Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 : Maafkan kami bu ...
Setelah kurang lebih dua jam berada di ruang praktek Yoga, kini keduanya sudah bersiap-siap untuk menjenguk bu Isma.
"Zu, kita bareng saja ke rumah sakit satunya," cetus Yoga.
"Baiklah," sahut Zu. "Tapi sebelumnya kita mampir dulu sebentar membeli makanan," saran Zu.
"Tidak masalah," kata Yoga dengan seulas senyum sambil merapikan berkas di atas meja kerjanya.
Setelah selesai, ia pun mengajak Azzura meninggalkan ruangan itu. Namun langkah keduanya sempat terhenti ketika pintu ruangan itu dibuka.
"Yoga, apa bunda mengganggu?" tanya bunda.
"Nggak, Bun. Kami sudah selesai," jawab Yoga lalu melirik Azzura yang tampak kebingungan.
"Zu, bunda lupa memperkenalkanmu jika Yoga ini, putra bungsu bunda," jelas bunda dengan seulas senyum.
Azzura meliriknya dan cukup terkejut serta tak menyangka jika Yoga adalah putra bunda Fahira.
"Kami sudah saling kenal, Bun," tutur Zu. "Yoga pun, sudah aku anggap seperti kakak ku sendiri. Sungguh, aku nggak menyangka apakah pertemuan kita ini suatu kebetulan atau takdir. Namun aku bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang baik seperti bunda dan Yoga," ungkapnya dengan suara lirih.
Bunda Fahira mengulas senyum seraya menggenggam kedua tangannya. "Bunda harap setelah ini psikismu akan kembali normal. Kuncinya selalu bersikap tenang. Jika boleh bunda sarankan, kamu harus melawan jika sampai membahayakan nyawamu," pesan bunda.
Azzura dan Yoga kembali berpandangan sedetik kemudian keduanya sama-sama tertawa mendengar ucapan bunda Fahira.
"Waaah bun, ternyata saran bunda boleh juga ya," sahut Yoga sambil terkekeh.
Azzura ikut terkekeh. Batinnya sependapat dengan bunda Fahira. Apalagi jika Close sampai ingin berbuat macam-macam padanya.
Ia masih bisa menahan semua pukulan bertubi-tubi yang sering dilayangkan padanya, namun tidak jika sampai Close memaksanya untuk melakukan hubungan intim dengannya. Ia bahkan tak rela kesuciannya direnggut oleh pria blasteran itu meski berstatus suaminya.
"Jika sampai dia akan berbuat nekat dan memaksaku, dia akan menyesali perbuatannya. Dia akan melihat sisi lain dari seorang Azzura Zahra," batin Zu sambil mengepalkan kedua tangannya.
*
*
*
Lio Cafe & Resto ...
Close baru saja tiba di cafe sang momy lalu menuju ke ruangannya. Namun sesampainya ia di ruangan itu, momy dan daddy sudah tidak berada di tempat.
Close mendaratkan bokongnya di kursi kerja sang momy lalu menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Sudah jam 17.00?" desisnya. "Apa Azzura sudah pulang ya? Soalnya dia sering mengatakan jika dirinya lembur. Tapi tadi, dia nggak kelihatan?" tanya Close pada dirinya sendiri.
"Sebaiknya aku temui sahabatnya itu dan mencari tahu, di mana mamanya di rawat," desisnya dengan seringai penuh arti.
Tak ingin berlama-lama, ia pun keluar dari ruangan itu lalu menghampiri meja barista di mana Nanda sedang berada.
"Maaf, kamu sahabatnya Azzura kan? Apa kita bisa bicara sebentar?" kata Close.
Nanda meliriknya sekilas dengan perasaan jengah dan masih bergeming di tempatnya sambil menyelesaikan pesanan pelanggan.
Karena Nanda nggak menyahut, akhirnya Close meminta Nanda menemuinya di ruangan momy Liodra.
Sepuluh menit berlalu ...
Kini Nanda sudah berada di ruangan itu dan duduk berhadapan dengan Close.
"Ada apa dan apa yang ingin kamu bicarakan padaku?" tanya Nanda dengan nada ketus.
"Sebagai sahabatnya Zu, kamu pasti tahu banyak hal tentang dirinya termasuk keluarganya?" jawab Close
"Lalu?"
"Aku ingin tahu, di mana mamanya di rawat dan sebenarnya mamanya itu sakit apa?" tanya Close.
Nanda menatapnya dengan sinis dan tak langsung menjawab, melainkan ia balik bertanya,
"Bukankah kamu suaminya? Kenapa hal seperti ini pun kamu harus bertanya padaku?" kata Nanda masih dengan nada ketus.
"Kamu?!" geram Close. "Katakan saja di mana mamanya di rawat!!" bentaknya.
"Tanyakan langsung pada Azzura!!" kata Nanda tak kalah tegas dan merasa dongkol.
"Jika kamu nggak mau mengatakan di mana mamanya dirawat, aku akan memecatmu dari cafe ini," ancam Close dengan perasaan geram.
"Silakan saja, di luaran sana masih banyak pekerjaan dan bukan di cafe ini saja," balas Nanda seolah tak takut dengan ancaman Close. "Lagian yang berhak memecatku di sini hanya nyonya Liodra bukan kamu," tegas Nanda dengan sinis.
Close kembali bungkam dengan rahang mengetat, tak bisa membalas bahkan lidahnya keluh. Lagi-lagi ia harus kecewa karena tak mendapat jawaban.
Tanpa permisi Nanda beranjak dari tempat duduknya. Sebelum melangkah, ia kembali membuka suara.
"Jika sampai terjadi sesuatu pada Azzura dan ibunya karena ulahmu, aku pun tak akan tinggal diam," ancam Nanda. "Jika kamu berpikir Azzura menikahimu karena harta, kamu salah besar. Azzura tidak tertarik dengan harta melainkan terpaksa dan sanggup menerima syarat dari nyonya semata-mata untuk biaya operasi ibunya saat itu. Jika kamu ingin tahu ibunya di rawat di mana, silakan cari tahu sendiri," tegas Nanda lalu berlalu meninggalkan dirinya di ruangan itu.
Lagi-lagi Close terhenyak mendengar ungkapan yang sebenarnya. "Jadi hanya karena butuh biaya operasi ibunya, Azzura mau menikahiku?" desisnya sambil tertunduk. "Apa selama ini, dia sering pulang larut malam karena ibunya?"
Hatinya mencelos. Setelah tadi siang ia mendapat penolakan dari Azzura, kali ini hal yang sama kembali ia dapatkan dari sahabat istrinya itu bahkan tak segan mengancamnya.
Ia tertunduk lesu dan kembali membayangkan wajah Azzura yang terlihat tak bersahabat bahkan terlihat sinis padanya siang tadi.
*
*
*
Prasetya Hospital 1 ...
Setelah meninggalkan rumah sakit dan mampir sebentar membeli buah dan makanan di salah satu restoran ibukota, kini Azzura dan Yoga tampak sedang berjalan bersisian menuju bangsal 3.
"Yoga, makasih ya. Aku benar-benar merasa bersyukur bisa mengenal kalian. Bunda, kamu dan kak Farhan. Entah dengan cara apa aku akan membalas semua kebaikan kalian nantinya," kata Zu.
Yoga hanya mengangguk sambil mengedipkan kedua matanya lalu mengulas senyum.
Tak lama berselang keduanya kini sudah berada di ambang pintu.
"Ayo," bisik Yoga seraya memutar handle pintu.
"Ibu," sapa Zu dengan seulas senyum lalu menghampiri wanita kesayangannya itu.
"Sayang, tumben datangnya barengan," tanya ibu namun terlihat bahagia.
"Kebetulan aku pulangnya cepat, Bu. Jadi sekalian jemput Azzura di tempat kerjanya," sahut Yoga.
"Maafkan kami, bu. Kami terpaksa berbohong lagi pada ibu," batin Yoga.
"Oh ya, kami membawa makanan dan buah untuk Ibu," sambung Yoga lalu meletakkan paper bag makanan dan kantong plastik buah di atas meja sofa.
"Terima kasih, Nak. Kemarilah," pinta ibu dengan seulas senyum.
Dengan patuh Yoga mendekat lalu duduk di kursi sedangkan Azzura duduk bersisian dengan ibu. Ibu menggenggam tangan Yoga lalu menatapnya dengan senyum bahagia.
"Ibu ingin, kalian tetap seperti ini bahagia hingga kalian menua bersama. Memiliki anak dan cucu kelak," kata ibu dengan seulas senyum seraya menatap keduanya bergantian.
"Jika sewaktu-waktu ibu akan tiada, ibu sudah bisa merasa tenang karena ada kamu yang akan menjaga Azzura," kata ibu lagi. "Sayang, patuhlah pada suamimu dan jangan melawan ketika ia menasehati atau mengajarimu ketika kamu berbuat salah. Lakukanlah tugasmu dengan baik sebagai istri dan jangan menolak jika suamimu meminta haknya," lanjut bunda menasehati Azzura.
"Aku nggak akan menolak jika suamiku bukan Close, bu. Sekalipun Close suamiku, aku nggak akan memberikan haknya. Pria menjijikan itu pantasnya memang dengan gundiknya itu. Lagian dia juga nggak bisa lagi meminta haknya karena telah jatuh talak satu atas diriku. Coba saja jika dia berani," sahut Zu dalam hatinya sekaligus merasa geram.
"Sayang, apa kamu mendengarkan ibu?" tegur ibu.
"Iya, Bu," sahut Zu lalu melirik Yoga.
...🍂****************🍂...
Jangan lupa masukkan sebagai favorit ya 🙏 Bantu like dan vote setidaknya readers terkasih telah membantu ikut mempromosikan karya author. Terima kasih ... 🙏☺️😘