Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 TENTANG CINTA?
Keesokkan harinya, langit mulai cerah. Matahari terlihat silau di langit yang cerah. Kehidupan manusia di bumi berjalan seperti biasanya. Bunga-bunga bermekaran indah menampakkan kelopak yang mempesona. Kupu-kupu mulai berterbangan mencari bunga yang memikatnya.
Burung tampak berkicau di langit yang tinggi. Mereka beramai-ramai mencari makan ke suatu tempat. Berharap membawa banyak makanan untuk anak-anaknya yang menunggu di sarang.
Keramaian lalu lintas mulai terlihat. Sebagian orang yang bekerja pagi hari akan memenuhi jalanan. Kendaraan umum pun terlihat sesak akan orang-orang yang akan bepergian.
Beberapa halte juga tampak penuh dengan banyak orang berdiri menunggu bis dengan tujuan mereka masing-masing. Bukan dunia, jika tidak ada drama. Banyak di sekeliling kita yang memiliki sifat dan sikap yang menyebalkan. Tapi, kita semua manusia yang tak luput dari kesalahan.
"Oh, Tuhan! Aww ...." Tadinya ia terkejut saat tangannya menyentuh wajah seseorang dan langsung tergelonjak bangun. Tapi setelah sadar bahwa seluruh badannya masih belum terlalu pulih, ia pun meringis kesakitan.
Di sebuah kamar yang sederhana, ia terkejut saat mendapati seorang pria tidur di sebelahnya.
"*Bukankah semalam ibu yang tidur di sini*?" pikirnya.
"Aduh, berisik!" Pria itu akhirnya terbangun karna mendengar suara berisik tepat di telinganya. Dengan rasa kantuk yang masih terasa, ia memaksakan diri untuk bangun. Membuka kedua matanya lebar-lebar dan perlahan melihat sosok wanita yang sedang menatapnya.
Wanita itu tak henti menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Vania lekas menyibak selimut dan langsung turun menuju kamar mandi.
"Ah, ganggu saja!" sebal David. Karna masih merasa mengantuk, ia akhirnya memejamkan matanya kembali.
"Bu, bukannya semalam ibu tidur sama aku?" tanya Vania saat berada di meja makan.
"Iya, tapi tengah malam David datang. Jadinya Ibu pindah. Memangnya kamu gak nyadar ada David?"
Vania menggeleng. "Aku kaget tadi pagi," jawabnya dan direspon Amira dengan tertawa.
"Padahal semalam saat David datang dan tidur di sebelah mu langsung kamu memeluknya loh," ujar Amira.
TING!
Ia terkejut dan menjatuhkan sendoknya. "Ah, Ibu jangan bercanda. Ya mungkin karna aku tahunya itu Ibu. Makanya—"
"Ehem." David datang setelah membersihkan diri, dan Vania pun berhenti bicara. Pria itu hanya mengenakan kaos putih polos dengan celana army pendek.
"Kamu gak ke kantor David? Bukankah ini masih hari kerja?" tanya Amira.
"Enggak, Bu. David ijin sehari gak masuk kantor," jawabnya.
Vania terus curi-curi pandang ke arahnya membuat David lama kelamaan sadar dan balik menatapnya tanpa henti.
Wajahnya langsung berubah semerah tomat. "Apa? Jangan menatapku seperti itu!" tegurnya.
"Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu sedari tadi curi-curi pandang? Hah?" tanya David masih menatapnya.
"Ka-kamu kenapa ijin gak masuk? Mau ngapain?" tanyanya terbata.
"Vania, Ibu mau pergi sebentar ada urusan sama tetangga," ujarnya setelah mengambil sebuah tas di kamar. Amira pun pergi dan menutup pintu.
Kini hanya ada mereka berdua di rumah. Sissy dan Temmy sudah berangkat sedari pagi.
"Ngapain ya enaknya? Berduaan aja nih di rumah." David tersenyum miring dan melirik istrinya yang terlihat salah tingkah.
"Tidur! Aku mau istirahat. Aku kan belum pulih," jawabnya.
Drrrtt .... Drrtttt ....
"Apa?"
"Tuan, kenapa gak masuk kantor hari ini? Ada beberapa meeting sama client. Apa Tuan lupa?" Di sebrang telepon suara Reno terlihat panik.
"Aku kemarin kan sudah bilang—"
"Tuan, tidak bisa diundur. Setengah jam lagi client akan datang. Mereka sedang perjalanan ke sini," jelas Reno.
