Ibrahim, ketua geng motor, jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayleen, barista cantik yang telah menolongnya.
Tak peduli meski gadis itu menjauh, dia terus mendekatinya tanpa kenal menyerah, bahkan langsung berani mengajaknya menikah.
"Kenapa kamu ingin nikah muda?" tanya Ayleen.
"Karena aku ingin punya keluarga. Ingin ada yang menanyakan kabarku dan menungguku pulang setiap hari." Jawaban Ibra membuat hati Ayleen terenyuh. Semenyedihkan itukah hidup pemuda itu. Sampai dia merasa benar-benar sendiri didunia ini.
Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Ayleen karena Ibra dianggap berandalan tanpa masa depan.
Akankah Ibra terus berjuang mendapatkan restu keluarga Ayleen, ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
"Yang itu orangnya," tunjuk Raka kearah Ibra yang sedang berada diparkiran Mezra kafe bersama Ayleen. Mata Abdi terkunci pada sosok yang ditunjuk Raka, wajahnya tak asing, entah dimana mereka pernah ketemu. Dari gelagat Ibra dan Ayleen, mereka memang tampak seperti sepasang kekasih. Ayleen terlihat diam saja saat Ibra merapikan rambutnya dan menggenggam tangannya.
"Aku bingung, harus lapor Pak Asep gak ya?" tanya Raka sambil garuk-garuk tengkuk. Nasibnya udah seperti buah simalakama. Lapor salah, gak lapor makin salah.
"Ya laporlah," sahut Abdi yakin. Matanya masih menelisik Ayleen dan Ibra. "Jangan cuma seneng makan gaji buta. Dikasih uang lebih buat nganter Ayleen pulang, tapi malah orang lain yang nganter. Kalau terjadi apa-apa sama Ayleen, kamu orang pertama yang disalahin." Dia menoleh kearah Raka, melemparkan tatapan tajam yang membuat Raka langsung menelan ludah.
"Tapi Ayleen mohon-mohon sama aku buat gak bilang sama Pak Asep." Raka gak enak sama Ayleen jika dia lapor. Apalagi yang bantu dia kerja disini adalah Ayleen. Mereka teman SMP, setelah lulus SMA dan lagi bingung nyari kerja, Ayleen malah menawarkan kerja di Mezra kafe. Hutang budi itulah yang membuat Raka enggan melapor.
Abdi mendecak pelan dengan mata masih manatap Raka tajam. "Kalau kamu gak lapor, aku yang bakalan bilang ke Aydin. Jika memang pacarnya itu cowok baik-baik, kenapa Ayleen gak bilang sama keluarganya kalau yang anter jemput cowok itu. Aku yakin Pak Asep gak tahu apa-apa, makanya masih ngasih kamu uang lebih buat ngenter Ayleen pulang. Kalau sembunyi-sembunyi gini, udah jelas tuh cowok gak bener."
"Kayaknya iya deh." Raut wajah Raka tampak cemas. Jelas dia takut kalau terjadi sesuatu sama Ayleen, semua orang akan menyalahkan dia. "Motornya gonta-ganti terus, aku aja sampai heran. Sebenarnya dia anak pemilik dealer, debt collector, atau begal." Raka bergidik ngeri, membayangkan jika pacar Ayleen ternyata adalah begal.
"Tuh kan, aku bilang apa. Dia cuma menang ganteng doang, tapi gak jelas."
"Apa aku telepon Pak Asep aja ya, buat ngejelasin tentang ini?" Raka hendak mengeluarkan ponsel dari saku apronnya tapi ditahan oleh Abdi.
"Susah kalau ngomong di telepon. Setiap minggu Pak Asep kan kesini, saat itulah kamu ngomong berdua sama dia. Jangan lupa minta maaf juga." Obrolan mereka terhenti saat menyadari Ayleen sudah hampir masuk kedalam kafe. Cewek itu menghentikan langkah didekat pintu, menatap heran kearah mereka. Raka buru-buru ngibrit, tapi Abdi, dia malah nyamperin Ayleen.
"Ngapain kalian berdiri didekat pintu?" tanya Ayleen begitu dia sudah ada didalam. Entah benar atau salah, dia merasa jika 2 orang tadi berada didekat pintu untuk mengawasinya.
"Itu tadi cowok kamu?"
"Temen," sahut Ayleen sambil berjalan menuju pantry. Tak puas dengan jawaban Ayleen, Abdi mengekor dibelakangnya. Untung kafe sedang sepi, jadi dia tak harus tetap stay didepan coffee maker.
