Demi biaya pengobatan sang ibu membuat seorang gadis bernama Eliana Bowie mengambil jalan nekad menjadi wanita bayaran yang mengharuskan dirinya melahirkan pewaris untuk seorang pria yang berkuasa.
Morgan Barnes, seorang mafia kejam di Prancis, tidak pernah menginginkan pernikahan namun dia menginginkan seorang pewaris sehingga dia mencari seorang gadis yang masih suci untuk melahirkan anaknya.
Tanpa pikir panjang Eliana menyetujui tawaran yang dia dapat, setiap malam dia harus melayani seorang pria yang tidak boleh dia tahu nama dan juga rupanya sampai akhirnya dia mengandung dua anak kembar namun siapa yang menduga, setelah dia melahirkan, kedua bayinya hilang dan Eliana ditinggal sendirian di rumah sakit dengan selembar cek. Kematian ibunya membuat Eliana pergi untuk menepati janjinya pada sang ibu lalu kembali lagi setelah tiga tahun untuk mencari anak kembar yang dia lahirkan. Apakah Eliana akan menemukan kedua anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembar Nakal VS Berandalan
Morgan sudah menyebar orang-orangnya untuk mencari keberadaan kedua putranya. Keterangan sang supir yang mengantar Edwin dan Elvin pun sudah didapatkan. Mereka memang pergi ke sekolah dan setelah itu sang supir tidak tahu lagi.
Hari sudah sore, keberadaan kedua putranya belum juga diketahui. Morgan benar-benar panik, dia mengerahkan semua anak buahnya. Kedatangan Camella pun dia abaikan, tidak ada yang lebih penting dari pada kedua putranya. Camella pun tidak pergi, dia menemani Morgan yang terlihat begitu mengkhawatirkan kedua putranya. Jujur saja dia takut, takut Edwin dan Elvin diculik oleh musuhnya.
Seharusnya dia tidak terlalu keras pada Edwin dan Elvin, seharusnya dia tidak mengancam kedua putranya dengan mengatakan akan membawa mereka ke rumah Peter padahal dia tahu, Edwin dan Elvin sangat tidak menyukai Peter.
Morgan berdiri di depan jendela, menatap keluar yang sudah mulai gelap dengan pikiran kacau. Dia tidak menyangka kedua putranya akan pergi darinya gara-gara ancaman yang dia berikan. Hari pun sudah mau malam, Morgan semakin mengkhawatirkan keadaan Edwin dan Elvin.
Camella yang belum pergi, menghampiri Morgan dan memeluknya dari belakang. Saat seperti ini dia harus berada di sisi Morgan dan memperlihatkan rasa khawatirnya pada pria itu.
"Mereka pasti baik-baik saja," ucap Camella.
"Tidak, mereka tidak sedang baik-baik saja!" Morgan melepaskan tangan Camella yang sedang memeluknya lalu melangkah menjauh. Dia sedang tidak berminat karena dalam pikirannya saat ini hanya ada kedua putranya saja.
"Aku tahu kau khawatir, Morgan. Aku juga mengkhawatirkan keadaan mereka. Kita tidak tahu mereka pergi ke mana, tapi aku yakin mereka pasti baik-baik saja!" Camella kembali mendekati Morgan. Sesungguhnya dia berharap Edwin dan Elvin tidak kembali lagi sehingga menjadi penghalang bagi langkahnya untuk mendapatkan pria berkuasa itu.
"Pergi, Camella. Aku akan mencarimu nanti setelah aku menemukan mereka!"
"Morgan, aku mengkhawatirkan keadaanmu dan keadaan kedua putramu," Camella kembali memeluknya. Morgan diam saja, dia sedang berpikir ke mana kemungkinan Edwin dan Elvin akan pergi tapi dia tidak menemukan ke mana kemungkinan kedua putranya akan pergi karena dia jarang membawa putranya keluar lalu bagaimana Edwin dan Elvin bisa tahu cara naik bus dan stasiun kereta?
Tentu saja mereka bisa tahu karena sebelum pergi mereka mempelajari terlebih dahulu di mana stasiun kereta api dan halte bus dan bagaimana caranya menaiki kedua kendaraan itu. Lagi pula mereka tidak ragu bertanya pada orang.
Saat itu, seorang anak buah Morgan masuk ke dalam dengan terburu-buru karena ada yang hendak dia laporkan pada bosnya.
"Sir, ada saksi yang mengatakan mereka pergi naik bus menuju stasiun!" ucap anak buahnya.
"Stasiun?" Morgan kembali melepaskan tangan Camella yang memeluknya dan melangkah mendekati anak buahnya. Untuk apa kedua putranya pergi ke stasiun?
"Apa kalian sudah tahu ke mana tujuan mereka?"
"Belum, Sir. Kami sedang mencari kereta tujuan mana yang mereka naiki," jawab sang anak buah.
"Segera cari sampai ketemu, aku ingin tahu kemana mereka pergi dalam waktu setengah jam lagi!!" ucap Morgan.
"Yes, Sir!" anak buahnya pun berlalu pergi.
Morgan mengusap wajahnya dengan kasar, dia harap kedua putranya masih berada di Paris sehingga mudah dia cari jika tidak dia akan mengobrak abrik setiap kota yang ada di Perancis untuk mencari keberadaan kedua putranya tapi sayangnya saat membeli tiket kereta, Edwin dan Elvin meminta bantuan orang lain.
