Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Kembali
Awalnya Leo tidak setuju jika Reca terus menerus ke rumah Pak Alam. Namun setelah Reca mengeluh tentang tetangganya yang julid, Leo akhirnya menyetujui.
Tidak lama, satu bulan Reca berhasil membuat Mba Ara jauh lebih baik. Bahkan hampir normal kembali. Semua traumanya perlahan memudar. Meskipun sesekali nampak rasa kecewa dan marah setiap Reca mengingatkan Mba Ara pada pernikahan. Namun itu hal wajar.
Dua bulan Reca bolak balik ke rumah Pak Alam membuahkan hasil yang manis. Sangat manis. Mba Ara kini sudah ikut dengan Pak Alam. Mengepakan sayapnya di dunia bisnis. Membantu membangkitkan kembali perusahaan yang hanya ditopang oleh laki-laki tua. Laki-laki tua itu bahkan nyaris ambruk jika tidak ada Leo.
"Pagi Mas," ucap Mba Ara.
Leo tidak langsung menjawab sapaan Mba Ara. Ia terpaku melihat penampilan perempuan yang ada di hadapannya. Wajahnya memang tak asing di mata Leo. Namun perempuan itu kini menjelma menjadi seseorang yang berwibawa dan elegan. Leo tidak menyangka jika Reca sangat berpengaruh besar dalam penyembuhan Mba Ara.
Sebenarnya Leo sudah tahu jika Mba Ara sudah banyak berubah. Namun ia tidak menyangka jika Mba Ara akan masuk kantor pagi ini. Terlalu lama Leo terpaku sampai lupa membalas sapaan dari Mba Ara. Sapaan itu baru dibalas saat Mba Ara kembali Menyapa Leo untuk yang kedua kalinya.
"Eh iya selamat pagi, Bu." Leo terlihat gugup.
"Jangan kaku begitu. Panggil Ara aja," ucap Mba Ara.
"Ah tidak, Bu. Di kantor ini ibu adalah atasan saya," ucap Leo.
"Oke kalau begitu kirim CV kamu ke ruanganku. Aku harus tahu semua yang ada di perusahaan," ucap Mba Ara.
Leo hanya mengangguk dan menyiapkan berkas yang pernah ia gunakan untuk melamar. Setelah kurang lebih lima menit, Leo memberikannya pada Mba Ara.
"Hah? Mas Leo lebih muda dari aku lima tahun?" tanya Mba Ara saat melihat kertas yang ada di tangannya
Leo tidak menjawab karena ia sendiri tidak tahu banyak tentang Mba Ara.
"Kalau begitu aku panggil Leo aja ya," ucap Mba Ara.
"Boleh, Bu. Apapun tidak masalah buat saya," ucap Leo.
"Kalau gitu panggil Mba Ara aja gak usah ibu ya!" ucap Mba Ara.
"Jangan, Bu. Saya takut tidak sopan," ucap Leo.
"Ini perintah atasan," ucap Mba Ara.
Ucapan yang tidak bisa dibantah lagi oleh Leo. Ia hanya mengangguk. Tanda kalau ia setuju dengan permintaan Mba Ara.
Hari pertama masuk kantor, Mba Ara berkeliling. Ia mengingat kembali masa-mass itu. Sampai akhirnya ia mengepalkan tangan dan nyaris ambruk. Mba Ara melewati kantin. Tempat dimana ia sempat makan dan bergurau bersama dengan calon suaminya yang jahat itu.
Dalam kepalanya, ia mengingat semua yang dikatakan Reca. Ia menghela napas panjang berulang kali. Sesekali air matanya membasahi pipi merona itu.
"Reca, Reca. Dadaku sakit. Ingin rasanya kuhancurkan kantin ini," gumam. Mba Ara sambil memegang dadanya.
Dengan langkah lebih cepat, Mba Ara segera kembaki ke ruangannya. Duduk dan memejamkan mata agar hatinya lebih tenang. Ia mengepalkan tangannya dan menggebrak meja.
Dasar laki-laki jahat. Akan ku balas semua yang sudah kamu lakukan padaku. Aku kembali!
Ya, Mba Ara kini kembali ke perusahaan. Menata kembali karirnya. Kembali menjadi perempuan yang mengembangkan potensinya. Tapi tidak kembali menjadi wanita bodoh yang hancur hanya karena cinta. Mba Ara merogoh saku celananya. Ia membawa sebuah cermin kecil dan menatap wajahnya.
"Akan ku buat semua merasakan apa yang sudah mereka perbuat padaku," ucap Mba Ara lirih pada cermin kecilnya.
