Tentang Kania yang hamil di luar nikah. Tanpa dia tahu, yang menghamilinya adalah seorang CEO muda.
***
Dunia Kania menjadi gelap setelah malam itu. Tak ada lagi Kania yang ceria, tak ada lagi Kania yang murah senyum.
Yang ada hanya Kania yang penuh dengan beban pikiran yang gelisah menanti bulan selanjutnya. Berapa garis yang akan di hasilkan oleh sebuah testpack di bulan depan?
**
Bertahun-tahun Kania berjuang sendiri menghidupi buah hatinya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Kepandaiannya menarik orang-orang untuk menjadikannya bintang. Hingga akhirnya, lewat jalan itulah Kania di pertemukan dengan ayah kandung anaknya yang ternyata bukanlah orang biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Shaka kini menjadi bintang.
Tayangan perdana acara anak-anak yang di perankan oleh Shaka berhasil meraih rating nomor tiga. Bersaing dengan acara-acara yang sudah lebih dulu di tayangkan.
Untuk ukuran acara baru, acara yang di bawakan Shaka sudah sangat bagus. Tak heran jika kini banyak yang mengidolakan dan memuji sosok tampan yang masih berusia lima tahun lebih itu.
Devan dalam versi kecil. Tampan dan menjadi idola.
Di sekolah, hampir semua guru, teman-temannya dan wali murid mengajak Shaka untuk berfoto ria. Entah di sekolah, atau di tempat-tempat umum lainnya yang sering di datangi Shaka dan Kania.
Shaka yang belum begitu paham dengan popularitasnya saat ini hanya menurut saja saat tiba-tiba ada yang datang dan meminta berfoto dengannya.
Tugas untuk Kania, dia harus pintar-pintar menjaga mood Shaka agar tetap baik jika berhadapan dengan orang lain. Bahkan, Kania segera mengajak pulang Shaka sebelum Shaka kelelahan dan berakibat pada kesehatannya.
Sejak awal menerima tawaran Hanum untuk Shaka, Kania sudah sadar akan hal ini. Kelak anaknya akan di kenal banyak orang di manapun dia berada.
Jadi sudah sejak awal Kania memikirkan langkah-langkah yang harus dia ambil demi Shaka.
"Senang, kan, kamu? Anakku kamu jadikan mesin ATM." Sindiran pedas meluncur dari bibir Devan saat Kania menunggu Shaka melakukan pemotretan.
Kania menatap Devan dengan sengit. "Dia bukan anak kamu!" ucap Kania yang merasa geram dengan sikap Devan yang seenaknya.
Devan mengeluarkan ponselnya. Membuka galeri foto lalu menunjukkan foto masa kecilnya pada Kania.
"Menurutmu ini siapa? Aku atau Shaka?"
Kania tertegun melihat sebuah cetakan foto lama yang di foto kembali oleh kamera handphone Devan. Namun, meskipun foto lama, tidak membuat gambar di dalamnya memudar.
Kania masih bisa melihat dengan jelas wajah anak kecil yang ada di foto itu. Memang bukan Shaka. Tapi wajah itu begitu mirip dengan Shaka.
Tak ingin berlama-lama menatap foto itu, Kania langsung melemparkan handphone Devan ke pangkuan Devan begitu saja.
"Jangan di lempar. Handphone mahal ini." Kania hanya melengos mendengar gerutuan Devan. "Gimana? Jadi benar dia anak aku, kan? Semoga saja setelah malam itu nggak kecampur sama benih yang lain, ya."
Semakin di biarkan, Devan semakin ngelunjak. Apalagi ucapan Devan kali ini sudah keterlaluan. Dengan kata lain, Devan menuduh Kania melakukan hubungan dengan lelaki lain setelah malam itu.
Kania beranjak dari tempat duduknya. Tangannya terkepal erat menahan emosi. Kalau saja Kania tidak ingat di mana dia sekarang, mungkin kepalan tangan itu sudah melayang ke bibir Devan.
"Bapak Devan yang terhormat, bisa anda menjaga mulut anda dengan tidak menuduh orang lain sembarangan? Apa anda tidak pernah dengar bahwa fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan? Anda lahir dari orang yang terdidik, dan anda sendiri pun saya yakin juga berpendidikan. Tapi sayang, minus attitude."
Beruntung pemotretan Shaka sudah selesai. Kania langsung mengajak Shaka untuk keluar dari ruangan tanpa ingin mempertemukan Shaka dengan Devan.
Pikiran Kania terasa penuh. Kenapa harus yang orang seperti Devan yang menabur benih di rahimnya?
Buat apa tampan dan mapan kalau attitude saja dia tidak punya?
Kelihatannya saja baik dan berwibawa. Tapi Kania yakin tak ada yang tahu kalau sebenarnya mulut Devan itu tidak bisa di atur. Atau, hanya dengan Kania saja Devan bersikap seperti itu?
Ah, memikirkan Devan hanya akan membuat Kania semakin emosi. Dia takut emosinya akan terlampiaskan pada orang lain yang tidak tahu apa-apa tentang masalahnya.
"Bunda tadi ada Om Devan, ya? Kenapa buru-buru pergi? Kan, Shaka pengen salim dulu sama Om Devan."
