NovelToon NovelToon
Rawon Kesukaan Mas Kai

Rawon Kesukaan Mas Kai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Beda Usia / Keluarga / Karir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:920
Nilai: 5
Nama Author: Bastiankers

Shana dan Kaivan, pasutri yang baru saja menikah lima bulan lalu. Sikap Kaivan yang terlalu perfeksionis kadang menyulitkan Shana yang serba nanti-nanti. Perbedaan sikap keduanya kadang menimbulkan konflik. Shana kadang berpikir untuk mengakhiri semuanya. Permasalahan di pekerjaan Kaivan, membuatnya selalu pulang di rumah dengan amarah, meluapkan segalanya pada Shana. Meski begitu, Kaivan sangat mencintai Shana, dia tidak akan membiarkan Shana pergi dari hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bastiankers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14

Masih teringat jelas kelakuan Kaivan beberapa hari terakhir. Di mana semua jejak Shana selalu menjadi pusat perhatiannya. Memang, laki-laki itu selalu mampu membuat Shana berpikir seperti itu. Namun, untuk kali ini tidak. 

Tatapannya lain.

Entah. Tapi, lebih mengerikan.

Setiap gerak tubuh Shana, setiap tatap matanya, setiap tutur lembut bicaranya, selalu diawasi laki-laki itu. Tatap matanya yang tajam, selalu mengintai gestur Shana. Membuat Shana akhirnya berakhir dengan perasaan was-was.

Seperti tadi tepat pukul delapan malam, di mana semua anggota keluarga berkumpul demi menghargai keberadaan Shana dan Kaivan, yang besok pagi akan melaksanakan perjalanan pulang ke Jakarta.

Indung membawa semangkok hasil eksekusinya dari dapur. Masakan yang memerlukan waktu cukup banyak itu membuahkan hasil. Kuahnya yang hitam begitu mempesona. Sehingga semua anggota keluarga bersiap dengan piring masing-masing.

Termasuk Kaivan. 

Indung menyajikan makanan itu ke piring Shana. Sambil tersenyum beliau memberikannya, “Ini cobain dulu. Kaivan tuh paling suka makan rawon.”

Wajah Shana menoleh pada Kaivan. Benar, kata Indung. Lelaki itu menyukai makanan bernama rawon. Terlihat dari gestur tubuhnya saat menikmati makanan itu. Menyeruput kuahnya, mengunyah dagingnya, membuat wajahnya tersenyum samar dengan binar mata bahagia. Belum pernah Shana melihat Kaivan begitu menikmati makanannya. 

Dan ternyata, baru saja Shana menyadari bahwa bukan dirinya saja yang menggemari suatu makanan. Kaivan juga. 

“Makan dulu, Shana,”ucap Indung yang menyadari bahwa sedari tadi anak mantunya itu tengah melamun.

Shana mengerjab, lalu tersenyum lebar. Memberikan cengiran khasnya saat semua memandangnya dengan tawa tertahan. Namun, lelaki itu tidak. Dia hanya menatap Shana datar.

Tangan Shana mulai menggapai sendok yang disediakan di piring terpisah, menyeruput, lalu, “Enak, Bu. Pantas Mas Kai suka,”komentarnya yang membuat Indung tersenyum. 

Hening. Semua menikmati perjamuan itu dengan suka cita. Denting sendok yang beradu menjadi bising tatkala semua mulut masih menikmati kunyahan.

Ketika semua sudah selesai makan, Shana membantu Indung di dapur. Shana yang mengambil alih cuci piring, dan Indung membereskan meja dapur. Sebenarnya indung sudah melarangnya, namun Shana tetap kekeh dengan pendiriannya. Akhirnya indung pun bergegas ke kamar untuk istirahat.

Di saat Shana mulai hanyut dengan pikirannya, Kaivan muncul duduk di sebelahnya. Membantu Shana membersihkan sisa makanan di piring. Mereka sempat beradu tatap, namun akhirnya Shana yang memutuskan aksi itu terlebih dahulu.

“Kamu istirahat aja sana, biar aku yang cuci,”ujar Kaivan tanpa melihat Shana. Matanya masih memandangi tumpukan cucian piring kotor.

“Nggak apa-apa, Mas. Besok ‘kan nggak gini lagi,”jawab Shana menoleh. 

Membuat Kaivan akhirnya menoleh, dan mereka sempat bertatapan. Sampai akhirnya Kaivan mendekatkan wajahnya. Perlahan. Membuat tubuh Shana mendadak kaku. Otaknya buntu. Namun, dia tidak melakukan perlawanan tatkala bibir Kaivan mendekat. Memberinya sebuah kecupan singkat di bibirnya.

Satu kali. Dua kali. Lalu, Kaivan mendaratkan kecupan untuk yang ketiga kali. Namun, tidak buru-buru dia lepaskan. Dia melumat habis bibir manis yang menggodanya sedari tadi, menekannya lebih dalam, sampai suara erangan kecil keluar dari bibir Shana. 

Kaivan menghentikannya sebentar. Lalu, mendekat lagi dengan satu tangan yang memegang tengkuk Shana. Tidak mendorongnya kuat, hanya mengusap tengkuknya dengan lembut. Membuat tubuh Shana gemetar seiring dengan ribuan kupu-kupu yang melintasi perutnya. Tatapan teduh Kaivan membuka, membalas tatapan yang sedari tadi menyapanya.

