Arvania tidak menyangka jika pernikahan yang ia impikan selama ini menjadi pernikahan yang penuh dengan air mata.
Siksaan demi siksaan ia terima dari suaminya. Namun bodohnya Vania yang selalu bertahan dengan pernikahan ini.
Hingga suatu hari Vania tidak mampu lagi untuk bertahan, ia memilih untuk pergi meninggalkan Gavin.
Lalu bagaimana dengan Gavin yang telah menyadari perasaan cintanya untuk Vania setelah kepergiannya?
Akankah Gavin menemukan Vania dan hidup bahagia?
Ataukah Gavin akan berakhir dengan penyesalannya?
Ikuti kisahnya di
Pada Akhirnya Aku Menyerah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melewati Masa Kritis
Mohon maaf untuk reader yang tidak suka ceritanya mending tidak usah di baca dari pada harus memberi koment yang menyudutkan author... Itu bisa membuat author down!!!!!!
Menulis tidaklah mudah! Jika anda bisa membuat cerita yang lebih bagus mending jadi penulis tidak usah jadi pembaca.
Terima kasih untuk readers yang masih setia mendukung author semoga sehat selalu...
Miss U All...
Happy Reading!!!!!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
" Bagaimana keadaan istri saya Dok?" Gavin kembali bertanya.
" Maaf Tuan, saya harus mengatakan ini! Keadaan nona Arvania saat ini kritis. Beliau kehilangan banyak darah, dan harapan untuk hidup sangatlah tipis, kita berdoa saja semoga ada keajaiban." Ujar dokter.
Tubuh Gavin terasa lemas tak bertenaga. Ia duduk di kursi tunggu tanpa bisa berpikir apa apa lagi sampai dokter meninggalkannya.
Kritis? Kehilangan banyak darah? Kesempatan hidup sangat tipis? Tidak tidak... Ini tidak boleh terjadi! Gavin tidak mau sampai Vania meninggalkannya.
" Bertahanlah sayang demi aku dan anak kita.. Kami tidak bisa hidup tanpamu, maafkan atas segala kesalahanku! Aku mohon bertahanlah demi kami sayang." Monolog Gavin dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.
" Hiks... Gava masih sangat membutuhkanmu sayang, dia masih terlalu kecil untuk menghadapi cobaan seberat ini. Berjuanglah Vania, berjuanglah demi kami." Gavin terus mengucapkan kata kata untuk mensuport Vania walaupun ia tahu kalau Vania tidak akan bisa mendengarnya.
" Vania!!!!" Teriak Gavin.
Nyonya Rindu dan Sandia berlari menghampiri Gavin. Mereka langsung ke rumah sakit begitu Gavin memberikan kabar.
" Gavin kamu kenapa Nak? Bagaimana keadaan Vania?" Tanya nyonya Rindu.
" Vania kritis Ma, harapan untuk hidup hanya beberapa persen saja." Sahut Gavin membuat nyonya Rindu melongo.
" Ya Tuhan.... " Gumam nyonya Rindu.
" Kita berdoa saja semoga kak Vania selamat Kak, aku yakin kak Vania mampu melewati masa kritisnya. Dia wanita kuat kak, cobaan yang ia alami jauh lebih berat dari semua ini." Ucap Sandia mengelus pundak kakaknya.
" Terima kasih Sandia, Kakak akan mendoakan Vania, Kakak akan memohon kepada Tuhan untuk menyelematkannya." Ucap Gavin.
Gavin meninggalkan mereka menuju musholla yang ada di dalam kawasan rumah sakit itu. Ia berdoa memohon kepada Sang pencipta untuk menyelamatkan Vania, istri tercintanya.
Setelah selesai ia kembali ke ruang ICU dimana mama dan adiknya masih duduk menunggu di sana.
Tak lama seorang suster keluar ruangan sambil berteriak memanggil dokter.
" Dokter... Dokter... Tolong pasien." Ucap suster berlari menuju ruangan dokter.
Dokter segera berlari masuk ke ruang ICU untuk memeriksa Vania. Gavin nampak sangat cemas dengan semua itu.
" Ma Vania kenapa Ma? Apa Vania akan pergi meninggalkan aku?" Tanya Gavin nampak seperti orang linglung.
" Tenanglah Gavin! Kita berdoa saja semoga Vania baik baik saja." Sahut nyonya Rindu.
Satu jam kemudian dokter keluar dari ruang ICU.
" Bagaimana keadaan istri saya Dok?" Gavin menghampirinya.
" Alhamdulillah nona Arvania berhasil melewati masa kritisnya."
Nyesss....
Bagai tersiram air es, hati Gavin sedikit lega.
" Tapi saat ini pasien masih belum sadar, kita tunggu sampai dua puluh empat jam ke depan, kalau pasien belum sadar juga kita harus melakukan tindakan." Ujar dokter.
" Lakukan yang terbaik untuk istriku Dok! Saya tidak mau sampai istri saya kenapa napa." Ucap Gavin.
" Kami akan melakukan yang terbaik untuk istri anda Tuan, kalau begitu saya permisi. Anda bisa menemui istri anda secara bergantian." Ucap dokter undur diri.
" Terima kasih." Ucap Gavin.
" Mama atau Sandia yang lebih dulu menemui Vania?" Gavin menatap mama dan adiknya.
" Kamu saja! Mama akan mendoakan dari sini saja. Dia lebih membutuhkanmu saat ini, Mama dan Sandia harus pulang karena kami tidak tega meninggalkan Gava bersama bi Tuti." Sahut nyonya Rindu.
