Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. nafkah bulanan
Ding dong!
Bel kamar berbunyi, Dewi berdiri hendak membuka pintu. Seharusnya itu sekretaris eksekutif yang datang. Dan benar saja. "Sore, Bu Dewi." Perempuan berusia 45 tahun itu menyapa.
Yetty telah menjadi sekretaris Direktur sejak ayah Dewi masih menjabat. Dan dia tetap loyal Mejadi sekretaris Dewi, meski saat kecelakaan itu terjadi nasib Grup Thamrin sedang diujung tanduk. Dengan kesabaran Yetty membimbing Dewi, bagaimana menjadi seorang Direktur yang jujur, adil dan berwibawa mulai dari nol lagi.
Sikap angkuh dan otoriter Dewi sedikit banyak hasil dari hasutan Yetty. Meskipun karyawan mengetahui itu dan membencinya, Yetty tidak masalah dirinya dikutuk. Asalkan perusahaan bisa berdiri kokoh tak tergoyahkan.
Kenapa begitu?
Karena Tuan Thamrin yang menampung Yetty saat dia dipecat dari perusahaan lama, disaat dia tidak tau harus kemana.
Perusahaan lama memblokir jalan baginya mendapatkan pekerjaan baru dengan memberi penilaian yang buruk terhadap kinerjanya. Tapi Thamrin grup tetap memberinya kesempatan yang sangat dia butuhkan demi untuk membiayai anaknya yang saat itu sedang sakit. Tuan Thamrin juga membantu biaya pengobatan putrinya, saat penghasilannya masih belum cukup, bahkan untuk membiayai hidup sehari-hari.
"Masuklah," kata Dewi, dia kembali duduk di kursinya di depan meja rias.
Yetty berjalan masuk, mau tidak mau dia melihat ke pria brewokan yang duduk di sofa, yang look-nya lebih tampan dari Arman. Tampang urakannya itu, bagaimana bisa terlihat lebih seksi dibandingkan penampilan rapi Arman. Kapan Bu Dewi mengenal pria ini, tanya dalam hati Yetty. Siapa mengkhianati siapa, sekarang?
Sedikitnya banyak Yetty telah mendengar gosipan para karyawan hotel saat ia baru sampai karena dihubungi mendadak oleh Dewi, mengenai kedatangan Arman dan Dewi secara terpisah.
"Maaf, Bu Yetti. Sabtu seharusnya Ibu libur tapi saya panggil untuk menghadap," ucap Dewi pada Yetty yang berdiri di depannya. Yang terbengong menatap Alan yang menunduk tidak terpengaruh dengan keributan yang mereka buat.
Dewi memang sengaja tidak melibatkan karyawan kantor dalam acara, lusa. Semua diserahkan pada karyawan Hotel dibantu oleh tenaga ahli. Parahnya lagi, tak satupun karyawan kantor yang diundang.
Yetty sepenuhnya menghadap Dewi sekarang, dengan tanda tanya besar di wajahnya. "Apa yang bisa saya lakukan untuk Bu Dewi."
"Saya tidak akan menikah dengan Arman karena dia lebih memilih Dita," kata Dewi, seketika dia menangkap raut tidak senang di kening Yetty.
"Tapi saya akan tetap menikah dengan dia di waktu yang sama, lusa juga." Dewi menunjuk Alan yang duduk di sofa yang telah ditatap Yetty dengan ekspresi berselera barusan.
Yetty memang gelisah melihat tampang macho Alan, tapi lebih gelisah lagi memikirkan nasib Dewi. Dengan bersatunya Arman dan Dita, apakah mungkin jabatan Presiden Direktur akan tetap dipegangnya?
Jelas-jelas Yetty tau kalau Arman sudah lama mengincar posisi ini. Dan Dewi tidak akan mungkin berada di perusahan lagi untuk diturunkan pangkatnya, kan! Siapa yang mau, "Bu Dewi akan mengundurkan diri?"
Seperti yang diharapkan, Yetty memang cepat dalam menanggapi situasi. "Hm, kamu atur prosedur paling lama satu minggu dari sekarang. Sekalian pengangkatan kamu menjadi wakil Direktur menggantikan saya."
"Bu Dewi!" seru Yetty terperangah. Menyadari Dewi akan mengundurkan diri, memang tidak ada gunanya lagi dia bertahan di Perusahaan. Apalagi anak gadisnya yang dulu sakit-sakitan kini sudah sehat dan mandiri. Tinggal di rumah tidak lagi masalah untuk Yetty saat ini, karena dia memiliki seorang cucu laki-laki yang tampan dan lucu untuk diajak main. Ternyata Dewi telah mempunyai rencana yang gemilang untuknya. Yetty senang dengan jabatan baru ini, tapi...
"Saya serius, Bu Yetty." Dewi tidak memberi kesempatan untuknya menolak. "Pada rapat sebentar lagi kita umumkan saja, segera. Karena saya yakin pada rapat pemegang saham Minggu depan, Arman akan mengajak Dita untuk kudeta."
"Dengan tidak adanya penanggung jawab yang kompeten, para eksekutif dan ekslusif akan mencari perusahaan lain yang lebih stabil." Para petinggi perusahaan tau bahwa Yetty adalah seorang guru pembimbing yang loyal baginya. Sehingga menurut Dewi, mereka tidak akan meragukan kinerja Yetty. Bagaimanapun, Thamrin grup adalah kerja keras orang tuannya sampai kehilangan nyawa. Kalau Dewi sempat bilang biar saja bangkrut, itu hanya emosi sesaat. "Saya tidak mau ada keributan yang dapat mempengaruhi minat pemegang saham gabungan untuk tetap bertahan di Thamrin grup."