"Dia yang ngenter kamu pulang tiap malam?"
Ayleen menghela nafas berat. Dia yakin Raka sudah cerita semuamya pada Abdi, jika tidak, cowok itu tidak akan kepo seperti ini.
"Orang tua kamu udah tahu, Leen?" Meski pertanyaan tadi belum dijawab, Abdi masih saja terus bertanya.
Ayleen menghentikan langkahnya lalu berbalik, membuat Abdi yang ada dibelakangnya langsung mengerem langkah agar tak menabrak cewek itu.
"Nanti aku akan cerita sama mereka."
"Kenapa gak sekarang, atau dari dulu. Udah sebulan lebih loh dia nganter kamu pulang?"
Sudah dipusingkan karena Putri, sekarang Abdi malah nambahin kesel. Rasanya pengen ngamuk, tapi Ayleen menahan diri mati-matian mengingat Abdi adalah teman baik abangnya, sekaligus senior dia di kafe.
"Belum saatnya, nanti aku pasti bilang. Mas Abdi gak usah khawatir."
"Gimana gak khawatir, dia_"
"Dia cowok baik-baik," potong Ayleen. "Buktinya aku baik-baik sajakan sama dia." Sambil merentangkan kedua tangannya, menunjukkan jika tak ada kurang satupun dari dirinya, dia baik-baik saja.
Abdi menggeleng sambil tersenyum miring. "Ini gak baik-baik saja, Leen. Cowok yang baik, akan minta izin pada orang tua si cewek jika mau ngajak anaknya keluar, bukan ngajak kucing-kucingan."
"Di, latte satu," teriakan Delon membuat Abdi berdecak kesal. Kenapa juga harus ada pembeli saat obrolannya dengan Ayleen belum selesai. Tapi mereka sama-sama barista, tempat kerja deket. Mungkin nanti dia bisa lanjut ngobrol dengan Ayleen.
"Ok, tunggu bentar." Teriak Abdi sambil mengangkat tangannya. "Ya udah kamu ganti baju sana." Abdi terpaksa meninggalkan Ayleen, berjalan cepat menuju tempat kerjanya.
Ayleen menatap punggung Abdi yang kian menjauh. Hubungan dia dan Ibra, cepat atau lambat pasti akan segera ketahuan. Padahal cinta mereka sedang manis-manisnya. Rasanya dia tak sanggup jika semua yang baru dimulai ini harus berakhir. Dia takut keluarganya menentang hubungannya dengan Ibra, dia tak mau cinta yang baru mekar, sedang indah-indahnya itu sudah harus dihadapkan dengan badai.
...----------------...
Seharian Ayleen dibuat galau. Chat terakhirnya dengan Ibra sekitar 3 jam yang lalu, setelah itu, ponsel cowok itu susah dihubungi. Dichat gak dibales, ditelepon juga gak diangkat. Dia melihat jam yang ada di dinding kafe. Sudah jam 11 malam. Dia tak tahu jam berapa Ibra akan mulai belapan, yang pasti malam ini.
"Gimana sih, Leen," tegur Delon yang ada didepan meja bar. Meletakkan secangkir kopi disana. "Kamu salah bikin pesesana." Wajah cowok itu terlihat jengkel karena baru saja, dia dimarahi pelanggan.
Ayleen memperhatikan nota didepannya. Dia langsung membuang nafas berat karena memang salah.
"Fokus, Leen," ujar Abdi. "Biar aku buatin yang baru Lon." Delon mengangguk lalu pergi.
Kling
Mendengar suara notif dari ponselnya, Ayleen buru-buru melihat. Berharap jika itu adalah pesan dari Ibra, sayangnya bukan, tapi malah pesan dari nomor tak dikenal.
[ Makasih, malam ini udah ngijinin Ibra buat jadi pacar satu malamku ]
Selain itu, ada foto Putri sedang bersama anak-anak Joker, termasuk Ibra.
Ayleen meremat apronnya, dadanya sesak. Sungguh dia tak rela meski hanya malam ini saja, Putri memeluk Ibra dan bersandar dibahu cowok itu. Meski berulang kali Ibra menegaskan jika cintanya hanya untuk dirinya, tapi tetap saja, dia cemburu, dia sakit hati. Perlahan, butiran bening meleleh melalui sudut matanya.
"Mau kemana, Leen?" tanya Abdi saat Ayleen meninggalkan coffemaker sambil melepas apronnya. Barusan sudah ke toilet, mungkinkah sekarang ke toilet lagi?