" Baiklah Ma, aku titip putraku." Ucap Gavin.
" Kakak yang sabar ya!" Ucap Sandia di balas anggukan kepala oleh Gavin.
Selepas kepergian mereka, Gavin masuk ke ruang ICU. Ia tatap wajah pucat istrinya, ia menggenggam tangan Vania lalu menciumi punggung tangannya.
" Sayang bangunlah! Kami sangat membutuhkanmu, kami merindukanmu sayang. Aku mohon bangunlah! Sadarlah sayang!" Ucap Gavin kembali meneteskan air matanya.
" Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu! Aku akan membalas orang yang membuatmu seperti ini sayang, hutang nyawa harus di bayar dengan nyawa juga." Ucap Gavin.
Drt drt drt..
Ponsel Gavin berdering tanda panggilan masuk.
" Leon." Gumam Gavin.
Gavin segera mengangkatnya.
" Halo."
" Aku sudah menangkap pelaku tabrak lari kepada Vania, kau akan sangat terkejut setelah melihat orangnya." Ucap Leon.
" Aku akan ke sana." Sahut Gavin mematikan sambungan teleponnya.
Gavin mencium kening Vania.
" Aku pergi dulu sayang! Aku akan memberikan pelajaran pada orang yang sudah menabrakmu." Ucap Gavin.
Gavian keluar ruangan. Ia melajukan mobilnya menuju rumahnya. Sesampainya di sana ia segera masuk ke ruangan rahasia.
" Kau sudah datang rupanya." Ucap Leon.
" Dimana dia?" Tanya Gavin.
" Ada di sana." Leon menunjuk seorang wanita yang duduk di kursi dengan kaki dan tangan terikat.
Gavian segera menghampirinya. Ia menjambak rambutnya membuatnya mendongak.
" Talita." Gumam Gavin.
" Aku sudah menduga kalau kau di balik semua ini." Ucap Gavin penuh penekanan.
" Ma.. af.. kan aku Gavin." Ucap Talita terbata.
" Aku tidak akan memaafkanmu Talita!" Bentak Gavin menarik aksar rambut Talita.
" Aku akan memberikanmu pelajaran karena kau berani menyentuh istriku!!!" Gavin kembali berteriak sambil menarik rambut Talita lebih kasar.
" Awh." Pekik Talita.
Plak....
Tamparan keras mendarat di pipi kiri Talita. Rasanya panas dan perih.
Plak....
Kali ini tamparan itu mendarat di pipi kanan Talita.
Gavin menjambak rambut Talita dengan kuat membuatnya meringis kesakitan.
" Kau harus merasakan apa yang istriku rasakan Talita, aku akan menyiksamu sampai kau menginginkan kematianmu sendiri." Tekan Gavin.
" Ampuni aku Vin, aku menyesal telah melakukan semua itu pada Vania. Jangan siksa aku! Lebih baik aku di penjara seumur hidup daripada menerima siksaan darimu." Ucap Talita memohon.
" Tidak semudah itu membujuk ku Talita." Sahut Gavin.
" Leon, bawa pisaunya kemari!" Titah Gavin.
" Baik." Sahut Leon.
Leon memberikan pisau lipat milik Gavin yang biasa ia gunakan untuk eksekusi musuhnya.
" Jangan Gavin! Aku mohon!" Ucap Talita menggelengkan kepalanya.
Sret...... Nyesss...
Darah segar mengalir dari pipi kiri Talita setelah Gavin menyayatnya.
" Shhhh." Desis Talita menahan perih.
" Bagaimana rasanya Talita?" Tanya Gavin menatap tajam ke arah Talita.
" Sakit Vin." Sahut Talita.
Sret...
Gavin menyayat pipi kanan Talita.
" Awh." Pekik Talita.
Gavin terus menyiksa Talita hingga Talita pingsan.
" Biarkan dia siuman sendiri." Ucap Gavin mencuci tangannya dengan sabun.
Gavin pergi meninggalkan rumahnya lalu kembali ke rumah sakit. Ia duduk di kursi samping ranjang.
" Sayang bangunlah! Hukuman awal sudah aku berikan pada Talita. Jika sampai kau tidak bangun aku akan membunuh Talita saat itu juga. Bangunlah sayang aku mohon! Jangan menghukumku seperti ini sayang! Ku mohon bangunlah!"
Tes... Air mata Gavin menetes pada genggaman tangannya. Ia tak kuasa menahan rasa sedih di dalam hatinya.
Tiba tiba...
Vania mengerjapkan matanya.
" Sayang kamu sudah sadar!" Pekik Gavin bahagia.
" Gava... " Vania memegang kepalanya yang terasa berdenyut nyeri.
" Tenanglah sayang! Gava di rumah bersama mama." Sahut Gavin.
" Aku dimana Mas?" Tanya Vania.
" Kamu ada di rumah sakit sayang, jangan pikirkan apapun! Aku akan memanggil dokter dulu." Ucap Gavin keluar ruangan.
Vania mencoba mengingat apa yang terjadi.
" Talita." Gumam Vania.
TBC....
maaf aku skip aja soalnya menurutku balasan Vania ke gavin gak sebanding sama siksaan Gavin ke Vania soalnya Vania sudah sakit fisik dan mental kalau orang normal paling sudah gila berhubung ini novel ya maha ciptaan author
tapi q coba mau mampir cerita author yang lain
Semoga sukses trus buat author jangan liat yang comen yang buruk buruk" tetep semangat bikin cerita buat para penggemar authornya semangattt /Pray//Pray//Pray/