita itu pasti akan berpikir macam-macam. Akhirnya Zayn menelepon bibi.

Zayn meminta bibi untuk mengecek kondisi Adhisty secara diam-diam. Menunggu bibi melaporkan hasilnya, membuat Zayn hilang kesabaran. Sial, kenapa dia bisa merasa. Bersalah seperti itu, padahal itu bukan salahnya, Zayn mengumpati dirinya sendiri.

Tak lama kemudian bibi bilang jika Adhisty masih demam, gadis itu bahkan tidak menyentuh makanan yang tadi di antar oleh Salwa.

Setelah mengetahui kondisi Adhisty, Zayn menelepon dokter pribadinya. Memintanya untuk datang ke rumah dan memeriksa Adhisty.

Adhisty yang sedang tidur, merasa terganggu karena suara pintu yang terbuka

"Sudah ku bilang, bi. Aku nggak mau di ganggu!" ucap Adhisty tanpa menoleh.

"Maaf, nona. Tuan muda menyuruh dokter untuk memeriksa nona," sahut bibi.

Mendengarnya, Adhisty langsung menoleh. Benar saja, di samping bibi ada seorang dokter, "Apa dia peduli padaku sampai mengirim dokter ke sini?" batin Adhisty.

"Aku nggak mau di periksa!" tolak Adhisty. Mana mungkin dia membiarkan sang dokter melihat hasil kerja Zayn semalam. Leher, bahkan hampir seluruh tubuhnya ada tanda merah jejak kepemilikan Zayn.

"Maaf, nona. Saya harus memeriksa Anda, ini perintah tuan Zayn!" kata dokter.

Adhisty mendengus, "Dasar tukang maksa!" gumamnya kesal.

"Ya sudah, periksa saja!" putus Adhisty pada akhirnya. Namun, ia sama sekali tak mau membuka selimut yang menutupi tubuhnya sebatas leher.

"Maaf, nona. Kalau Anda tidak membukanya, bagaimana saya akan memeriksa Anda?" tanya dokter.

"Eh, emangnya apa yang mau di periksa? Aku hanya demam, periksa keningku saja, demamnya masih terasa," sahut Adhisty. Ia terlalu malu jika dokter melihat ada tanda-tanda keliaran Zayn pada sebagian tubuhnya.

"Maaf nona, saya harus memastikan apa penyebab demam Anda, agar saya tahu obat apa yang harus saya berikan," dokter mencoba menarik selimut Adhisty namun gadis itu kekeh menolaknya. Yang mana membuat dokter bingung sendiri.

"Sejak kapan, Anda demam?" tanya dokter kemudian.

"Subuh tadi kalau nggak salah," jawab Andini.

Dokter mencoba mengajak Andini terus mengobrol untuk mengalihkan perhatian gadis itu. Hingga tanpa sadar, Adhisty sudah tak berselimut.

Dokter mengatup, menahan senyumnya saat mengerti kenapa Adhisty tak mau membuka selimutnya.

"Ish kan, aku bilang cukup periksa kening dan kasih aku paracetamol, udah! Aku cuma kecapean karena semalam...." kalimat Adhisty menggantung di udara.

"Tidak apa-apa, saya mengerti, kok," ucap dokter. Meskipun sebenarnya ia penasaran sebenarnya siapa gadis di di depannya tersebut. Apa dia simpanan Zayn? Tapi, mana mungkin Zayn membawa simpanannya ke rumah, pikirnya.

Adhisty berdecak, ia membiarkan dokter melakukan tugasnya.

"Seluruh tubuhku rasanya sakit semua, Dok. Terutama bagian bawah perut, nyeri sekali, kayaknya luka, saya takut kenapa-kenapa, apakah dokter bisa kasih obat?" tanya Adhisty dengan polosnya, mumpung ada dokter, sekalian ia konsultasi, pikirnya.

Dokter hampir tersedak mendengarnya, polos banget gadis ini, pikirnya.

" Kepala pusing, dingin banget rasanya, perut juga sakit, dok. Apa karena maag? Aku jarang makan soalnya," keluh Adhisty lagi. Tadi dia menolak di periksa, sekarang malah banyak sekali keluhannya.

"Coba saya periksa perutnya, ya? Maaf," Dokter sedikit menyingkap atasan piyama Adhisty untuk memeriksanya.

"Apa yang kau lakukan?" tiba-tiba saja, suara yang sudah tak asing lagi menggelegar di kamar tersebut.

Zayn melangkah masuk dengan wajah tegasnya, "Jauhkan tanganmu dari perutnya!" titahnya dengan sorot mata tajam pada sang dokter.

...----------------...

1
Isma Zafa
bagus
SariRenmaur SariRenmaur
semoga semua kebusukan Salwa terbongkar dan Adisty sudah pergi yang jauh
Anonymous
keren
Moms Raka
pngn ngerujak ni orang
Eva Marlina siboro
mewek thor😥😥😥😥
Moms Raka
bawang bawang
Alang Lisanna
Luar biasa
Ruby Vee
dah mulai ngelawan salwa dia, bagus zein
Ruby Vee
salwa terjebak dalam perangkapnya sendiri.
Ruby Vee
buat dia mengetahui kalo istri pertamanya kembali selingkuh
Ruby Vee
kok makin kesini zein makin gimana thor buat dia nyelidikin salwa yg pura pura
Ruby Vee
ach bumil rindu tah
Ruby Vee
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Anita Nita
kaya sinetron ikan terbang
Anita Nita
kenapa ya semua orang di novel ini bodoh...
Anita Nita
dok bantu disty sembunyikan satu anaknya
Anita Nita
terlalu berbelit2 ceritanya....bosan
Ruby Vee
yu hui bang zein mulai cemburu ini
Anita Nita
sdh sejauh ini zayn blm tau juga kalo salwa tukang selingkuh
Anita Nita
CEO goblok...bagai kerbau dicuccuk hidungnya klo udah ketemu salwa...padahal jelas2 salwa pernah selingkuhin dia najiis
echa purin: /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!