Setelah mendengar langkah kaki, Mba Ara segera mengembalikan cermin kecil itu ke saku celananya. Ia merapikan penampilannya. Tidak boleh ada yang curiga jika ia tengah digempur ketakutan ataupun kegelisahan.
"Kenapa berangkat duluan? Papa bilang tunggu dulu," gerutu Pak Alam.
Mba Ara hanya tersenyum. Ia terlalu semangat pagi ini. Pertama kalinya ia masuk kantor lagi, hingga ia tidak bisa menunggu terlalu lama. Namun Pak Alam pun sebenarnya senang saat melihat Mba Ara bangkit lagi.
"Kamu tidak mau main ke rumah Reca?" tanya Pak Alam saat jam kantor telah usai.
"Aku capek. Nanti saja kalau libur ya Pah," jawab Mba Ara.
"Kamu jangan sampai melupakan Reca ya. Dia anak baik. Dia bisa jadi teman kamu. Ingat ya.." Pak Alam diam, tidak melanjutkan ucapannya.
"Ingat apa?" tanya Mba Ara.
"Ah bukan. Bukan apa-apa. Lupakan saja," jawab Pak Alam.
Padahal sebagai orang tua, Pak Alam ingin sekali mengingatkan anaknya untuk jangan salah pilih teman. Tidak semua yang kita anggap sahabat itu mengakui pertemanan kita. Sama halnya seperti yang dialami Mba Ara. Ternyata perempuan yang dihamili pacar Mba Ara adalah temannya sendiri. Namun Pak Alam takut jika membahas hal ini lagi.
"Ya Kalau bisa, Papa berharap Reca akan menjadi teman kamu sampai kapanpun," ucap Pak Alam.
"Itu sudah pasti, Pah. Bahkan Reca aku anggap sebagai adik aku," jawab Mba Ara.
Pak Alam tersenyum senang. Ia khawatir jika hubungan Mba Ara dan Reca menjadi renggang. Ia tidak mau kalau nanti anaknya dikatakan kacang lupa kulitnya. Padahal Pak Alam tidak tahu jika anaknya dan Reca masih menjalin komunikasi yang baik. Hubungan mereka masih sangat baik.
Saat mereka sedang bicara tentang Reca, tiba-tiba Leo datang dengan wajah panik. Ada salah satu karyawan yang kecelakaan. Korbannya sudah dibawa ke rumah sakit. Ia izin untuk menyusul karyawannya dan mengurus administrasinya.
"Ayo kita semua ke sana!" ucap Mba Ara.
Tanpa menunggu lama, ketiganya berangkat. Leo yang menyetir terlihat panik. Namun Mba Ara mencoba menenangkan. Ia tidak mau kepanikan Leo mengganggu konsentrasi menyetirnya.
Tiba di rumah sakit Leo segera mengurus semuanya. Pak Alam mengamati bagaimana bertanggung jawabnya Leo pada karyawan. Padahal saat ini jabatannya sudah naik. Namun karena Leo sempat menjadi kepala bagian di lapangan, Leo sangat mengenal karyawan itu.
"Sepertinya jiwa kepemimpinannya sangat tinggi. Gila kerja tapi tidak gila jabatan. Tidak hanya peduli pada kemajuan perusahaan tapi peduli pada karyawannya," gumam Pak Alam.
Saat Pak Alam mengagumi sikap Leo, tiba-tiba matanya teralihkan saat melihat laki-laki jahat di tempat yang sama. Ia segera membuang emosinya. Berusaha menghindarkan Mba Ara dari pandangan yang sama. Namun sayangnya Mba Ara mengetahui keberadaan laki-laki itu.
"Raku," panggil seorang pria.
Mata Mba Ara memerah. Marah dan kecewa. Air matanya menggenang nyaris jatuh. Tangannya mengepal. Ingin sekali ia menampar laki-laki yang sudah menghancurkan hidupnya itu.
Setelah Mba Ara berusaha melupakan laki-laki itu, tiba-tiba saja sosok itu muncul tanpa aba-aba. Mba Ara semakin benci pada laki-laki itu karena ternyata ia ke rumah sakit untuk mengantar seorang perempuan dengan perut buncit. Parahnya, perempuan itu bukan sahabatnya yang dulu dihamili.
"Kamu sudah sehat?" tanya laki-laki itu.
"Sehat? Kamu berharap aku masih gila terpuruk karena Kamu? Bangun! Jangan mimpi! Aku kembali. Aku kembali menjadi Ara. Bukan Raku. Aku Ara," jawab Mba Ara tegas penuh penekanan.
maaf ya
semangat