Edwin dan Elvin saat itu berada di tempat yang masih berada di kota Paris. Mereka tidak mungkin bisa pergi jauh, mereka hanya melakukan perjalanan di tempat dekat sambil mengandalkan sebuah peta yang mereka beli di sebuah museum saat mereka melihat-lihat tempat itu.
Waktu sudah gelap saat Edwin dan Elvin keluar dari tempat bermain. Hari ini mereka bersenang-senang. Mengisi waktu mereka dengan pergi ke museum lalu tempat bermain. Edwin dan Elvin melakukan hal itu sambil mencari ibu mereka. Tentunya mereka sudah menyeleksi semua wanita yang mereka temui hari ini tapi mereka belum menemukan sosok yang mereka rindukan.
"Sekarang kita mau pergi ke mana, Kakak?" tanya Elvin. Dia yang paling banyak mau dan yang paling banyak bertanya.
"Kita makan dulu lalu mencari tempat untuk menginap," Edwin tidak melepaskan tangan adiknya sedari tadi. Dia tidak mau mereka terpisah karena bisa bahaya.
"Apa uang kita akan cukup, Kak?"
"Tentu saja, jika terdesak kita pakai kartu Daddy yang kita ambil!" ucap Edwin tapi sayangnya ucapannya didengar oleh beberapa berandalan yang kebetulan melewati mereka.
"Hei, kedua anak itu punya uang," salah seorang berandal menyenggol lengan rekan yang lain.
"Mana mungkin," yang lain berkata seperti itu.
"Aku baru saja mendengar, mereka akan pergi makan dan mencari penginapan. Mereka juga memiliki sebuah kartu."
"Wah, kita bertemu mangsa besar," para berandalan yang berjumlah lima orang itu memutar langkah. Telapak tangan digosok, mereka terlihat senang karena mangsa mereka hanya dua anak laki-laki.
Edwin dan Elvin merasa ada yang aneh, mereka berdua melangkah dengan cepat apalagi mereka sadar ada yang mengikuti mereka.
"Bagaimana ini, Kakak?" tanya Elvin.
"Kita ke tempat ramai saja. Mungkin kita bisa bertemu dengan Mommy di sana!" jawab kakaknya.
"Tapi mereka mengikuti kita," Elvin berpaling, melihat ke arah berandalan yang masih mengikuti mereka.
"Kenapa anak-anak? Apa kalian tersesat? Ayo Uncle antar kalian pulang," ucap salah satu berandal itu.
Edwin dan Elvin tidak menjawab, langkah mereka semakin cepat. Tangan Edwin sudah berada di saku celana, begitu juga dengan tangan Elvin. Mereka mengambil sesuatu yang mereka beli saat di taman bermain, sebuah mainan bola dari karet padat.
"Come on, Boys. Kami akan mengantar kalian pulang," kelima berandalan itu masih saja mengikuti.
"Kami tidak mau!" teriak Edwin dan Elvin. Mereka berbalik dan melemparkan bola karet yang ada di tangan ke arah para berandalan itu.
Kedua bola itu mendarat tepat di wajah dua berandalan yang ada di depan. Teriakan mereka terdengar saat bola karet menghantam hidung mereka. Edwin dan Elvin langsung melarikan diri sedangkan kelima berandalan itu sangat marah.
"Kejar, tangkap mereka lalu kita jual!"
"Cepat, Elvin!" Edwin mengajak adiknya untuk cepat.
"Kepung mereka!" seorang berandalan memberi perintah. Kelima berandalan itu pun berpencar untuk menangkap Edwin dan Elvin.
Edwin dan Elvin berlari ke arah keramaian agar mereka tidak bisa tertangkap dengan mudah. Para berandalan itu sudah berada di segala sisi, mengepung mereka.
"Kita akan tertangkap, Kakak!" teriak Elvin.
''Tidak akan!" Edwin masih tidak melepaskan tangan adiknya.
"Kemari kalian, jangan lari!" dua berandalan yang ada di sisi kiri dan kanan sudah dekat, siap menyergap Edwin dan Elvin.
Edwin dan Elvin tidak kehabisan akal, mereka pun berterik dengan keras apalagi mereka sudah berada dikeramaian.
"Tolong, kami hendak ditangkap oleh penjahat!" teriak mereka dengan nyaring. Edwin mencubit lengan adiknya sehingga tangisan Elvin terdengar.
"Ada penjahat, ada penjaha hendak menculik kami" teriak Elvin sambil menangis dengan kencang akibat cubitan yang diberikan oleh kakaknya.
"Sialan, anak-anak nakal!" umpat para berandalan itu.
"Hei, kalian. Jangan beraninya hanya pada anak kecil!" seoarang wanita sudah berdiri di hadapan Edwin dan Elvin.
"Awas kalian!" teriak para berandalan itu sambil berlari pergi karena mereka menjadi pusat perhatian.
"Hei, apa kalian berdua baik-baik saja?" wanita itu sedikit membungkuk untuk melihat keadaan Edwin dan Elvin.
"Who....aah!" Edwin dan Elvin tampak pangling melihat wanita cantik yang sedang membungkuk di hadapan mereka.
"Are you oke?" wanita itu kembali bertanya.
"Aunty, tolong!" Edwin dan Elvin memeluk kaki wanita dan pura-pura menangis. Wanita itu pun tampak kebingungan, apa yang terjadi pada kedua anak itu?