Kania memaksakan sebuah senyuman. Mungkin Shaka sudah merasakan adanya kedekatan batin antara dirinya dan Devan. "Om Devan mau kerja lagi, Sayang. Kapan-kapan aja, ya. Sekarang kita pulang dulu. Shaka harus istirahat."
Tangan Kania segera menuntun Shaka untuk masuk ke dalam mobil. Seperti yang di minta Hanum dulu, setiap Shaka akan pergi kemanapun, harus dengan mobil yang sudah di sediakan oleh Bram dan Hanum. Dan sudah termasuk sopirnya.
Kania merasa ini terlalu berlebihan. Tapi setelah di pikir-pikir, memang Shaka butuh itu. Lagipula fasilitas yang mereka berikan juga untuk cucu mereka sendiri walaupun Kania yakin mereka tidak tahu kalau Shaka adalah cucu mereka.
Wajah Shaka terlihat murung karena tidak bisa bertemu dengan Devan. Kania menghela napas sedih. Ada rasa tak suka saat Shaka terlihat begitu ingin menemui Devan.
Tidak seharusnya Kania melarang. Harusnya Shaka bisa bertemu Devan kapanpun dia mau karena memang Devan adalah ayahnya.
Tapi ada rasa tak rela di hati Kania jika Shaka memanggil Devan dengan sebutan ayah. Jangankan memanggil ayah, Shaka dekat dengan Devan saja hati Kania sudah kalang kabut.
🌼🌼🌼
"Pernikahan kamu dengan Dita akan segera di gelar, Ram. Siapkan berkas-berkas kamu, ya."
"Betul kata papamu. Aduh, Mama udah nggak sabar pengen gendong cucu."
Selera makan Rama mendadak hilang saat Edy dan Indah membahas pernikahannya dengan Dita yang akan segera di langsungkan.
Rama melirik Edy dan Indah sekilas. "Antara aku dan Dita nggak akan pernah ada pernikahan," jawab Rama cuek. Tak peduli dengan reaksi kedua orangtuanya setelah mendengar ucapan Rama.
Dengan kasar Indah meletakkan sendoknya ke atas piring sehingga menimbulkan suara piring dan sendok yang beradu terdengar begitu nyaring. "Apa lagi, Rama? Bisakah kali ini kamu menuruti apa yang Papa dan Mama mau?"
"Tapi aku nggak cinta sama Dita, Ma. Aku cintanya sama_"
"Sama Kania?" Dengan cepat Indah memotong ucapan Rama. "Wanita yang pernah hamil di luar nikah dan tidak tahu siapa yang menghamilinya. Wanita macam apa yang kamu cintai itu, Rama? Bukankah Dita jauh lebih baik?"
Tangan Rama terkepal erat mendengar untaian kata yang di ucapkan oleh Mamanya. Sudah pasti mamanya itu tahu masa lalu Kania dari Dita. Rama tak pernah sekalipun menceritakan bagaimana Kania karena memang sejak awal orangtuanya tidak begitu menyukai Kania.
Hal itu karena Indah dan Edy tahu bahwa Kania yang saat itu tengah hamil, di tampung oleh Rama di rumah lama mereka.
Mungkin memang Indah bisa bersikap baik pada Kania jika di hadapan Kania secara langsung. Tapi tidak di belakang Kania. Indah tidak menyukai wanita itu apalagi jika harus menjadi menantunya.
"Mama tidak tahu apa-apa tentang Kania."
"Dan Mama tidak mau tahu apapun tentang wanita itu," sahut Indah dengan cepat membuat Rama terdiam.
"Sekarang kamu pilih Mama dan Papa lalu menikah dengan Dita, atau memilih wanita itu dan Mama dan Papa tidak akan menganggap kamu sebagai anak kami lagi!"
Rama tak bisa menjawab apapun. Pilihan yang di berikan padanya terasa sangat sulit.
Dia tidak ingin meninggalkan Kania dan menikah dengan Dita. Tapi Rama juga tidak ingin kehilangan orangtuanya yang telah memberikan dirinya kehidupan sampai dia sukses seperti sekarang.
Tanpa mereka tahu,
Kania diam-diam mendengar semua ucapan mereka.
Niat hati ingin memberi kejutan pada Rama karena dia datang untuk menemui orangtua Rama seperti yang Rama mau. Namun justru kenyataan pahit yang dia dapatkan.
Ada Dita di antara mereka.
Dan ternyata, sikap baik yang di tunjukkan Mama Rama pada dirinya selama ini hanyalah sebuah sandiwara. Aslinya, mereka tetap sama seperti orang lain yang mengetahui masa lalunya, lalu memandangnya buruk.
Apalagi yang kamu harapkan, Kania? Bukankah semua orang yang tahu tentang masa lalu kamu akan memandangmu buruk?
Jangankan orang lain, orangtuamu saja memandang kamu sangat buruk sampai mengusir kamu dari rumah!
Menguatkan hatinya, Kania mengusap dengan kasar air mata yang jatuh di pipinya. Kakinya beranjak meninggalkan rumah Rama tanpa seorang pun tahu kalau dia datang ke rumah Rama.
🌼🌼🌼
di dunia nyata aja banyak tuh samaan nama..
gak ush peduliin nyinyiran orang thor, anggap aja tuh orang bnr" ngehayati cerita kamu