Karna menolong seseorang membuat Rafdelia menjalani kehidupan yang tidak di inginkan nya tetapi seiring berjalannya waktu Rafdelia menjadi menerima takdir kehidupannya.
ketahui kelanjutan kisah hidup Rafdelia dengan membaca cerita ini dari awal ya teman.
SELAMAT MEMBACA..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febri inike putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
"Mas, aku izin mau nonton ke bioskop ya sore ini sama anak-anak. Kalau emang boleh, aku mau langsung kabari sekarang tanda aku jadi ikut."
"Berapa orang? Ada cowoknya?" tanya Zein tegas.
"Empat orang. Ada sih cowok dua orang, Boby dan Viko." jelas Rafdelia.
"Ngapain nonton bareng cowok segala!" tanya Zein lagi sedikit keras.
"Memangnya kenapa? Eh dokter Tony juga mau ikut katanya sih, berarti cowoknya tiga. Boleh ya mas, mereka nungguin kabar dari aku nih bisa apa enggak..." pinta Rafdelia.
"Si Tony ngapain ikut-ikutan segala. Wah emang gila ni anak, sejak kapan dia suka nonton ke bioskop. Pasti mau deketin Rafdelia. Rese ni orang!" Zein membatin kesal bukan main.
"Mas kok diam? Itu tandanya boleh kan... Ok, aku chat Lala dulu kalau aku bisa ikut." Rafdelia langsung mengetik pesan dan mengirimnya ke nomor Lala.
"Eh kamu kok main bisa-bisa aja sih? Aku kan belum izinin..." Zein panik karena Rafdelia sudah mengiyakan ajakan teman-temannya itu.
"Yaaahhh... Udah terkirim pesannya mas.... Nih udah ada balasannya..." Rafdelia menunjukkan balasan chat dari Lala.
[ Ok dok... Kita janjian disana aja ya biar gak bolak balik. Pukul setengah lima udah harus disana ya see you next time Dr Rafdelia ( emoticon senyum )]
Zein hanya bisa melongo membaca balasan pesan tersebut.
"Aku siap-siap ya mas, mau sholat ashar dulu..." Rafdelia beranjak dan masuk ke kamarnya.
Zein hanya bisa membuang nafas kasar, membayangkan disana Rafdelia bersama Tony duduk bersebelahan sambil makan popcorn satu berdua dan tanpa sengaja tangan mereka bersentuhan dan...
"Enggak.. Enggak... Ini gak boleh terjadi..." Zein mengacak-acak rambutnya panik. Zein mencari ide agar Tony batal ikut nonton bersama Rafdelia.
Ahaaa.... Tiba-tiba Zein memiliki ide....
************
Rafdelia menyandarkan tubuhnya di pintu setelah masuk kamar. Jantungnya masih berdegup kencang karena kejadian tadi. Ia mencoba menarik nafas sedalam mungkin dan melepaskannya perlahan.
"Tadi mas Zein mau ngapain ya? Kenapa aku pasrah banget, malah nungguin lagi apa yang mau dia lakukan... Uuuh bego banget kamu Rafdelia!!!" ia memegang dadanya yang terus saja berdetak kencang seolah bunyinya dapat didengar oleh telinga, pipinya memerah dan terasa panas.
Sementara itu Zein sudah menyusun rencana agar Tony tidak ikut nonton ke bioskop. Ia menelepon sahabatnya itu.
[ Ya Zein, kenapa? ] Tony menjawab panggilan Zein dari seberang telepon.
"Lo dimana sekarang, ton?" tanya Zein tanpa basa basi.
[ masih di rumah sakit, tapi ni udah mau pulang kok. ]
"Lo tunggu gua disana, ni udah mau jalan."
[ Wait wait... emang mau ngapain Lo kesini Zein? Eh maksudnya kalau ada apa-apa entar biar gua aja yang ketempat Lo. Tapi jangan sekarang, karena gua lagi buru-buru Zein, ada urusan penting soalnya. ]
"Gua kesana karena ada yang mau gua diskusiin sama Lo tentang laporan Lo kemarin. Karena mami lagi pengobatan, jadi sekarang gua yang gantiin di rumah sakit." Zein beralasan.
