NovelToon NovelToon
Kerinduan Di Antara Awan

Kerinduan Di Antara Awan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dewa Aksara

Di antara kabut tebal yang melingkupi sebuah kota kecil, terdapat dua insan yang terpisah oleh luka-luka masa lalu dan dinding-dinding yang mereka bangun di sekitar hati mereka. Maya, seorang gadis muda dengan senyum rapuh yang menyembunyikan kesedihan yang tak terucapkan, bertemu dengan Atma, seorang penyair puisi yang membawa beban kesedihan yang sama beratnya.

Dalam taman yang dikelilingi oleh awan mendung, di tempat di mana kesedihan bersarang, keduanya menemukan tempat untuk berbagi cerita-cerita mereka yang penuh dengan rahasia dan rasa sakit. Di antara puisi-puisi yang penuh dengan warna dan keheningan yang menyentuh, Maya dan Atma menemukan cinta di antara kabut-kabut kesedihan.

Namun, cinta mereka tidak datang tanpa rintangan. Bayang-bayang masa lalu yang mengejar mereka, bersama dengan rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik senyuman mereka, menguji ketahanan cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kekecewaan dalam Hati

Atma, melihat Maya yang begitu terpukul, segera mengambil tindakan. "Kita tidak bisa tinggal diam," katanya dengan tegas. Atma mengeluarkan ponselnya dan menelepon kepolisian, melaporkan kebakaran tersebut dan meminta penyelidikan segera untuk mengusut siapa dalang di balik kebakaran kedai kopi mereka.

Tak lama kemudian, beberapa polisi tiba di lokasi kebakaran. Mereka mulai memeriksa tempat kejadian dan mengumpulkan bukti. Petugas pemadam kebakaran menunjukkan lokasi tempat bensin dan korek api ditemukan. Polisi mengambil foto dan sampel untuk penyelidikan lebih lanjut.

Seorang polisi, bernama Pak Budi, mendekati Atma dan Maya. "Kami akan melakukan segala upaya untuk menemukan pelaku di balik kebakaran ini," janjinya. "Kami akan memeriksa rekaman CCTV dan menginterogasi siapa pun yang mungkin memiliki informasi."

Maya mengangguk, meskipun air mata masih mengalir di wajahnya. "Terima kasih, Pak Budi," ucapnya pelan. Atma meremas tangan Maya, memberikan dukungan dan kekuatan.

Selama beberapa hari berikutnya, polisi terus melakukan penyelidikan. Atma dan Maya tetap berhubungan dengan pihak berwenang, memberikan informasi apa pun yang mereka miliki dan bekerja sama dalam setiap langkah.

Di sisi lain, dukungan dari komunitas semakin mengalir. Teman-teman, keluarga, dan bahkan pelanggan setia Kedai Harapan datang memberikan bantuan moral dan material. Mereka membantu membersihkan sisa-sisa kebakaran dan mendiskusikan rencana untuk membangun kembali kedai tersebut.

Lestari dan Gema, meskipun berada di tempat yang berbeda, juga memberikan dukungan dari jauh. Mereka sering menghubungi Maya dan Atma, memberikan semangat dan nasihat.

Keesokan harinya, setelah seminggu berlalu sejak kebakaran yang menghancurkan Kedai Harapan, Maya dan Atma duduk bersama di ruang tamu untuk membicarakan kelanjutan kedai mereka. Maya tampak bingung dan cemas, masih terpukul oleh kerugian besar yang mereka alami.

"Maya," Atma memulai dengan pelan, "Aku tahu ini sangat berat untuk kita, tapi aku punya solusi yang mungkin bisa membantu menutupi sebagian kerugian dan memberikan modal untuk membangun kembali Kedai Harapan." Atma mengeluarkan kartu ATM dari sakunya dan menyerahkannya kepada Maya. "Ini adalah tabunganku. Aku berharap ini bisa sedikit membantu."

Maya mengambil kartu itu, matanya berkaca-kaca. "Atma, ini sangat berarti, tapi kita masih butuh lebih banyak untuk benar-benar membangun kembali semuanya."

Atma tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Itu adalah cincin tunangan mereka. "Mungkin jika kita gabungkan tabungan kamu, tabunganku, dan... cincin ini, kita bisa mencukupi semuanya."

Maya terkejut dan langsung marah. "Cincin tunangan kita? Kamu serius, Atma? Kamu ingin menjual cincin ini?"

Atma mencoba menenangkan Maya, "Dengar, Maya. Aku hanya ingin kita bisa bangkit kembali. Kedai Harapan bukan sekedar kedai kopi biasa, akan tetapi anak pertama dari kita. Aku rela melakukan apa saja untuk itu, bahkan jika itu berarti mengorbankan cincin ini."

Maya berdiri, air mata mulai mengalir di pipinya. "Atma, cincin ini bukan hanya simbol pertunangan kita, tapi juga harapan dan janji kita. Bagaimana kita bisa menyerahkannya begitu saja?"

"Aku tahu, Maya," Atma menjawab dengan suara tenang, "Tapi cincin ini tidak lebih penting dari masa depan kita bersama. Kita bisa membeli cincin lain nanti, tapi kesempatan untuk membangun kembali Kedai Harapan mungkin tidak akan datang lagi."

Maya yang begitu kecewa dan marah, bergegas meninggalkan Atma dan pergi ke kamarnya. Pintu kamar ditutup dengan suara keras, menunjukkan betapa marahnya Maya saat itu. Atma, yang tetap duduk di kursi rodanya, merasakan kesedihan mendalam. Dia mengambil cincin tunangan mereka, menatapnya dengan air mata yang berjatuhan di antara jemarinya.

