Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Dia Istriku
"Tuntaskan rindumu, aku milikmu malam ini." Rosa tidak peduli meski bukan namanya yang Zayyan sebut, yang dia inginkan hanya kepuasan dari pria ini, itu saja.
Bermain tanpa perasaan bagi Rosa merupakan hal biasa. Jelas saja dia menginginkan Zayyan karena ketampanan pria ini, tidak bisa dipungkiri jika hatinya mengakui hal itu. Tubuh atletis Zayyan benar-benar membuat batin Rosa bergejolak, wanita itu melahap bibir Zayyan begitu rakus meski sama sekali tidak mendapat balasan, sejak tadi tangan Zayyan memang berpegang pada pundaknya, tepatnya dia seakan merindukan pelukan seorang wanita namun bukan Rosa yang dia inginkan.
"Murahhan," umpatnya pelan dengan mata terpejam kemudian mendorong tubuh Rosa kasar hingga hampir terjatuh dari tempat tidurnya.
Zayyan membuka matanya perlahan. Beberapa saat lalu dia seakan benar-benar tidak berdaya karena pengaruh minuman, dan kini dia bisa menatap wajah Rosa dengan begitu hinanya. Zayyan mengusap kasar wajah dan rambutnya, di mata Zayyan wanita di hadapannya ini tidak lebih dari seorang penggoda yang dahulu membuat Zoya marah.
"Ini kah kepribadian asli putri seorang pria yang katanya terhormat? Kau sadar jika lebih rendah daripada wanita malam, Rosa?" tanya Zayyan kini duduk di terpian ranjang seraya menatap remeh ke arah wanita itu.
"Murahhan? Salahkah aku memberikan kewajiban sebagai istri kepada suamiku sendiri?"
Sudah diperlakukan seburuk itu, Rosa masih bersikap santai seakan tidak ada masalah. Dia berdiri dan dengan tidak tahu malunya kembali duduk di pangkuan Zayyan, dia mendekatkan dadanya yang penuh itu di hadapan wajah Zayyan, akan tetapi hal semacam itu hanya membuat harga dirinya sebagai perempuan benar-benar jatuh di mata Zayyan.
"Jangan pura-pura, Zayyan. Aku tahu kau juga menginginkanku." Rosa seyakin itu jika Zayyan agar luluh, dia meliuk-liuk layaknya penggoda yang merindukan belaian seorang pria.
"Kau tahu kan pria paling tidak bisa menahan nafssunya ... andai aku memang menginginkanmu, dua minggu lalu kita tidur di ranjang yang sama, sudah pasti aku lakukan. Buktinya bagaimana? Apa ada aku mengecupmu sedikit saja? Tidak, 'kan?"
Zayyan tidak menyembunyikan apapun yang dia rasa, memang begitu adanya dan sama sekali dia tidak tertarik pada Rosa sama sekali. Sekalipun dia hanya berbaring dan Rosa yang memimpin permainan sama sekali Zayyan tidak tertarik.
"Menyingkirlah, jangan buat dirimu semakin rendah."
Rosa tidak mampu berucap apapun saat ini, ucapan Zayyan benar-benar menohok hingga mampu membuatnya sekecil itu. Sepuluh detik belum juga berlalu, Zayyan mendorong kasar tubuh Rosa hingga wanita itu terhempas ke lantai dan itu benar-benar menciptakan rasa sakit di pinggangnya.
"Jangan bertingkah seolah kau benar-benar istriku, jika saja Zoya tidak memintaku menikahimu malam itu demi apapun aku tidak sudi menjabat tangan ayahmu, Rosa."
"Zoya ... Zoya zoya zoya zoya!! Dia saja yang ada di otakmu, memangnya siapa anak itu? Dia bahkan tidak memiliki hubungan darah denganmu, Zayyan. Tidak seharusnya kau mencampakkan aku hanya demi adik tir_"
"Dia istriku, dan sampai mati istriku hanya dia, Rosa ... camkan itu," ucap Zayyan memotong pembicaraan Rosa dan hal itu sukses membuat mata Rosa membeliak sempurna.
"Istri? Katakan sekali lagi, Zayyan!!"
"Zoya istriku, apa masalahmu?" tanya Zayyan santai seraya menatap datar wajah Rosa.
PLAK
"Gilla!! Kau berbohong, 'kan?"
Tamparan keras mendarat tepat di wajah Zayyan, menampilkan cap merah dari lima jari Rosa yang tampak sangat menyakitkan.
"Dasar pelaccur!!" Zayyan hendak membalas perbuatan Rosa, hanya saja dia tahan karena sebenci-bencinya dia tidak akan mungkin main tangan.
