FIKSI karya author Soi. Hanya di Noveltoon.
Novel perdana author.
Berawal dari gadis biasa yang menghadapi diskriminasi dan hinaan orang banyak di sekitarnya, Clara membuktikan kemampuannya dengan bekerja sebagai ahli keuangan yang mengesankan bagi seorang bos konglomerat. Di satu sisi, Clara menjadi salah seorang kepercayaan bagi atasannya. Namun, di sisi lain ia menyadari bahwa pekerjaannya berkaitan dengan hal-hal berbahaya yang tidak manusiawi. Pertemuan kembali dengan Kent, sahabat pada masa remajanya, memberikan Clara keberanian untuk menguak kejahatan orang-orang kelas atas yang berkaitan dengan berbagai kasus misterius. Akankah Kent tergerak untuk menolong Clara seperti sedia kala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon soisoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberuntungan yang Semu
Karena pekerjaan Clara di Jakarta telah tuntas sebelum tahun baru 2025, kini tiba saat baginya melakukan perjalanan bisnis pertama ke Singapura bersama Presdir Linardi.
Setibanya di bandara Changi Singapura, tempat kunjungan pertama Clara dan rombongannya adalah hotel berbintang 5 di daerah timur kota. Mereka langsung melanjutkan perjalanan setelah menyelesaikan proses pemesanan kamar dan meletakkan barang pribadi.
Clara yang belum pernah mengunjungi negeri dan kota Singapura tentunya amat penasaran. Nama 'Singapura' memang berarti seekor singa. Dalam bahasa Inggris, kota itu dikenal sebagai 'Lion City.' Selain itu, sistem penghijauan lingkungan di Singapura nampak begitu maju dan teratur, sehingga dikenal sebagai 'Garden City' secara internasional.
Saking unik dan berwarnanya Singapura, Clara hampir melupakan setiap sosok modern di kota Jakarta. Itu mungkin karena Singapura memiliki jauh lebih banyak tempat berlibur yang menarik, kondisi fasilitas umum yang sangat terawat dan asri, bahkan tidak sedikit infrastruktur yang dibuat begitu mewah dan berkelas.
Kemajuan ekonomi di Singapura menjadikannya negara berskala kota yang paling digemari di dunia.
Sebenarnya, apa yang akan dikerjakan oleh Clara selama berada di Singapura? Kali ini, mereka telah tiba di Marina Bay Sands ; yakni salah satu tempat paling memukau di Singapura yang sangat ramai pengunjung. Tidak hanya balai pertemuan luas yang multifungsi, di tempat itu juga terdapat museum, taman, hotel, restoran berkelas, shopping centre yang menjual barang-barang bermerk eksklusif, hingga casino yang mudah diakses oleh para wisatawan.
"Clara. Beri salam, beliau adalah pejabat dari Tiongkok," sebut Presdir Linardi.
Belum apa-apa, Clara sudah diperhadapkan dengan orang-orang penting dari berbagai penjuru negeri. Untungnya, Clara mahir berbahasa Inggris semenjak SMA.
"Hi, nice to meet you, Miss Clara. Are you here for the auction?" tanya seorang pria berkebangsaan Inggris kepada Clara.
"Yes. I'm accompanying my boss to this event, as his personal assistant," jawab Clara lancar dan terkesan anggun.
Melihat kesiapan Clara dalam menjalankan tugas pentingnya, Presdir Linardi mengangguk pelan dari kejauhan, lalu meninggalkan Clara seorang diri untuk meneruskan pembicaraannya bersama para tamu naratetama yang lain.
Hari itu Jumat, pada tanggal 3 Januari 2025, yakni saat Clara menghadiri acara lelang terbesar dalam hidupnya. Biasanya, yang sejenis itu hanya dapat dilihatnya di televisi. Dia merasa sangat beruntung, apalagi orang-orang asing di sana memperlakukannya seperti orang kaya.
Sedikit demi sedikit, Clara mulai mengenali dunia orang-orang kelas atas yang setara dengan Presdir Linardi. Clara tersadar bahwa dirinya bertumbuh dewasa dalam keadaan dan lingkungan yang berbanding jauh di bawah standar keluarga Linardi.
"10.000 dolar!" seru pembawa acara, seketika pelelangan itu dimulai.
"Ada yang menawarkan sebesar 10.000 dolar? Berarti, lebih dari 100 juta rupiah?" ucap Clara terperangah, namun menjaga volume suaranya.
Baru pertama kalinya, Clara mendengar jumlah nominal tunai sebesar itu. Seolah, uang itu datang dan pergi dengan begitu mudahnya.
"Clara, dengarkan dengan baik. Jika aku menaikkan tangan kiriku, kau harus mengangkat kotak bernomor 1 di sisi kirimu. Sebaliknya, jika aku mengangkat tangan kananku, maka kau harus mengangkat kotak bernomor 2 di sisi kananmu. Lalu, aku akan memberi isyarat satu jari telunjuk untuk kotak bernomor 3. Dan terakhir, isyarat ibu jari dan telunjuk untuk kotak bernomor 4."
