Mertua Adalah Maut
Andini saat ini baru saja pulang mengajar dari sekolah dan hendak masuk ke dalam rumah namun baru saja ia hendak masuk ke dalam rumah, suara Ismi yang tak lain adalah ibu mertuanya membuat Andini berhenti melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah.
"Memangnya uang yang diberikan anakku itu tidak cukup untuk kalian sekeluarga makan sampai-sampai kamu ini susah sekali untuk berhenti mengajar di sekolah?"
Andini saat ini tidak dalam kondisi baik untuk berdebat dengan ibu mertuanya karena saat ini kondisinya sedang lelah dan Andini khawatir kalau ia memaksakan diri maka akan mengeluarkan kata-kata yang tak pantas untuk dikeluarkan.
"Maaf Bu, tapi saat ini saya sedang lelah sekali baru pulang kerja, kalau mau mengajak debat mending nanti saja."
"Sombong sekali sih kamu! Baru jadi guru aja sudah belagu! Gimana nanti jadi CEO?!"
Lagi-lagi Andini harus mengusap dadanya dengan sabar menghadapi Ismi yang sudah kelewatan batas dalam mengeluarkan kata-kata mutiaranya. Andini tak mau ambil pusing dan langsung masuk ke dalam rumah karena ia sudah lelah badan dan mental setelah seharian ini mengajar. Setelah mandi dan melaksanakan salat Ashar kini Andini memasak menyiapkan makanan untuk anak-anak dan suaminya. Anak-anak Andini walau masih SD pulangnya sudah sore karena memang ia dan suaminya sengaja memilih full day school dari sekolah swasta karena khawatir kalau tidak seperti utu anak-anak akan kesepian di rumah kalau kedua orang tuanya bekerja.
"Bunda."
Andini tersenyum ketika mendengar suara kedua malaikatnya datang. Andini menghampiri dan memeluk keduanya dengan hati yang bahagia.
"Kakak sama adik sekarang mandi dulu, Bunda lagi siapin makan untuk kalian."
Maka kedua anak Andini itu gegas masuk ke dalam kamar masing-masing untuk melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh Andini barusan. Andini bersyukur karena kedua anaknya sama sekali tak berusaha menolak atau melawannya, setelah memastikan kedua anaknya itu pergi ke kamar barulah Andini melanjutkan acara masak memasaknya di dapur.
****
"Bunda, kenapa sih nenek seperti gak pernah suka sama Bella dan dek Shita?"
Bella tiba-tiba saja memberikan sebuah pertanyaan yang membuat Andini terkejut karena selama ini Bella tak pernah menanyakan hal ini padanya walau ia tahu perlakuan mertuanya itu memang tak pernah baik pada kedua anaknya.
"Bella kok bisa menanyakan hal seperti itu?"
"Tadi waktu Bella dan dek Shita pulang sekolah, kami melihat nenek di depan rumahnya dan kami mau salim seperti perintah Bunda, tapi nenek malah menolak kami dan mengatakan jijik sama kami padahal Bella sama dek Shita kan udah cuci tangan."
Mendengar cerita Bella barusan membuat hati Andini teriris, perlakuan Ismi pada kedua anaknya benar-benar sudah keterlaluan. Kalau ia diperlakukan tak baik, ia masih bisa memberikan toleransi namun kalau sudah menyangkut anak-anak maka tentu saja Andini tak bisa tinggal diam begitu saja.
"Kakak, hari sudah malam lebih baik sekarang tidur besok kan harus sekolah."
Bella menganggukan kepalanya dan mencium Andini sebelum pergi ke kamarnya untuk tidur sementara Andini masih tetap di tempatnya seraya memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh putrinya.
"Ibu sudah keterlaluan, mas Fikhi harus tahu soal ini."
Andini pun menunggu sampai suaminya pulang ke rumah dan ia ingin bicara ini pada Fikhi.
****
Fikhi tiba di rumah sudah sangat larut malam dan tentu saja kalau Andini memaksakan untuk bicara dengan sang suami tak akan kondusif. Oleh sebab itu maka Andini memilih untuk tak mengatakan apa pun pada suaminya hingga keesokan harinya kala mereka selesai melaksanakan salat subuh berjamaah, Andini pun bicara dengan suaminya.
