Kania harus menerima kenyataan pahit ketika suaminya—Adrian, menceraikannya tepat setelah malam pertama mereka.
Tanpa sepengetahuan Adrian, Kania mengandung anaknya, calon pewaris keluarga Pratama.
Kania pun menghilang dari kehidupan Adrian. Tetapi lima tahun kemudian, mereka dipertemukan kembali. Kania datang dengan seorang bocah laki-laki yang mengejutkan Adrian karena begitu mirip dengannya.
Namun, situasi semakin rumit ketika Adrian ternyata sudah menikah lagi.
Bagaimana Kania menghadapi kenyataan ini? Apakah ia akan menjauh, atau menerima cinta Adrian yang berusaha mengambil hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32 Happy End
Setelah berhasil mengurus perceraiannya dengan Laras, Adrian merasa bebannya sedikit terangkat. Namun, ada satu hal yang masih menghantui pikirannya– Kania.
Adrian tahu Kania adalah sosok yang selalu ada disisinya, bahkan saat ia bertindak bodoh dan menyakitinya. Adrian ingin memperbaiki kesalahan masa lalunya. Kini, ia tidak ingin kehilangan Kania lagi.
Sore itu, Adrian menemui Kania di apartemennya. Kania sedang duduk di sofa sambil menemani Enzio yang sibuk mewarnai buku gambarnya. Melihat Adrian datang, raut wajah Kania sedikit tegang. Ia belum tahu apa tujuan pria itu datang.
“Aku ingin menikah lagi denganmu, Kania,” ucap Adrian tanpa basa-basi. Tatapannya serius, menandakan bahwa ia benar-benar tulus.
Kania terdiam.
“Mas, kita sudah pernah menikah, dan kamu tahu bagaimana akhirnya,” jawabnya pelan, mencoba menahan perasaan yang bergejolak.
“Aku tahu. Aku pernah menyakitimu, tapi aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin menjadi suami yang lebih baik untukmu dan ayah yang lebih baik untuk Enzio,” ucap Adrian penuh keyakinan.
Kania tertawa kecil, meski terdengar getir.
“Mas, aku hanya takut. Aku takut semuanya akan terulang. Bagaimana jika aku percaya lagi, lalu kamu menyakitiku lagi?” Suaranya bergetar, ada luka yang mungkin belum sembuh sampai sekarang.
Enzio yang mendengar pembicaraan itu tiba-tiba menyela, “Mama, aku mau Papa tinggal sama kita. Biar kita selalu main bareng,” ujarnya polos sambil menatap Kania dengan mata bulatnya yang memohon.
Kania tidak bisa menahan senyum mendengar permintaan putranya. Namun, hatinya tetap ragu.
“Berikan aku satu kesempatan, Kania.” Adrian memohon dengan sungguh-sungguh. “Jika aku mengecewakanmu lagi, aku tidak akan meminta apapun darimu. Tapi, jika aku bisa membuktikan bahwa aku berubah, aku ingin kita menjalani hidup ini bersama.”
Butuh waktu bagi Kania untuk memutuskan, tapi akhirnya ia berkata, “Aku akan mencoba. Untuk Enzio.”
**
Beberapa hari setelah Kania menerima lamaran Adrian, mereka mendatangi keluarga Kania untuk meminta restu. Namun, keluarga Kania, terutama kakaknya tidak langsung setuju.
“Adrian, aku ingin percaya padamu, tapi kau sudah membuat adikku menangis terlalu banyak. Bagaimana kami bisa yakin kamu tidak akan mengulanginya?” ucap Agus dengan nada tegas.
Adrian mengangguk, menerima semua kritik dan amarah dengan tenang. "Aku tidak memintamu melupakan kesalahanku. Tapi aku mohon, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku sangat mencintai Kania, dan aku ingin memperjuangkannya. Aku ingin membangun keluarga yang utuh bersama dia dan Enzio.”
Agus melirik Kania yang hanya diam di tempatnya. “Apa kamu yakin, Kania? Dia sudah menyakitimu sekali.”
Kania mengangguk pelan. “Aku tahu, Bang. Tapi aku percaya, dia bisa berubah. Lagi pula, Enzio membutuhkan ayahnya.”
