Andini adalah seorang istri yang sudah menikah dengan suaminya yang bernama Fikhi selama 8 tahun dan mereka sudah memiliki dua orang anak yang masing-masing berusia 8 dan 6 tahun. Fikhi adalah suami yang setia dan tak pernah bermain api dengan wanita lain namun Andini merasa bahwa cobaan rumah tangganya bukan dari orang ketiga melainkan mertuanya yang bernama Ismi. Wanita tua itu sejak awal tak suka pada Andini, awalnya Andini tak mau ambil pusing dengan sikap mertuanya namun Fikhi tak pernah bersikap tegas pada Ismi yang membuat wanita tua itu sewenang-wenang padanya. Puncak kesabaran Andini adalah ketika Ismi yang meminta Fikhi menikah lagi dengan Nadine, wanita pilihannya untuk memiliki cucu laki-laki. Arini memberikan pilihan pada Fikihi, memilih dia dan anak-anak atau mereka berpisah saja karena Andini sudah tak tahan dengan sikap Ismi. Bagaimana akhir kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Mantan Suami
Ismi nampak kesal bukan main dengan penolakan yang dilakukan oleh Nadine dan menganggap menantunya itu sudah sangat sombong padanya. Ismi rasanya sudah sampai di titik di mana ia benci sekali pada Nadine karena semua rencana yang ada di dalam kepalanya nyatanya jadi tak bisa terlaksana.
"Ibu kenapa lagi?" tanya Julia yang melihat ibunya datang ke rumah dengan wajah kesal.
"Nadine, dia membuat Ibu kesal saja."
Maka Ismi tanpa malu mengeluarkan segala hal yang ia pendam selama ini soal menantu yang selama ini ia banggakan di depan banyak orang. Julia sendiri hanya diam saja dan mendengarkan semua curahan hati sang ibu yang sepertinya sudah sangat kesal dengan kelakuan Nadine.
"Jadi begitu rupanya."
"Iya begitu, coba kamu jadi Ibu pasti kamu bisa memahami apa yang Ibu rasakan ini."
"Oh tentu saja aku bisa memahami apa yang Ibu rasakan saat ini, pasti rasanya tak nyaman dan jengkel bukan dengan menaruh harapan pada orang yang dipikir bisa memenuhi apa yang Ibu mau namun justru malah sebaliknya?"
"Kamu ini sengaja ingin membuat Ibu marah juga?" ujar Ismi dengan mendelik tajam pada Julia akibat ucapannya barusan.
"Ucapan yang seperti apa? Aku hanya bicara apa adanya. Dulu kala Fikhi masih menikah dengan Andini, Ibu selalu saja berkeluh kesah soal Andini yang banyak kurangnya namun sekarang malah Ibu berkeluh kesah mengenai menantu pilihan Ibu. Sungguh ironis sekali bukan? Dia yang Ibu pikir bisa memenuhi harapan namun justru pda kenyataan sama sekali jauh dari harapan."
"Kamu ini memang sengaja menyindir Ibu? Asal kamu tahu saja Julia, sedikit pun Ibu tak menyesal sudah memisahkan Andini dengan Fikhi karena memang Andini sangat tidak layak jadi istrinya Fikhi!"
Julia hanya bisa menggelengkan kepalanya saja dengan sikap keras kepala yang ditunjukan oleh Ismi barusan. Julia rasanya hanya menghabiskan energi saja untuk debat tak penting ini maka Julia memutuskan untuk pamit saja saat ini.
****
Dari cerita Fian barusan maka Andini bisa menarik kesimpulan bahwa rupanya Fian bisa dikatakan hancur sekali saat kekasih hatinya pergi meninggalkannya dan memilih berhianat. Andini sama sekali tak mengeluarkan suara dan membiarkan Fian untuk menceritakan semua keluh kesahnya dan pada akhirnya pria itu sudah lega dan berterima kasih pada Andini yang sudah mau mendengarkan semua keluh kesahnya.
"Tidak masalah, kalau begitu saya permisi dulu."
Andini pun gegas untuk pulang ke rumahnya setidaknya kini ia tahu apa yang sedang dialami oleh Fian dan yang membuat pria itu menjadi murung belakangan ini. Andini hanya bisa berdoa dan berharap kalau Fian akan mendapatkan kebahagiaan dikemudian hari dan bisa segera move on dari mantan pacarnya. Ketika tiba di rumah, ponsel Andini berdering menandakan ada panggilan masuk dan kala Andini melihat nama yang ada di layar ponsel nampak Andini tak langsung menjawabnya karena orang yang menelpon Andini ini adalah Fikhi.
"Mau apalagi mas Fikhi?"
Awalnya Andini tak mau menjawab telepon dari Fikhi karena ia pikir bukanlah hal yang penting namun karena didorong oleh rasa penasaran karena Fikhi tak pantang menyerah untuk mencoba menghubunginya maka Andini pun mau tak mau jadi menaruh atensi dan akhirnya memilih untuk menjawab telepon dari mantan suaminya ini.