"Mas, aku mau bicara."
"Soal ibu lagi?"
Andini langsung mengangguk dan ia pun menceritakan apa yang Bella ceritakan semalam padanya. Fikhi mendengarkan keluh kesah Andini dan setelahnya lagi-lagi ia mengatakan akan bicara dengan Ismi untuk menyelesaikan masalah ini.
"Tapi masalahnya Mas, ibu ini sudah berulang kali Mas nasihati sama sekali tak berubah kan?"
"Mas tahu kamu jengkel dengan sikap ibu namun walau bagaimanapun juga kan ibu itu adalah ibuku."
"Aku paham Mas, aku juga tidak menyuruh kamu jadi anak yang durhaka pada ibumu namun kamu kan sekarang sudah berkeluarga dan punya dua anak, apakah tidak bisa bersikap lebih tegas pada ibu supaya jangan selalu ikut campur dalam masalah rumah tangga kita?"
Fikhi paham dengan semua keresahan hati Andini, pria itu menggenggam tangan Andini dan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan ibunya dari hati ke hati dan Fikhi yakin ibunya pasti akan paham dengan semua ini.
****
Fikhi mengajak Andini untuk ke rumah ibunya yang memang jaraknya tak jauh dari rumah mereka. Rumah Ismi ada di ujung jalan ini sementara Bella dan Shita tadi dititipkan pada tetangga sebelah rumah yang kebetulan juga punya anak seumuran mereka jadi bisa bermain bersama seraya Fikhi dan Andini menyelesaikan masalah dengan Ismi.
"Anakku, ya Allah ayo masuk ke dalam."
Ismi yang melihat Fikhi datang menyambutnya dengan girang dan sosok Andini justru seperti hantu yang tembus pandang dan tak terlihat di mata Ismi. Andini hanya bisa menghela napasnya jengkel, sejak dulu Ismi selalu saja bersikap seperti ini yang membuat dada Andini bergemuruh.
"Sayang, ayo masuk."
Fikhi tentu saja tak lupa mengajak Andini masuk ke dalam bersama, Ismi sendiri nampak menatap Andini tak suka kala Fikhi menunjukan sikap baik pada Andini dan tentu saja kesempatan ini dimanfaatkan Andini untuk membuat Ismi kesal. Dengan sengaja Andini bergelayut manja di lengan suaminya yang tampan ini.
"Kamu mau minum apa? Biar Ibu buatkan kamu."
"Tidak perlu, Bu. Kami juga tak akan lama-lama di sini."
"Kok begitu? Ibu kan masih rindu sama kamu."
"Bu, apa benar kalau Ibu waktu itu menolak ajakan salaman dari Bella dan Shita?"
"Apa? Ibu tak pernah menolak kok, Bella dan Shita kan cucu Ibu. Mana mungkin Ibu menolak bersalaman dengan cucu Ibu?"
****
Andini sejak tadi mengepalkan kedua tangannya mendengar Ismi yang bermain peran di depan suaminya. Andini tentu saja kesal karena sikap Ismi di depan Fikhi ini penuh kepalsuan dan membuatnya muak.
"Jadi Ibu pikir anak-anak bohong gitu?" tanya Andini yang sudah tak bisa mengontrol emosinya.
"Memang iya kok. Masa sih anak sekecil itu sudah pandai bohong dan fitnah, nanti kalau sudah besar mau jadi apa?"
"Saya tak pernah mengajarkan anak-anak berbohong sejak kecil. Anak-anak mengatakan semuanya dengan jujur, Ibu jangan bermain drama di depan mas Fikhi seolah-olah anak-anak ini yang salah!"
Hilang sudah kesabaran Andini ia muak dengan Ismi yang selalu bermain drama dan memutar balikan fakta.
"Fikhi, kamu lihat sendiri bagaimana istrimu memperlakukan Ibu kan?"
"Bu ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Wawang Baim
mampir
2024-08-17
1