Setelah diskusi panjang, keluarga Kania akhirnya setuju. Mereka tahu bahwa demi kebaikan semua, terutama Enzio, pernikahan ini adalah pilihan terbaik.
**
Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Pernikahan Adrian dan Kania berlangsung sederhana, namun penuh dengan kebahagiaan. Di sebuah aula kecil yang dihias cantik dengan bunga-bunga putih dan biru, Adrian berdiri di hadapan penghulu dengan wajah tenang namun penuh harap.
Di sebelahnya, Kania terlihat cantik dengan kebaya putih sederhana. Wajahnya memancarkan ketenangan meski di dalam hatinya masih ada perasaan campur aduk.
Enzio, yang memakai setelan jas kecil, tampak bersemangat. Ia berlarian kecil mengitari aula, memamerkan dasi kupu-kupunya pada semua orang.
“Ijab kabulnya, Tuan Adrian,” ujar penghulu, memulai prosesi sakral itu.
Dengan mantap, Adrian mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas.
Suara sah terdengar dari para saksi. Tepuk tangan bergemuruh memenuhi ruangan, disertai senyum bahagia dari keluarga besar kedua belah pihak.
Kania tak kuasa menahan air mata. Setelah perjalanan panjang yang penuh liku, akhirnya ia dan Adrian resmi menjadi pasangan suami-istri lagi.
Setelah pesta selesai, Adrian membawa Kania dan Enzio ke rumah baru yang telah ia siapkan. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi hangat dan nyaman. Setiap sudutnya dirancang untuk kebutuhan keluarga kecil mereka.
Kania terpana melihat ruang tamu yang dihiasi foto keluarga mereka bertiga. “Kapan kamu menyiapkan semua ini?” tanyanya heran.
Adrian menggenggam tangan Kania. “Aku ingin kita memulai segalanya dari awal. Aku ingin rumah ini menjadi tempat kita membangun kebahagiaan.”
Enzio langsung melompat kegirangan saat melihat kamar barunya yang penuh dengan mainan dan tempat tidur berbentuk mobil balap.
“Mama, Papa, lihat! zio punya kamar baru!”
Kania tertawa kecil melihat antusiasme putranya. Namun, malam itu, Enzio menolak tidur di kamarnya sendiri.
“Mama, Papa, Zio takut sendirian,” rengeknya dengan wajah memelas.
Adrian mencoba membujuk, tetapi akhirnya menyerah. Enzio tidur di tengah-tengah mereka, membuat Adrian dan Kania saling melempar senyum.
Saat Enzio tertidur lelap, Adrian menatap Kania dengan tatapan penuh arti. Ia meraih tangan istrinya, menggenggamnya erat.
“Kania, aku tahu aku sudah membuat banyak kesalahan. Tapi aku ingin kamu tahu, aku mencintaimu,” ucapnya lirih.
Kania tersenyum, air matanya menetes. “Aku tahu, Mas. Dan aku juga mencintaimu. Kita akan memperbaiki semuanya bersama.”
Adrian mencium punggung tangan Kania, lalu menatap putra kecil mereka yang tidur dengan damai. Dalam hati, ia berjanji bahwa kali ini, ia akan melakukan semuanya dengan benar.
“Tante, Om. Boleh Anna bobok juga di sini?” Gadis kecil itu berdiri di ambang pintu.
Astaga! Adrian dan Kania hampir saja melupakan Anna.
“Kemari sayang. Ikut bergabung bersama kami,” ajak Kania.
Melihat itu Enzio sedikit kesal. Ia tidak suka perhatiannya dibagi dengan orang lain. Tapi, mau tidak mau Enzio ikut mengangguk. Karena tidak ingin membuat hari bahagia kedua orang tuanya berantakan karena sikapnya.
Rumah kecil itu dipenuhi kehangatan dan cinta. Sebuah awal baru untuk keluarga yang akhirnya menemukan jalan mereka menuju kebahagiaan.
T A M A T!
Terimakasih buat pada readers tercinta. Karya ini nggak terpaksa END ya, tapi memang aku niat selesaikan di bab 30an…
Sampai ketemu lagi di karya aku selanjutnya.