Impian Khanza sebagai guru Taman Kanak-kanak akhirnya terwujud. Diperjalanan karier nya sebagai guru TK, Khanza dipertemukan dengan Maura, muridnya yang selalu murung. Hal tersebut dikarenakan kurang nya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil serta ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaan nya. Karena kehadiran Khanza, Maura semakin dekat dan selalu bergantung padanya. Hingga akhirnya Khanza merelakan masa depannya dan menikah dengan ayah Maura tanpa tahu pengkhianatan suaminya. Ditengah kesakitannya hadir seseorang dari masa lalu Khanza yang merupakan cinta pertamanya. Siapakah yang akan Khanza pilih, suaminya yang mulai mencintai nya atau masa lalu yang masih bertahta di hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32
Herman menaruh bekal berisi nasi uduk dari istri tuannya di atas pangkuannnya. Sementara tangannya sibuk memegang stir kemudi. Darren yang melihat mendengus dalam hati, lebay dan di wajahnya dia tampakkan dengan memasang wajah muram se muramnya. Ujung lidahnya gatal ingin mengomentari kelakuan sekretaris pribadinya itu. Tahan, tahan Darren. Nanti kalo lo komen dikira apa lagi sama si Herman.
Herman sendiri merasa heran dengan sikap bosnya kali ini. Diam semenjak mereka meninggalkan meja makan. Biasa begitu mereka masuk mobil ada saja pembicaraan dan yang pasti masalah pekerjaan yang paling mendominasi. Ini sekarang tuannya diam, Herman pun jadi serba salah.
"Tuan, nanti pukul 9 pagi kita ada meeting dengan Cipta Pesona Building." Herman membuka obrolan namun tidak ada tanda-tanda sang bos untuk berkomentar.
"Hem," Akhirnya keluar suara Darren itupun hanya deheman.
Oh astaga ini Tuan sepertinya lagi sariawan akut. Herman membuka mulutnya dan dengan cepat dia segera mengatupkan nya kembali takut ada hewan yang masuk kedalam mulutnya.
Beberapa meter lagi gedung tinggi Agung Group sudah terlihat. Herman menghidupkan lampu sein kiri mobilnya namun dari sebelah kiri ada pemotor yang tiba-tiba melintas. Alhasil Herman pun kaget, dia segera menekan pedal rem dalam-dalam. "Sialan, tuh motor, "umpatnya. "Sorry, Bos itu motor tiba-tiba saja nyalip. Gitu tuh kalo SIM nembak, sembarang berkendara, "gerutunya.
Untung nya Darren terlindungi oleh safety bel sehingga tubuhnya terhuyung kedepan tapi terlindungi dengan tali pengaman tadi. Coba kalo tidak, jidat Darren mungkin sudah mencium dashboard depan.
Darren tidak menanggapi permintaan maaf asisten nya. Fokus nya justru teralihkan pada tupperwar* istrinya yang berisi nasi uduk yang hampir saja jatuh dari pangkuan sekretaris nya.
Tangan Herman sigap melindungi kotak bekal nya dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya memegang stir mobil. "Uh! Hampir aja," ucapnya bersyukur.
"Makanya taronya di bawah kalo gak di dashboard, "sindir Darren melirik sinis pada kotak bekal dipangkuan Herman yang masih dipegang erat asistennya itu seolah itu adalah benda berharga.
Dibawah? Di bawah kaki gw gtu? atau di dashboard? Jadi kehalang atuh jalan. Yang bener sih taro bangku samping, tapi kan ada bos. Masa bos megangin bekal saya, "Monolognya dalam hati. "Iya, Bos!" Jawab singkat Herman. Memilih mengiyakan daripada ngeyel yang pada akhirnya berbuntut panjang.
Motor yang menyalip tadi pergi begitu saja. Tidak ada basa basi minimal minta maaf. Untung tidak sampai mengenai bodi mobil mewah tuannya. Jika tidak mungkin urusan nya pasti lewat jalur kepolisian.
Begitu memarkirkan mobilnya di area parkir khusus direksi, Darren langsung begitu saja meninggalkan Herman yang masih membuka seat belt. Karena terburu-buru justru semakin lama Herman melepaskan seat belt tadi.
Setelah terlepas tali pengaman mobilnya, Herman dengan cepat membuka pintu kemudi. Dengan langkah cepat dia menyusul sang bos yang sudah didepan pintu lobi.
Walaupun sudah dengan langkah lebar-lebar tetap saja Herman tertinggal. Tinggal beberapa meter lagi dia mampu menyamai langkah bosnya itu. Beberapa staf kantor yang ada disekitar lobi hanya bisa menahan tawanya karena melihat Herman yang terburu-buru mengejar pemimpin mereka. Ditambah lagi Herman menenteng tas lunch box yang berwarna cukup mencolok yakni ungu tua. Seperti anak sekolah yang membawa bekal sambil mengejar ibunya yang ngambek.
Herman tahu dia menjadi pusat perhatian para staf maupun para resepsionis yang berjaga didepan meja resepsionis tadi sempat memberi hormat dan menyapa CEO mereka, Darren dan dirinya Sekretaris Pribadinya. Dia mengira perhatian mereka karena sikap bosnya yang puasa mulut dan wajah sejak tadi. Padahal mereka menahan tawa karena Herman yang tampak sedikit berlari mengejar bosnya sambil membawa tas bekal yang mereka pikir sekretaris pribadinya itu membawa bekal tuannya.
Pintu lift hampir saja tertutup dan suara bosnya menyadarkan konsentrasi Herman yang berceceran sejak dalam mobil. "Cepetan! Kamu mau ketinggalan lift?" Seru Darren tapi tanpa menekan tanda hold.
"I_iya Tuan!" Sahut Herman untung sigap memencet tanda hold lift dari pintu luar. Suruh buruan tapi gak ditahan pintu liftnya, gimana sih bos! Terus itu tangan dipake buat APA?! kesalnya dalam hati.
"Uhh! Nafas panjang keluar dari mulut Herman begitu sudah didalam lift.
"Kenapa, Kamu? Nahan mules?"