Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Alfath meminta waktu untuk bicara berdua dengan Om Raka dan Tante Kinan. Dia tak rela harus menikah dengan Kimmy karena difitnah seperti ini. Ini bukan hanya masalahnya, tapi juga orang tuanya. Dia tak mau orang tuanya menangung malu karena perbuatan yang tidak pernah dia lakukan.
"Al, berani bersumpah Om, Tante, Al gak ngapa-ngapain. Sumpah demi Allah."
Om Raka dan Tante Kinan mulai galau. Awalnya percaya begitu saja dengan omongan Pak Bram, apalagi pria itu bilang ada kissmark di leher putrinya sebagai bukti. Tapi mendengar ucapan Alfath barusan, mereka jadi ragu.
"Om, Tante, tolong percaya sama aku. Aku gak mungkin ngelakuin hal serendah itu, apalagi pada anak teman Om Raka."
"Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa kalian tidur seranjang dan ada kissmark di leher Kimmy?" tanya Tante Kinan.
Alfath menghela nafas panjang lalu menceritakan tentang kecurigaannya jika semalam Kimmy menaruh obat tidur di minumannya lalu kabur.
"Lalu bekas kissmark?" Om Raka mengernyit bingung.
"Aku gak tahu pasti kalau tentang itu. Tapi mungkin saja itu perbuatan pacarnya. Aku pernah melihat sendiri Kimmy berbuat tak senonoh dengan pacarnya, mungkin yang semalam, juga dengan pacarnya."
"Kamu yakin Al?" tanya Tante Kinan.
"Al juga gak tahu, Tante. Tapi seingat Al, sebelum memberikan minuman itu, Kimmy ganti baju, dia memakai pakaian bagus."
Terlihat Om Raka dan Tante Kinan mulai percaya. Tadi mereka menghubungi Nara dan Septian untuk datang ke Bandung, tapi tak mengatakan duduk permasalahannya dulu, takut Nara jadi panik dan udah nangis sepanjang jalan.
Mereka bertiga lalu kembali ke ruang keluarga, tempat semua orang berkumpul. Ketegangan masih mendominasi disana.
"Bagaimana, Al, kamu mau tanggung jawabkan?" tanya Pak Bram. Tak ada senyum di wajahnya, tak seperti biasanya mereka bertemu.
"Pah, gak usah sampai nikah segala, kami belum sejauh itu semalam," ujar Kimmy.
Pak Bram tidak menjawab, hanya melemparkan tatapan tajam pada putrinya.
"Begini Pak Bram," Om Raka angkat bicara. "Bisa saya lihat CCTV rumah ini? Saya ingin memastikan sesuatu."
Wajah Kimmy langsung pucat. Dia sudah menyuruh satpam menghapus rekaman CCTV saat dia keluar dan masuk lagi, tapi takutnya, mereka sadar jika ada waktu yang hilang dari rekaman tersebut.
"Tentu saja." Pak Bram mengajak mereka semua melihat rekaman CCTV.
Al yakin, Kimmy keluar semalam, tapi tak ada rekaman yang menunjukkan hal itu. Setelah dia dan Kimmy masuk ke dalam kamar, tak ada rekaman Kimmy keluar lagi, ini sangat aneh. Dia meminta rekaman diulang pada saat beberapa menit setelah dia dan Kimmy masuk kamar.
"Sepertinya ada bagian yang hilang," ujar Alfath. Dia meminta rekaman dihentikan, dan fokus pada jam yang tertera.
Tubuh Kimmy seketika gemetaran, dia sangat takut kalau sampai ketahuan bukan Alfath yang membuat kissmark di lehernya.
"Benar, ada yang hilang dari rekaman ini," Tante Kinan menimpali. Mereka semua orang-orang cerdas yang sulit dibohongi, apalagi untuk pembohong kelas teri seperti Kimmy.
Semua mata, seketika tertuju pada Kimmy. Wajah gadis itu pucat pasi, tubuhnya mengalami tremor.
"Bukan Al yang bikin kissmark di leher Kimmy, Om." Alfath bicara lantang sambil menatap Kimmy. "Sepertinya semalam Kimmy kabur setelah memberi saya obat tidur."
Kali ini, Kimmy tak bisa menyangkal karena saking takutnya, bibirnya menjadi kelu, tenggorokannya seperti tercekat.
Wajah Pak Bram seketika mengeras. Dia menatap Kimmy dengan kedua telapak tangan mengepal kuat. "Benar itu, Kim?"
Kimmy tak menjawab, dia malah menangis sesenggukan.
Pak Bram mendekati putrinya, bertanya sekali lagi dengan nada yang lumayan tinggi. "Benar apa yang dikatakan Alfath?" Sama seperti tadi, Kimmy tidak berani menjawab. "Jawab!" bentak Pak Bram.
PLAKK
Sebuah tamparan keras dia daratkan di pipi sang putri. Diamnya Kimmy sudah bisa membuatnya menarik kesimpulan, bahwa apa yang dikatakan Alfath adalah benar.
"Bikin malu saja!" bentaknya.
"Pah, sudah, malu," Bu Ratih memegang lengan suaminya sambil melirik keluarga Alfath. Menurutnya, hal seperti ini tak layak dipertontonkan pada orang luar.
Pak Bram membuang nafas berat sambil meraup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Saat ini, dia benar-benar tak punya muka untuk menghadapi keluar Dokter Raka. Sepanjang hidup, ini kesalahan Kimmy yang paling fatal.
"Maafkan saya, Dokter Raka," Pak Bram tertunduk malu.
Om Raka dan Tante Kinan bernafas lega karena situasi telah berbalik sekarang. Begitupun dengan Alfath, dia lega karena nama baiknya terselamatkan.
"Al, maafkan Om ya," Pak Bram menepuk pelan bahu Alfath.
"Al juga salah di sini, Om, Al gak bisa jagain Kimmy yang sudah diamanahkan pada Al."
Pak Bram menggeleng cepat. "Bukan salah kamu, Kimmy saja yang sudah sangat kelewatan," dia melirik Kimmy tajam.
Karena masalah sudah clear, Alfath dan keluarganya pamit pulang.
Sepeninggal mereka, situasi yang sempat dingin, kembali memanas. Pak Bram menatap nyalang putrinya yang sedang menangis sesenggukan di pelukan sang mama. Kali ini, dia tak bisa lagi mentolelir kesalahan Kimmy. Dia membuka ikat pinggangnya, dan itu langsung membuat Kimmy berlutut di kaki sang papa.
"Ampun, Pah, ampun. Ampuni Kimmy, Kimmy minta maaf," dia memeluk kedua kaki papanya, takut ikat pinggang itu akan melayang ke tubuhnya.
"Lepas!" Pak Bram berusaha menarik kakinya.
"Ampun, Pah, ampun,' Kimmy terus mengiba.
"Pah, jangan," Mama Ratih berusaha mengambil ikat pinggang suaminya.
"Jangan bela dia lagi, Mah," bentak Pak Bram. "Jangan-jangan, kamu juga tahu kalau Kimmy kabur dari rumah?" dia menatap istrinya tajam.
Mama Ratih menundukkan pandangan, dia memang paling takut jika sudah dipelototi suaminya.
"Ini jadinya kalau anak selalu kamu bela," bentak Pak Bram. Dia kembali mengangkat ikat pinggang, namun untuk mendaratkan benda itu di tubuh sang putri, dia tidak sampai hati. Matanya berkaca-kaca, "Besok, Papa antar kamu ke pesantren."