"Ah sial!"
David kembali ke kamar. Ia segera melepaskan kaosnya dan memakai kemeja kantor.
"Aaaaaaa ....." Vania terkejut saat keluar dari kamar mandi melihat David hanya mengenakkan celana dalam.
"Gak usah kaget gitu. Bukankah kita sudah sama-sama lihat semuanya?"
Vania langsung menutup wajahnya dan duduk di ranjang menghadap jendela. Tentu bayangan malam panas itu terlintas lagi di kepalanya.
"Siap-siap buruan. Kamu ikut aku ke kantor."
Vania hanya diam tanpa menjawab sepatah kata pun. Bahkan ia tak bergerak sama sekali.
"Ganti baju cepat! Atau aku yang akan telanjangi kamu!" ancamnya.
Masih tak bergerak, David langsung berjalan mendekat. Tanpa aba-aba ia langsung menyingkap dressnya sampai ke atas kepala.
"Heyyyyy!!!!" teriak Vania.
Kini dressnya sudah terlepas, Vania hanya mengenakan dalamannya saja. Wanita itu lekas menutupi bagian sensitifnya dengan bantal.
"Pakai ini!" Ia melemparkan sebuah baju yang formal.
"Pemaksaan!" seru Vania dengan wajah yang merah.
***
Musim dingin telah tiba. Seluruh orang sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut musim yang membuat aktivitas mereka terganggu. Tapi berbeda dengan wanita berambut pendek itu yang tak keluar kamar sejak dirinya tiba beberapa hari yang lalu.
"Karina ...." Suara pria yang familiar membuatnya segera menyibakkan selimut tebalnya. Ia turun dari ranjang dengan malasnya. "Hey, apa terjadi denganmu?" tanya pria itu sembari memeluknya.
Penampilan acak-acakan dan wajahnya yang sendu membuat pria itu khawatir. Apalagi yang ia tahu bahwa sudah beberapa hari wanita itu tak mau keluar rumah. Dia yang sibuk hanya bisa mengirimi makanan saja. Awalnya ia mengira bahwa Karina masih kelelahan, tapi dugaannya ternyata salah. Ada yang tidak beres.
"Makan dulu. Nanti kamu ceritakan padaku," ucap pria itu dengan perhatian.
"Aku lelah, aku udah gak kuat," lirihnya. Matanya berkaca-kaca dengan pandangan lurus ke depan. Terlihat wajah cantiknya begitu menyedihkan.
Pria itu tampak kesal setelah mendengar semua cerita dari Karina. Dia menghantam tembok dengan amarahnya yang berapi-api.
"Sekarang apa yang ingin kamu lakukan, Karina?" tanyanya pada wanita itu.
Ia menggelengkan kepala dan menjatuhkan kepalanya pada meja. Dia menangis dengan terisak.
"Kenapa tidak tahu? Kamu sudah memiliki segalanya. Apa yang kamu takutkan? Kamu bukan wanita lemah, Karina!"
DEG.
Karina langsung terbangun, perkataan pria itu seakan menyuntikkan semangat baru untuknya.
"Bangkitlah. Jika kamu mau, rebut lah! Semuanya berada di tanganmu," lanjutnya.
Seketika ia mengepalkan tangannya, ia mengingat semua momen-momen menyakitkan itu. Satu persatu wajah yang membuatnya sakit hati, sedih dan kesal bermunculan.
"Aku akan membantumu jika kamu menginginkan bantuan ku."
Karina merasa terharu, ia tiba-tiba memeluk pria itu. Memeluknya erat seraya mengucapkan banyak terimakasih. Sedangkan pria itu, jantungnya langsung berdebar-debar merasakan sesuatu yang beda.
"Aku akan terus di sisimu. Sampai kamu menyuruhku untuk pergi," ujarnya dengan suara pelan.
Kata-katanya seakan menembus relung jiwanya, ia terpaku akan kata-katanya yang manis. Tidak pernah ia mendengar ucapan manis seperti itu dari mulut David. David terlalu kaku dan dingin, ia bisa bersikap manis disaat-saat tertentu saja.
"Aku akan menyuruhmu pergi kalau kamu sudah menikah, William," ucap Karina pada teman masa kecilnya yang sangat memperdulikannya selama ini.
"Aku hanya ingin menikah dengan cinta pertamaku," ucap William dengan suara yang bergetar.