"Assalamualaikum, Andini."
"Waalaikumsalam, ada apa Mas?"
"Apakah aku ganggu waktumu saat ini?"
"Aku baru saja pulang mengajar dan baru tiba di rumah. Memangnya ada apa?"
"Oh tidak ada apa-apa, aku ingin membawakan anak-anak makanan. Alamat kamu masih di rumah ayah dan ibu kan?"
"Bukan, aku sudah tidak lagi tinggal di sana."
"Oh benarkah? Kalau begitu kamu tolong kirimkan di mana alamat kamu yang baru biar aku ke sana."
****
Andini bukan tak paham bahwa itu hanyalah akal-akalan Fikhi saja untuk bisa mendapatkan alamat rumahnya yang baru. Pada mulanya Andini sempat menolak memberikan alamat barunya pada Fikhi karena ia ragu dan khawatir kalau sang mantan suami akan mengganggu kehidupannya selepas mereka bercerai. Fikhi rupanya tak kehabisan ide dan terus saja menggunakan anak-anak sebagai alasan kenapa dia datang.
"Kamu mengatakan bahwa tidak akan memisahkan aku dengan anak-anak walau kita sudah cerai kan? Sekarang kalau kamu menolak memberitahu di mana alamatmu maka sama saja kamu sengaja memisahkan aku dengan anak-anak."
"Tidak seperti itu konsepnya, aku sudah mengatakan bahwa aku tak akan menghalangi Mas jika ingin bertemu anak-anak bukan artinya aku bisa mengizinkan Mas datang ke rumah baruku. Kalau memang Mas ingin bertemu anak-anak kan bisa untuk kita janjian di suatu tempat."
"Tidak bisa seperti itu Andini."
****
Andini pada akhirnya mengalah dan memberitahu di mana alamatnya yang baru pada Fikhi dan tentu saja Fikhi senang sekali karena bisa menemui Andini di rumah baru. Fikhi sudah tiba di depan rumah kontrakan baru Andini dan mantan istrinya itu sudah berdiri di depan rumah menunggunya. Fikhi tersenyum dan menyapa Andini namun Andini memasang wajah datar dan sama sekali tak mau bersikap ramah padanya.
"Andini, kok kamu malah menatap aku begitu?"
"Katakan saja apa yang Mas Fikhi inginkan."
"Aku kan sudah mengatakan lewat telepon barusan. Apakah kamu tidak menyimak apa yang aku katakan?"
"Tentu saja aku menyimak asal Mas Fikhi tahu saja, hanya saja aku merasa agak aneh dengan alasan seperti itu."
Namun Fikhi berusaha meyakinkan Andini bahwa memang niatnya datang ke sini adalah anak-anak dan bukannya soal yang lain. Andini pun mau tak mau percaya dengan apa yang dikatakan oleh pria ini. Fikhi awalnya hanya bermain dengan Bella dan Shita namun kemudian menjelang waktu ia pulang, Fikhi meminta pada Andini untuk bicara berdua saja. Permintaan Fikhi barusan tentu saja membuat Andini heran, ia menolak hal tersebut karena di antara mereka berdua sudah tai ada hubungan apa pun lagi.
"Kalau memang Mas mau bicara, maka bicara saja di sini."
****
Fikhi kemudian mulai menceritakan soal rumah tangganya dengan Nadine. Fikhi mengatakan bahwa ia lelah dan merasa tak sanggup untuk melanjutkan pernikahan itu dengan Nadine. Andini sendiri hanya diam dan menyimak saja apa yang sedang dibicarakan oleh mantan suaminya dan Andini pun jadi mulai berpikiran yang bukan-bukan bahwa saat ini pasti Fikhi akan membujuknya untuk kembali rujuk.
"Jadi apa tujuan Mas Fikhi?"
"Andini, apakah kita benar-benar sudah berakhir? Apakah kita gak bisa rujuk lagi?"
Sudah Andini duga bahwa pasti Fikhi akan menyinggung soal ini dan Andini pun dengan tegas mengatakan bahwa ia sama sekali tak tertarik untuk rujuk.
sdng fian dan Andini hnya orang biasa, berapa sih kekuatan seorang guru. sdng meisya dah sat set melakukan sesuatu tnp jejak.
janda menikah dng laki yg masih perjaka mang hrs siap punya anak, buat penerus nya kcuali laki itu mang mandul baru deh bisa di Terima.
kl andini gk mau punya anak lagi jng nikah ma bujang nikah saja ma duda yg punya anak jd gk usah repot hamil lagi.
seperti artis Ririn dan jamilo itu, mereka spakat gk punya anak lagi gk papa kn masing masing dah bawa anak mereka bisa akur jd deh tinggal mnikmati hidup.
tega banget ngomong gitu sama anak perempuan nya