"Baik." Yetty paling mengerti hal ini, makanya dia tidak berani membantah lagi. Yetty tidak bisa egois hanya karena membenci kelakuan Arman dan Dita, jadi ikutan meninggalkan perusahaan terbengkalai di tangan kedua orang itu. Dia juga punya andil dalam memajukan perusahaan. Thamrin grup, Yetty sudah anggap sebagai pencapaian kariernya yang perlu dipertahankan.
"Kamu ke ruang meeting sekarang! Lihat bagaimana persiapan mereka," titah Dewi.
"Baik." Setelah mengangguk, Yetty mengundurkan diri sambil menepis jauh keinginannya untuk melirik Alan sekali lagi. Jelas-jelas yang ini lebih ganteng dan wibawa, pikirnya. Jadi Yetty di dalam hatinya percaya bahwa Dewi yang berubah pikiran, makanya dia mengalah dan rela melepaskan jabatannya.
.
.
Setelah kepergian Yetty, Alan mengangkat wajahnya. Tersenyum manis pada Dewi. "Kamu telah memperhitungkan dengan tepat dan akurat," puji pria itu.
Dewi mendengus, "Saya akan segera punya suami. Apakah suami saya akan menafkahi saya dengan UANG bulanan?" Dia menekan kata uang bulanan, agar tidak disalahartikan dengan nafkah lainnya.
"Berapa kamu mau sebutkan saja," jawab Alan menyeringai.
"Kamu mampunya berapa?" tantang Dewi memandang Alan dengan tatapan mengejek.
Alan tidak marah, dia tau Dewi memandang dirinya dari penampilan luarnya saja. "Sebanyak gaji kamu sebagai Direktur apakah cukup?" tanya Alan.
Heg!
Tatapan meng-henyek tak dapat disembunyikan, "150 juta?" seru Dewi. "Kenapa saya tidak tau kalau gembel ini sebenarnya sultan?"
Setahunya, Alan luntang lantung sejak 7 tahun yang lalu. Profesi paling hebatnya sebagai sekuriti sebuah hotel murah di pinggir kota. Beberapa kali Dewi menawarkan agar mengambil posisi Kepala keamanan Thamrin grup, setiap kali pula dia menolak. Dewi tidak tau kenapa Alan menyia-nyiakan bakatnya, lebih memilih hidup menggelandang tak tentu arah. Alan memiliki sebuah mobil karavan yang telah direnovasi menjadi sebuah hunian, karena itu dia tidak punya tempat tinggal yang tetap.
Memandang wajah cuek Alan, "Aku akan menanggung biaya hidupku sendiri. Kamu juga harus pindah ke Mansion tinggal bersamaku. Tidak boleh lagi hidup dijalanan. Karena kamu yang menyerahkan dirimu padaku jadi kamu harus ikut aturanku. Mengerti!" tegas Dewi melotot pada pria bertampang berantakan itu.
"Aku harap kamu tidak keberatan kalau penampilan kamu akan diubah sepenuhnya pada acara besok," sambungnya.
Alan tersenyum geli di dalam hatinya. "Okey."
"Baiklah, aku keluar dulu. Satu jam lagi designer jas akan datang. Kalau aku belum keluar meeting, kamu minta mereka tunggu." Dewi sambil berdiri mengambil tas kecilnya lalu keluar dari kamar.
Seharusnya dia akan menginap malam ini, di kamar ini bersama Dita. Sementara Arman telah membooking kamar pengantinnya sendiri. Apakah mereka akan sekamar atau Dita telah memesan kamar lain, Dewi bertanya-tanya.
Kamar yang dipesan Dewi berada di lantai sembilan, gedung perkantoran di lantai dua belas. saat dia menunggu lift naik terbuka, "Bu Dewi!" seseorang yang keluar dari kotak persegi itu menyapanya.
Dia adalah perwakilan EO yang mengatur jalannya acara, lusa. Dia tau apa yang ingin ditanyakan nya tentulah sesuai dengan perubahan jadwal yang diinfokan mendadak, jadi Dewi segera menjawab. "Renald! Atur pernikahan Arman dengan saudari Dita dilaksanakan terlebih dahulu sesuai jadwal. Saudara Maulana tetap akan menjadi salah satu saksi menikah mereka. Kemudian atur saksi baru untuk pernikahan saya dengan saudara Maulana, selanjutnya."
Baru kali ini dia mengalami kejadian seperti ini selama 10 tahun berkarir sebagai Wedding Organizer, "Baik, Bu." Renald meringis. "Tapi saya butuh photo Bapak Maulana ukuran paspor."
"Pergilah ke kamar tunggu saya."
Renald tau kamarnya dimana dan tujuannya naik ke lantai sembilan memang untuk bertemu Dewi dan calon pengantin pengganti. "Baiklah permisi."
"Oh, iya. Apakah kamu bertemu Pak Arman?" tanya Dewi menahan langkah Renald yang akan pergi bertemu Alan.
Barusan Renald ke lantai delapan untuk bertemu Arman terlebih dahulu, tapi dia diminta ke lantai sepuluh. Disana dia bertemu dengan Nona kedua Grup Thamrin bersama dengan Arman dan keluarganya. Kelihatan sangat harmonis dan bahagia. Semoga info ini bermanfaat, pikiran. "Pak Arman di lantai sepuluh, Bu." Dia menjawab pelan.
Kenapa aku bisa lupa kalau kamar di lantai sepuluh adalah favorit Dita. Jadi benar mereka telah merencanakan pemberontakan ini diam-diam, pikir Dewi. "Baik," ucapnya segera masuk ke dalam lift.
___________