Mendengarkan instruksi dari sang Presdir, Clara langsung memperhatikan setiap detail di hadapan bangku meja yang ditempatinya bersama 9 orang lain. Di hadapan setiap asisten penentu taruhan disediakan 4 buah kotak berwarna hitam yang bernomor urut 1 hingga 4.
"Baik, Pak," respon Clara.
Rupanya, nomor 1 menandakan penambahan nominal sebesar 5.000 dolar, sedangkan nomor 2 menandakan penambahan sebesar 10.000 dolar. Sementara, nomor 3 menandakan penambahan sebesar 15.000 dolar, dan nomor 4 menandakan penambahan sebesar 20.000 dolar. Petunjuk yang tertulis lengkap pada sebuah kartu berlapisan emas langsung dibaca singkat oleh Clara.
Pelelangan itu katanya menunjukkan kekayaan resmi, serta peran penting seseorang atau kelompok dalam komunitas konglomerat dari berbagai penjuru dunia. Sudah jelas bahwa Clara tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun, karena akan berpengaruh terhadap reputasi Presdir Linardi secara mendunia.
Ini bukan pekerjaan yang sulit. Kau bisa melakukannya, Clara!
Clara cenderung menyemangati dirinya sendiri di saat tegang atau kurang percaya diri.
"50.000 dolar!"
Tidak disangka, angka taruhan itu melonjak dengan cepat.
Di saat inilah, Presdir Linardi mulai mengangkat tangan kirinya. Clara pun dengan tanggap melakukan tugasnya.
Dalam benaknya, Clara tidak berhenti berhitung dan melihat situasi. Presdir Linardi tentunya amat kaya, meski tidak seorang pun mengetahui sampai seberapa kekayaan konglomerat ternama dari Indonesia itu.
Pastinya, barang yang diperjual-belikan di tempat itu memiliki nilai investasi tinggi atau penggemar naratetama tersendiri.
Clara semakin dikejutkan saat Presdir Linardi mengangkat dua jarinya sebanyak 3 kali, yang berarti penambahan sebesar 20.000 dolar untuk setiap pengalinya.
Kalkulasi Clara mengatakan bahwa jumlah nominal akhir mata uang Singapura yang harus dibayarkan oleh Presdir Linardi itu kurang lebih setara dengan 2 miliar rupiah.
Terlebih hebohnya, Presdir Linardi memenangkan taruhan itu. Kini, Clara hanya melongo memperhatikan benda yang dipegang tinggi oleh sang Bos Besar. Semua orang nampak memberikan penghormatan berupa tepuk tangan dan seruan meriah. Walau diperhatikan secara berkelanjutan oleh Clara, gadis itu tidak dapat menebak benda apa yang baru saja dibeli oleh Presdir.
Karena tugas pertamanya sudah selesai, Clara disuruh kembali ke hotel yang pertama kali didatangi sebelumnya. Tentunya, Presdir memberinya cukup uang untuk menaiki taxi. Sepanjang perjalanan, Clara memperhatikan pemandangan menarik, lalu mengeluarkan earphone wireless barunya untuk mendengarkan musik. Diputarnya lagu 'Moon River' kesukaannya.
Mungkin inilah momen terindah dalam hidup Clara sejauh ini, walau dirinya mudah sekali teringat akan saat terakhir kebersamaannya dengan Kent.
"Kira-kira, bagaimana hidupnya saat ini?" ucapnya pelan, sambil bersandar nyaman pada kursi dan tertidur sejenak sebelum tiba.
Di saat yang sama, Kent dan Adi belum rampung mengerjakan tugas mereka.
"Kent, apa kau pernah ke luar negeri?" tanya Adi, sambil membersihkan seisi rumahnya.
"Tentu saja pernah," jawab Kent singkat.
"Wah, enaknya. Kau memang putra Bapak Sean.. Tapi, sekarang hidupmu seperti ini," celoteh Adi, dengan tawa mengejeknya.
Kent sudah terbiasa mendengar sindiran Adi dan sama sekali tidak tersinggung, bahkan dia terkesan cuek.
"Kalau kau sudah selesai, ayo kita makan. Aku juga sebentar lagi akan selesai berlatih bela diri," ajak Kent.
"Ok. Kau boleh melakukan apa saja, selain mengotori rumahku. Kita akan makan di luar untuk hari ini," tegas Adi.
"Belikan aku makanan enak. Aku bosan dengan tahu tempe," gurau Kent.
"Jangan cerewet. Itu masih lebih baik dibandingkan dengan masakan buatanmu kemarin!" sahut Adi.
Kent hanya menanggapinya dengan tawa jenaka.
"Kau ini.. Masih aja pamer tawa gantengmu. Makanya, kau patahkan hati Non Clara dan Non Debry!" tambah Adi, kemudian dilempari tissue kering bekas oleh Kent.
Akibatnya, Adi mengamuk dan mengejar Kent dengan peralatan menyapu lantai. Begitulah kehidupan sederhana yang dilalui oleh Kent saat ini. Tidak seorang pun menyadari bahwa suatu saat semuanya dapat berubah, bagaikan roda yang berputar dalam kehidupan.
- Bersambung -
kutunggu up next nyaaa
semangatt thor SOI 🔥💜