[ Duh Zein... Harus sekarang banget ya? Ini udah lewat jam kerja gua lho... Gua bener-bener ada urusan penting sore ini. ]
"Harus sekarang Ton. Pokoknya Lo tunggu aja gua disana ya." perintah Zein.
[ Zein, tunggu dulu... ]
Zein segera mematikan panggilannya. Dia tidak ingin Tony memberikan banyak alasan yang bisa membuatnya kesulitan menahan sahabatnya itu agar tidak pergi bersama Rafdelia.
Ceklek...
Pintu kamar Rafdelia terbuka, Zein pun membalik badan ke arah kamar itu. Dapat ia lihat penampilan gadis itu dari atas sampai bawah.
Rafdelia memakai dress santai selutut berwarna maroon, sangat kontras dengan kulit putih beningnya. Rambutnya yang panjang dikepang tinggi seperti ekor kuda, memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus. Ia memakai tas selempang berwarna hitam berukuran kecil yang hanya dapat memuat dompet dan ponselnya saja. Sepatu flatshoes yang berwarna senada dengan dress-nya menambah keindahan pada kaki putih bersih gadis itu.
Zein hanya bisa menelan saliva melihat betapa cantiknya Rafdelia walau penampilannya terbilang sederhana namun sangat elegan dan membuat gadis itu terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Sungguh hatinya sangat tidak rela jika ada pria lain maupun Tony menikmati kecantikan istrinya itu.
"Mas, aku jalan dulu ya... Malming dulu alias malam Minggu...." Rafdelia mengedipkan sebelah matanya dan membuka pintu apartemen itu.
Zein membelalakkan kedua bola matanya mendengar ucapan Rafdelia barusan.
Zein menyusul Rafdelia masuk kedalam lift.
"Eh mas mau keluar juga?" tanya Rafdelia.
"Mau anterin kamu." jawab Zein tanpa menoleh ke arah Rafdelia, ia memang sedikit kesal pada gadis itu karena masih mau meladeni Tony padahal ia sudah melarang berkali-kali.
"Eh jangan mas.... Nanti kalau ada yang liat kita bersama, mereka pasti pada kepo kenapa aku bisa diantar sama kamu. Kalau aku gak boleh pergi sendiri, minta tolong aja sama pak Arman buat anterin aku, ya mas..." pinta Rafdelia.
"Pak Arman udah pulang sore begini. Masak mau dikasih kerjaan lagi." jawab Zein yang terus berjalan setelah keluar dari ruangan besi tersebut.
"Kalau gitu aku aku pesan taxi online aja..." Rafdelia mengambil ponselnya dalam tas.
"No! Aku yang antar kamu. Jangan banyak protes lagi." Zein menarik tangan Rafdelia agar mengikutinya.
"Mas... Lepasin tangan aku. Nanti ada yang liat." Rafdelia berusaha melepas genggaman tangan Zein. Pria itu hanya diam dengan tatapan dingin tanpa melepas genggamannya. Lagi-lagi Rafdelia hanya bisa pasrah.
************
Sepanjang perjalanan dimobil....
Zein dan Rafdelia saling diam.... Zein menyetir mobil dengan fokus menatap ke depan, sedangkan Rafdelia sesekali mencuri pandang ke arah Zein yang berwajah datar.
"Kenapa kamu liatin aku terus dari tadi?" akhirnya Zein buka suara tanpa menoleh kesamping.
"Eh? Gak kenapa-napa cuma agak bingung aja, mas dari tadi kok diam aja. Marah ya sama aku?" Rafdelia tersenyum canggung.
"Kamu ngapain dandan cantik-cantik, karena mau nonton bareng Tony?" sindir Zein.
"Mana ada aku dandan cantik, biasa aja ini..." jawab Rafdelia sambil melihat penampilannya.