Lama. Keduanya masih menikmati. Masih menikmati bagaimana kinerja lidah mereka membuat keduanya saling bertukar air ludah. 

Sampai akhirnya, Shana menjadi orang yang pertama menghentikan aktivitas mereka. Dia mencoba menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya dia kembali menahan napas karena wajah Kaivan yang mulai mendekat lagi. 

Kaivan meneleng. Jemarinya menyapu sudut bibir Shana yang basah akibat perbuatannya. Mengetahui itu, Shana tertawa. Dia pikir Kaivan akan menciumnya lagi. 

“Kamu kenapa ketawa?”tanya Kaivan heran. 

Shana masih dengan sisa tawanya, “Aku pikir kamu mau cium lagi.” Dan, dia segera menepis tangan Kaivan yang mulai nakal di bagian tubuhnya.

Kaivan menjulurkan tangannya, bersiap menggelitik sisi perut Shana. Tubuh Shana sudah menggeliat dengan tawa-tawa kecil. Keduanya tertawa bersama dengan Kaivan yang masih mencoba menggelitik Shana. Shana berdiri hendak meninggalkan tempat itu. Dia membalik tubuh. Dan, tubuhnya mematung di tempat. 

Bergeming dengan wajah terperangah. Susah payah dia menelan air ludahnya sendiri. Sampai Kaivan terheran dan ikut melihat apa yang dilihat Shana. Matanya juga ikut melebar. Tatkala melihat ketiga adik perempuannya berada di sana. Dengan kedua tangan Gista yang menutupi kedua mata Puput dan Laras. Sementara Gista … tubuhnya lemas.

“Indung …”lirih Gista sebelum akhirnya tubuhnya terjungkal ke belakang.

***

  Shana menahan tawa sambil menarik selimut hingga menutupi seluruh wajahnya. Dia mencoba sebisa mungkin agar tawanya tidak terdengar, namun ternyata susah. Dan Kaivan pun tidak keberatan meski istrinya tertawa di atas jam dua belas malam.

“Kamu, sih … ngapain coba cium aku di dapur?” Sisa tawa Shana masih terdengar. Sampai dia berdeham dan menghapus sisa air matanya karena terlalu puas ketawa.

Kaivan naik ke atas ranjang setelah menutup tirai. Ingin sekali dia melanjutkan aksinya kalau saja dia tidak sadar di sana tidak ada pintu. Jadi, “Aku tuh bingung, Shan. Pengen menyalurkan hasrat ke mana. Di kamar nggak mungkin karena indung sering keluar masuk. Di kamar mandi, kamu nggak mau. Ya udah … tadi juga karena aku nggak tahan lihat bibir nakal kamu.”

“Hah?” Shana terperangah.

“Iya. Bayangin aja pasangan muda kayak kita harus tiba-tiba puasa selama di sini. Nggak bisa, Shana.” Kaivan menggeram frustasi. 

Ekspresinya itu membuat Shana kembali tertawa. Melihat wajah konyol Kaivan ketika mengemukakan alasannya itu sangat lucu.

Gerak mata Kaivan terpaku pada Shana yang masih tertawa. Dia senang melihat istrinya tertawa bahagia seperti ini. Hingga tidak sadar lekukan di bibirnya melengkung sempurna. 

Tangannya menjulur di pinggang Shana. Dalam posisi berbaring, membuat Kaivan mendekapnya erat. Membuat Shana menghentikan tawanya. Menatap kedua sorot mata tajam yang akhir-akhir ini menatapnya penuh selidik.

Sampai akhirnya, “Shan …? Jangan pernah tinggalkan aku, ya?”bisik Kaivan.

Shana tahu apa yang dipikirkan Kaivan, jadi, “Aku nggak akan ninggalin kamu, terkecuali kalau kamu sendiri yang menginginkannya. Atau … selingkuh?”

Kaivan menghela nafas gusar. Wajahnya begitu lelah ketika Shana menatapnya dalam. “Aku janji … hal itu nggak pernah terjadi. Jadi, tolong jangan tinggalkan aku,”pinta lelaki itu sebelum akhirnya terlelap dalam lekukan leher Shana.

Tatap Shana lurus menghadap plafon rumah. Jarinya mengetuk-ngetuk punggung tangan Kaivan. Lama. Merenungi segala ucapan Kaivan. Shana mengerti keadaan rumit ini, namun pasti tidak semuanya. Jadi, dia hanya bisa mengandaikan.

Andai Kaivan membohonginya, maka Shana dengan ikhlas akan meninggalkannya. Meski hal itu sangat berat dia lakukan. Apalagi, mengingat sikap keluarga Kaivan yang benar-benar menerima keberadaan Shana dengan baik. Jujur, Shana sangat bahagia.

Dan … andaikan Kaivan benar-benar dengan ucapannya. Maka, Shana tidak akan tinggal diam. Dia akan memperjuangkan Kaivan. Memperjuangkan suaminya. Juga, memperjuangkan pernikahannya.

Jadi, Shana mendekatkan bibirnya pada bibir Kaivan. Memberi kecupan singkat di sana. Hingga akhirnya bisa terlelap dengan tenang. Setidaknya ucapan Kaivan bisa menenangkan insomnia beberapa hari terakhir yang melandanya.

1
kanaikocho
Alur yang brilian
Bastiankers
terima kasih sudah berkunjung
Kiran Kiran
Wow, aku gak bisa berhenti baca sampai akhir !
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!