"Aku tahu, cincin ini adalah simbol dari janji kita," gumam Atma dalam hati, suaranya hampir pecah oleh emosi. "Tapi aku tidak mau Kedai Harapan yang sudah kita anggap sebagai anak pertama dan berjuang demi impian kita, usai begitu saja. Mungkin kita bisa tanpa menjual cincin ini, tapi itu akan memakan waktu yang sangat lama."

Dengan perasaan berat, Atma mencoba memanggil Maya dari lantai bawah. "Maya... Maya, dengarkan aku, tolong," panggilnya berulang kali. Namun, Maya yang begitu kecewa dan marah tidak menjawab. Atma tahu Maya mendengar, tapi rasa sakit dan kemarahan menghalanginya untuk merespons.

Setelah beberapa panggilan tanpa jawaban, Atma merasa putus asa. Dia menyadari bahwa mungkin ini saatnya memberi Maya ruang untuk merenung dan menenangkan diri. Atma memutuskan untuk menulis surat kepada Maya, berharap kata-kata tertulis bisa menyampaikan perasaannya lebih baik daripada ucapan lisan saat ini.

Di meja kecil di sudut ruang tamu, Atma mulai menulis.

Maya,

Aku tahu kamu sangat marah dan kecewa sekarang, dan aku sangat menyesal karena membuatmu merasa seperti itu. Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakiti perasaanmu atau meremehkan arti dari cincin tunangan kita.

Kedai Harapan adalah impian kita bersama, sesuatu yang kita bangun dengan cinta dan kerja keras. Aku merasa sangat berat kehilangan kedai itu, sama beratnya seperti kehilangan harapan kita bersama. Aku tahu ada cara lain untuk membangun kembali, tapi aku merasa harus melakukan sesuatu sekarang, secepatnya, agar kita bisa melihat harapan di depan mata.

Cincin ini, Maya, adalah janji kita, dan aku tidak akan pernah melupakan itu. Tapi mungkin, jika kita benar-benar perlu, kita bisa mengganti cincin ini di masa depan. Cinta dan komitmen kita tidak akan hilang hanya karena cincin itu.

Aku berharap kamu bisa memaafkanku dan mengerti niatku. Aku sangat mencintaimu, dan aku hanya ingin melihat kita bahagia lagi, bersama-sama membangun kembali impian kita.

Dengan cinta,

Atma

Atma melipat surat itu dengan hati-hati dan meletakkannya di meja di dekat tangga, berharap Maya akan menemukannya. Dengan berat hati, Atma menunggu, berharap surat itu bisa menjembatani kesalahpahaman dan membawa mereka kembali bersama untuk menghadapi masa depan yang penuh harapan.

Atma meninggalkan ruang tamu, masuk ke kamarnya. Dia berusaha memindahkan dirinya dari kursi roda ke tempat tidurnya, tetapi tubuhnya yang lelah tidak mampu menahan beban, dan dia terjatuh. Suara tubuhnya yang terhempas ke lantai terdengar sampai ke kamar Maya. Meski mendengarnya, Maya, yang masih dibakar oleh amarah dan kekecewaan, hanya diam dan tidak bergerak untuk membantu. Dia membiarkan saja, seolah tidak terjadi apa-apa.

Atma merasa sakit di lengannya yang terkena kayu kasur saat jatuh. Dengan susah payah, dia bangkit dan meraih kasurnya, akhirnya berhasil duduk di tepi kasur. Dia memandangi lebam di lengannya sejenak sebelum kembali fokus pada cincin tunangan yang kini ada di tangannya. Atma menatap cincin itu dengan tatapan penuh perasaan, air matanya kembali mengalir. Dia berbaring di tempat tidur, memegang cincin itu dengan erat sebelum menyimpannya di bawah bantalnya.

Sementara itu, Maya masih berada di kamarnya, rasa marah dan kecewa terus berkecamuk dalam dirinya. Dia membayangkan ucapan Atma yang tampaknya meremehkan arti cincin tunangan mereka. Setiap kata yang diucapkan Atma tadi malam terulang kembali di benaknya, membuatnya semakin terluka.

1
Kana
bangun atma. ku tabok ya bkin cape nangis kau/Right Bah!/
Kana
pingsan aja biar ga cape 🙃
Kana
lagi kerja aku jgn dibuat nangis bisa? 🥺
Gema: siapa suruh baca di saat kerja wkwkw
total 1 replies
Aegis Aetna
aku mampir kak, semangat.
Gema: Terimakasih udah mampir yaa
total 1 replies
Kana
😢 ini mah buku diary
Kana
elma😭
Gema: parah elma nya ya
total 1 replies
ATAKOTA_
sangat menyentuh
Gema: terimakasih
total 1 replies
Kana
Ga sabar pengen ketemu kayanya ya🤭
Kana
ciiee 😚
Kana
Jangan makan pedes atma🤨
Gema: hahaha
total 1 replies
Kana
kasian lestari🥀
Gema: Maaf ya wkwkw
total 1 replies
Kana
jahil nya 🤨
Kana
Semangat Nulisnya🥰
Gema
Selamat menikmati perjalanan Atma dan Maya yah
Gema
senyum senyum yah wkwkw
Kana
Senyum2 nah🤭
Kana
Semangat dan Sukses Untuk Novelnya 🌷
Kana
Keren🥰
Gema: makasih sayang
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!