"Lagian gak ada urusan sama dokter Tony..." Rafdelia manyun.
"Aku kan udah pernah bilang jangan ladenin si Tony. Tapi ini kamu malah mau pergi nonton sama dia! Kamu kok susah banget dibilangin..."
"Mas, aku gak ada meladeni dokter Tony. Dianya aja yang mau menawari diri mau ikut kami nonton." balas Rafdelia kesal.
"Harusnya kamu gak usah ikut, biarin aja dia sama yang lain pergi."
"Kok gitu? Aku kan pengen nonton juga mas... Seumur-umur baru ini ada yang ngajak aku nonton ke bioskop. Aku senang banget... Lagian aku libur dua hari masak dirumah doang." protes Rafdelia.
"Kalau kamu mau kesana kan bisa ajak aku. Tinggal bilang aja kan?"
"Gak mungkin nonton berdua sama kamu, nanti bisa jadi heboh. Kan kita udah sepakat akan menutup rapat pernikahan ini." jelas Rafdelia lagi.
Zein bungkam. Memang ia lah yang ingin agar pernikahan mereka dirahasiakan.
"Eh udah sampai ya mas.... Itu teman-temanku udah nunggu didepan. Aku turun disini aja deh, biar gak keliatan sama mereka." Rafdelia hendak membuka pintu mobil.
"Nanti kalau udah selesai nontonnya kabari ya, biar aku jemput kamu." Zein mengingatkan.
"Gak usah mas, aku pulang sendiri aja nanti, kamu gak usah jemput aku mas." tolak Rafdelia.
"Pokoknya aku jemput nanti. jangan lupa kabari!" tegas Zein.
"Iya deh mas... Ih! Aku turun dulu..." Rafdelia keluar dengan perasaan kesal. Ia menghampiri yang lain, dan mereka langsung masuk untuk membeli tiket. Sementara Zein tersenyum kecil melihat wajah kesal Rafdelia.
**********
Sementara itu di ruang kerja Tony...
Tony memainkan jemarinya diatas meja, sesekali melirik ke jam tangannya lalu membuang nafas kasar. Sudah setengah jam berlalu, sepertinya mustahil baginya untuk menyusul Rafdelia ke bioskop.
Sedangkan Zein masih fokus membaca laporan pasien per bulannya. Sesekali ia melirik kearah Tony yang tampak gelisah yang ia tau apa penyebabnya namun ia tidak ingin membahasnya.
"Zein, masih lama gak?" tanya Tony yang sudah tak sabar.
"Ini kan masih banyak yang harus gua periksa. Kayaknya gua butuh penjelasan lebih lanjut."
Mau tak mau Tony mengikuti perintah Zein. Dan akhirnya mereka menghabiskan waktu berjam-jam, walaupun sebenarnya pembahasan laporan-laporan tersebut tidak begitu darurat dilakukan pada saat ini namun Zein hanya ingin menghabiskan waktu lebih banyak agar Tony tidak bisa pergi.
[ Mas, jadi mau jemput? kalau iya aku tunggu sekarang ya. ]
Zein membaca sebuah pesan masuk dari Rafdelia, senyum lebar tersungging di bibirnya. Hatinya bahagia hanya karena Rafdelia mengabari untuk dijemput. Ia senang Rafdelia mengabarinya sesuai pesannya tadi. Entahlah ia seperti merasa sangat dibutuhkan, rasanya saat ini ia seperti seorang suami yang akan menjemput istrinya dari suatu tempat... namun sayang Zein masih belum juga memahami perasaannya sendiri.
"Ok ton, kayaknya udah dulu deh, besok kita sambung lagi. Gua juga ada urusan sekarang." Zein beranjak dari tempat duduknya.
"Hmmm iya bro, gua juga mau pulang sekarang, bosan gua kelamaan disini." Tony membereskan meja kerjanya dengan tampangnya yang kusut.
Zein bergegas keluar dari ruangan Tony untuk segera menjemput rafdelia.via tidak ingin gadis itu menunggu terlalu lama.