Malam panas yang Rosa harapkan kini berganti menjadi malam penuh kegilaan. Entah kenapa dia yang awalnya begitu merdeka menganggap Zayyan bukan tipenya kini merasakan sakit kala mengetahui fakta bahkan ada wanita lain dalam diri Zayyan.
"Jaga bicaramu, Zayyan. Aku istrimu, kau berjanji di hadapan Papa dan bahkan di hadapan Zoya sendiri!! Ingat?!" sentak Rosa dengan air mata yang kini membasah di wajahnya.
"Lupa," jawabnya singkat dan hal itu berhasil membuat Rosa menangis sejadi-jadinya hingga terdengar keluar karena memang Zayyan tidak menutup pintu secara sempurna ketika masuk.
"Menangislah, jangan berharap aku akan peduli," ucapnya benar-benar tidak memiliki simpati meski Rosa benar-benar menangis, ada hal yang membuat dia sakit. Yakni, Zayyan benar-benar menganggapnya tiada berarti.
Pertikaian keduanya ternyata sampai ke telinga Amora dan anggota keluarga lainnya. Dalam keadaan yang hampir tellanjang Rosa tidak mengira jika mertua dan adik iparnya akan masuk tiba-tiba.
"Zayyan kamu apakan Rosa?!! Hah?!!" sentak Amora memeluk erat Rosa yang kini tengah menangis sejadi-jadinya.
"Ada apa? Kalian kenapa?"
Zico yang baru saja hendak terlelap tetap menghampiri dengan wajah sembabnya. Pria itu menatap bingung Zayyan dan Rosa yang sepertinya bukan bertengkar biasa.
"Kau memukulnya, Zayyan? Dia perempuan, gilla!!"
Amora yang sejak lama dibuat tidak habis pikir dengan sikap Zayyan kini naik darah dan dia mendekati putranya ini. Tanpa pikir panjang Amora mendaratkan telapak tangan di wajah Zayyan sebagai bentuk amarahnya.
"Benar kamu memukulnya? Kamu gilla, Zayyan? Dia istrimu, Papa sudah memintamu menjaganya dengan baik dan kamu sendiri yang menjawab iya waktu itu!!"
Pertama kali Amora berucap kasar bahkan nadanya sangat tinggi. Dia menatap datar sang mama dan sama sekali tidak berniat menjawab ucapannya.
"Ya, memang aku gila ... terus Mama maunya apa?"
"Memang dasar tidak tahu diuntung, kamu sadar Papa pergi itu karena kamu!!" Amora kembali hendak melayangkan pukulan tepat di wajah Zayyan, hanya saja secepat itu menangkap pergelangan tangan Amora hingga wanita itu menjerit kesakitan.
"Jangan sok berkuasa, Mama salah jika peduli tentang hidup wanita itu ... Seharusnya, sikap Mama yang begini diperlukan untuk Zoya, bukan dia." Zayyan menekan setiap kalimatnya dan dia mendorong tubuh Amora kasar tanpa peduli apa itu sopan santun.
.
.
.
"Zayyan mau kemana?!!"
"Pergi, kenapa kalian mengusikku dan masuk tanpa izin begitu," gerutu Zayyan berlalu keluar namun secepat itu Zico melarangnya kemudian.
"Sudah malam, kau tidak sedang baik-baik saja ... tidur di sini saja," ucap Zico karena menyadari aroma alkohol yang begitu pekat dari kakaknya, bisa dipastikan pria ini sebenarnya sedikit mabuk.
"Jangan halangi aku, Zico ... mana mungkin aku bisa tidur di rumah ini lagi," ungkapnya kemudian, jujur saja dia pulang ke rumah utama hanya karena merindukan Zoya, nyatanya yang dia temui justru wanita itu.
"Aku yang antar, kau ingin ke apartement, 'kan?"
Zayyan mengangguk, syukurlah pria itu masih berniat menjawab. Secepat mungkin Zico menyiapkan mobil lantaran khawatir jika sang kakak sampai mengemui sendiri akan membahayakan dirinya sekaligus orang lain.
"Tapi cari Zoya ya?" tanya Zayyan dengan mata yang begitu memprihatikan, bisa dipastikan jika otak Zayyan saat ini masih terpengaruh minuman itu.
"Hm, cari Zoya ... kau tidur saja, nanti kubangunkan jika sudah bertemu." Tidak salah, Zayyan bahkan mengakui jika dirinya gila. Kini, ucapannya terlihat bisa dibuktikan dengan nyata.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken