"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Bersedia
Setelah melewati drama yang dilakukan elang, akhirnya devina dan Gilang bisa pergi meninggalkan kediaman orang tua Devina.
Seperti biasa, tidak ada yang bicara selama dalam perjalanan. Bagi Devina itu membosankan. Tapi mau bagaimana lagi, bosnya bukan orang yang suka banyak bicara. Bagaimana dia bisa menggoda pria yang pribadinya sedingin kutub selatan ini.
Untung saja jalanan yang mereka lalui tidak terlalu padat. Sehingga mereka bisa cepat sampai di hotel yang akan jadi tempat pertemuan pagi ini. Seharusnya Eki yang ikut bersama Gilang, entah mengapa pagi ini, tiba-tiba saja Gilang memintanya untuk menemani pria itu.
Gilang turun dari mobil diikuti Devina. Sekarang mereka berdua berada di lobby hotel. Bersiap untuk masuk ke aula yang sudah di siapkan untuk pertemuan pagi ini.
"Gilang," sapa seseorang yang Devina kenal sebagai produser film. Pria yang mengundang Cakrawala Company untuk ikut dalam pertemuan pagi ini.
Tidak hanya Cakrawala Company saja. Ada beberapa perusahaan lainnya yang juga ikut hadir dalam pertemuan pagi ini. Acara pertemuan pagi ini untuk mengajak Cakrawala Company dan beberapa perusahaan lainnya ikut andil dalam pembuatan sebuah film.
Salah satu pemeran dalam film tersebut adalah Elang. Karena itulah Elang datang pagi-pagi sekali ke rumah orang tua Devina. Maksud hati ingin menjemput mantan asistennya itu. karena dia mengetahui, bahwa pagi ini akan ada jadwal pertemuan dengan sekretaris Cakrawala Company yang akan menemani pimpinannya.
Elang tidak menyangka, jika pimpinan Cakrawala sendiri yang menjemput mantan asistennya itu. Jadilah dia sedikit berulah. Elang tidak suka saja melihat kedekatan Devina dengan Gilang. Dia juga sudah mengingatkan Devina, bahwa Gilang adalah suami Sandra.
Bukan karena Gilang, Devina menolak satu mobil dengan Elang. Tapi dia ingat pesan Wina, untuk menjauh dari Elang. Devina terlanjur berjanji untuk menjauh. Nyatanya, Elang sendiri yang masih suka menghubunginya.
Devina melihat Sandra yang datang bersama asistennya. Dia baru tahu, jika pertemuan pagi ini dihadiri Sandra. Devina heran sendiri, mengapa suami istri itu tidak datang bersama saja? Gilang justru menjemputnya. Sementara Sandra datang dengan asistennya. Seorang wanita, tapi gagah seperti pria. Di mata Devina, terlihat lebih ke seperti bodyguard dari pada asisten.
"Pak, tidak mau menyapa mbak Sandra?" tanya Devina.
"Tidak perlu," jawab Gilang. Pria itu kembali ke mode dingin dan tidak banyak bicara. Devina hanya menyarankan yang baik untuk pasangan itu. Terlepas dari masalah mereka. Jika tidak mau ya sudah.
Hingga pertemuan berakhir, Gilang justru mengajak Devina segera kembali ke perusahaan. Mengabaikan istrinya. Untungnya Sandra datang mendekat dan langsung memeluk suaminya. Memperlihatkan, seolah hubungan mereka baik-baik saja.
Tapi Devina yakin, ada yang Gilang dan Sandra sembunyikan dari hubungan mereka. Ditambah permintaan aneh Sandra, yang memintanya menggoda Gilang. Lalu Gilang yang terkesan memaksanya untuk menerima tawaran Sandra.
Sandra jadi penasaran, dia pun memutuskan akan menerima tawaran Sandra untuk menggoda Gilang. Hanya menerima, seperti yang Gilang katakan pada Devina saat perjalan pulang mereka ke perusahaan.
"Devina, Saya hanya minta kamu terima tawaran Sandra. Selanjutnya biar Saya yang mengatur semuanya. Kamu juga tidak perlu benar-benar menggoda Saya,"
Devina baru saja tiba di rumah. Sore ini, ayah Dewa yang menjemputnya ke perusahaan. Gilang yang sebelumnya akan mengajak Devina makan malam, sekaligus menagih jawaban gadis itu, tidak bisa menahan Devina. Tidak mungkin dia membiarkan apa yang dilakukan ayah Devina sia-sia.
Jadilah malam ini Gilang menelpon Devina untuk meminta jawaban. "Bagaimana Vivi?" tanyanya.
"Vivi?" ulang Devina panggilan yang baru saja Gilang sematkan untuknya. Atau Gilang salah sambung. Yang dia hubungi seharusnya Vivi, tapi justru menelpon dia.
"Bagus Vivi dari pada Nana," ujar Gilang.
Devina menyipitkan matanya. "Ada apa dengan bosnya ini?" batin Devina. Tidak mungkin kan pria ini cemburu dengan Elang yang memanggilnya Nana.
"Itu nama yang akan Saya gunakan untuk memanggil kamu, di depan Sandra. Biar dia percaya Saya tergoda sama kamu," ucap Gilang menjelaskan.
Menarik napas panjang, Devina mengisi rongga dadanya dengan udara. Bersiap untuk memberikan jawaban. Dia sudah memikirkan matang-matang. Memikirkan baik dan buruknya.
"Bismillah," ucap Devina dalam hati.
"Saya bersedia bantu Bapak," jawab Devina. Gadis itu murni akan membantu Gilang, untuk mencari tahu tujuan Sandra memintanya menggoda Gilang.
Keesokan harinya Gilang kembali menjemput Devina. Hanya saja, pagi ini dia tidak ikut sarapan seperti kemarin. Dia hanya menunggu Devina di teras, sambil ngobrol dengan bunda Helen.
"Kamu sudah mengabarkan Sandra?" tanya Gilang.
Mereka sudah berada dalam kendaraan yang dikemudikan pak Bambang. Tidak ada pertemuan di luar kantor sebenarnya, Gilang hanya sengaja menjemput Devina saja. Entah mengapa, dia merasa tenang saat berada di dekat Devina. Berbeda jauh auranya dengan Sandra.
"Belum," jawab Devina jujur.
"Kenapa? Bukankah kamu sudah bersedia."
"Saya menunggu mbak Sandra bertanya. Setidaknya biar dia tahu, Saya keberatan dengan permintaanya. Ya, biar terlihat seperti terpaksa saja," jawab Devina.
Gilang tersenyum. Sayang sekali Devina melewatkannya. "Good," balas Gilang. Tangannya terulur menepuk-nepuk pucuk kepala Devina.
Devina merasakan darahnya berdesir, jantungnya berpacu sedikit lebih cepat, atas perlakuan Gilang barusan. "Ada apa denganku? Mengapa jadi aku yang tergoda?" batin Devina.
"Pak, mengapa Bapak mau Saya menerima permintaan mbak Sandra?" tanya devina penasaran.
"Nanti juga kamu akan tahu," jawab Gilang.
"Mulai hari ini kamu kekasih Saya, Devina. Pak Bambang saksinya," ucap Gilang.
"Kekasih pura-pura kan, pak?" tanya Devina untuk memastikan. Jangan sampai dia salah mengartikan kata kekasih menurut Gilang. Mereka hanya akan berakting di depan Sandra saja. Tidak dengan yang lain.
"Apa kamu ingin sungguhan?"
Devina langsung mengibaskan telapak tangganya dihadapan Gilang, "Bukan begitu maksud Saya," jawabnya.
"Sungguhan juga tidak apa-apa," balas Gilang.
"Pak! Tolong jangan bercanda," sahut Devina.
"Siapa yang bercanda?"
"Bapak."
"Den sudah sampai," ucap pak Bambang, menyela perdebatan antara bos dan sekretaris itu. Atau antara pasangan kekasih?
Tiba di meja kerjanya, Devina kembali disibukkan dengan pekerjaan. Jika sudah begini, Devina akan sedikit lupa dengan dunia nyata. Apalagi untuk membuka pesan yang dia terima.
Sandra yang menghubungi Devina merasa kesal. Karena sekretaris suaminya itu tidak juga mengangkat panggilannya.
"Temui saja dia di Cakrawala," ucap asisten Sandra, yang bernama Dita itu menyarankan.
Maka, disinilah sekarang Sandra berada, di depan meja kerja Devina yang kosong. "Kemana anak itu?" ujar Sandra.
"Eki, kamu tahu dimana Devina?" tanya Sandra, begitu melihat asisten suaminya.
"Ada diruangan pak Gilang," jawab Eki.
Sandra bergegas masuk ke dalam ruangan Gilang. Dan dia terkejut, saat melihat ada kedua orang tuanya di ruangan suaminya itu.
"Ma, Pa," ucapnya terkejut.
"Silakan di minum Bu, Pak," ucap Devina.
Sekretaris Gilang itu meninggalkan meja kerjanya karena diminta Gilang untuk menyiapkan minuman. Sandra sempat salah sangka, mengira Devina berduaan dengan Gilang. Mengapa dia harus marah mendengar Devina berada di ruangan GIlang, dan berduaan dengan pria itu. Bukankah dia yang meminta Devina untuk menggoda Gilang? Apa sebenarnya yang Sandra inginkan?
Orang tua Sandra menemui Gilang untuk meminta pria itu melarang Sandra bekerja. Mereka ingin putri mereka segera hamil. Ketakutan terbesar mereka, Gilang meninggalkan Sandra karena tidak bisa memiliki anak.
"Aku tidak mau berhenti bekerja, Ma." Sandra langsung membentak ibunya.
Bisa gila dia jika hanya di rumah saja. Hidupnya akan terkekang. Apa lagi jika sampai memiliki anak. Sandra tidak suka di kekang. Dia ingin bebas.
Devina yang masih berada di ruangan Gilang terkejut melihat Sandra yang berani terhadap orang tua. Apa lagi pada seorang ibu. Dia melihat Gilang. Pria itu tampak biasa saja. Memasang wajah dingin.