Jeniffer seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit desa, harus menghadapi ujian yang cukup besar dalam hidupnya. Ayah nya memiliki hutang besar kepada seorang lintah darat bernama Baron, pada suatu ketika anak buah yang bernama Tomi mengunjungi rumah Demian (Ayah dari Jeniffer). mereka menagih hutang yang di pinjam oleh Demian, makian dan ancaman terus dilayangkan oleh pria berbadan tersebut. Hingga Demian berkata akan membayar hutang nya minggu depan, saat Tomi berniat untuk melecehkan dua anak gadisnya Jeniffer dan Jessica. Kemudian di siang hari nya ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Jessica, yang tak lain adalah milik Glenn dan klien nya. Dan itulah awal dari pertemuan Jeniffer dengan Glenn, namun pertemuan itu terjadi karena perdebatan sang adik dengan John anak buah dari Glenn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nouna Vianny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaksa
Menyadari hal itu Jeniffer segera mengalihkan pandangan nya ke arah lain. Kemudian menarik lengan Jessica untuk tidak lagi berdebat masalah pot bunga nya yang hancur.
"Kak, lepaskan aku! Dia harus tanggung jawab" ucap Jessica dengan nada marah dan tatapan yang tajam ke arah John.
Glenn mengerutkan kening nya ketika mendengar kata tanggung jawab dari mulut Jessica.
"Hei John, apa yang telah kau perbuat pada gadis itu?" tanya Glenn.
"Kau menghamili nya?" timpal Daniel
John terperangah mengapa Glenn malah berfikiran jauh kesana, jangankan menghamili mengenal nya saja baru hari ini.
"Bu-bukan begitu Tuan, aku hanya tidak sengaja menabrak pot dan bunga kesayangan nya, dia meminta ku untuk bertanggung jawab aku sudah mengganti nya dengan memberikan nya uang, tapi dia bilang masih kurang".
Glenn dan Daniel menggeleng menatap satu sama lain lalu memberi kode kepada asisten nya itu. Ia kemudian mengeluarkan dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang.
"Ini uang ganti ruginya Nona".
Ketika Jessica hendak akan menerima uang tersebut, lagi-lagi Jeniffer melarang nya. Ia menarik tangan adiknya agar segera masuk ke dalam.
"Tidak apa-apa Tuan, ini hanya masalah kecil. Maaf sudah membuat salah paham".
Glenn terus memandangi Jeniffer yang menyeret adiknya masuk. Mata nya seperti tidak ingin melepas melihat gadis cantik itu.
"Anda telah kembali Tuan" Fredy baru saja muncul setelah membeli air mineral dan pemantik api.
"Kau lama sekali sih Fred" gerutu John kesal.
"Maaf, toko nya tadi ramai oleh pembeli".
Sebelum masuk ke dalam mobil Glenn dan Michael berpamitan, mereka akan kembali ke kantor masing-masing. Hari ini cukup sebentar saja untuk meninjau lokasi proyek. Mungkin akan ada beberapa anak buah Glenn yang berjaga di tempat ini untuk memantau situasi. Menghindari adanya oknum-oknum atau bahkan musuh yang memiliki siasat jahat. Selama di perjalanan John tidak henti-hentinya mengumpat, ia masih kesal akan sikap Jessica tadi yang berani padanya. Memergoki mulut John yang terus komat-kamit dari kaca spion membuat Daniel gatal untuk berkomentar.
"Hati-hati, kau berjodoh dengan gadis itu John" Daniel mengucapkan nya sambil menahan tawa.
"Aku lebih baik menjomblo seumur hidup daripada harus hidup bersama gadis cerewet itu". Ujar nya.
Daniel terkikik geli, ia membayangkan jika sampai John berjodoh dengan gadis seperti Jessica. Sudah pasti ia akan dibuat pusing setiap hari nya. Walau baru pertama kali bertemu Daniel sudah bisa menilai type seperti apa adik dari Jeniffer itu.
"Sepertinya kita harus segera menyingkirkan rumah-rumah yang menghalangi akses untuk masuk ke area proyek Tuan".
"Apa yang dikatakan Daniel benar Tuan, aku setuju. Karena kita menumpang parkir di rumah gadis itu. Aku jadi kena semprot" Ujar John
"Kalian tenang saja, aku sedang fikirkan. Ketika sudah yakin aku akan memberi perintah pada kalian".
"Siap Tuan" katanya dengan serempak.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 40 menit mereka sampai di kantor. Para karyawan yang berpapasan dengan nya tidak segan untuk menundukkan kepala. Boss dari PT Lancia itu berjalan masuk untuk dengan tatapan nya yang dingin dan datar. Meski pembawaan nya terkesan menyeramkan namun tidak menutupi wajah rupawan yang dimiliki seorang Glenn. Selain dari pemilik dari PT Lancia Glenn juga seorang pemimpin dari kelompok yang ia dirikan yaitu The Wolves. Yang terdiri dari empat anggota inti yaitu Daniel, John dan satu lagi Gavin yang sekarang sedang menjalankan misi di negeri sebrang.
Daniel dan John di rekrut menjadi anggota The Wolves setelah melewati berbagai serangkaian kompetisi, seperti bela diri, menembak, memanah dan lain sebagainya. Mereka yang terpilih adalah orang-orang yang tangguh dan tak dapat terkalahkan. namun di balik kelebihan yang mereka miliki terdapat sisi gelap dalam kehidupan masing-masing. Daniel dan John sama-sama tinggal di sebuah asrama tempat untuk penampungan anak yang terbuang. Ya! masa kecil mereka di lalui dengan cara yang menyedihkan, entah apa yang ada dibenak para orang tua keduanya hingga tega membuang darah daging nya begitu saja. Maka tak heran jika jiwa mafia mereka memacu setelah menjadi orang yang terlatih dan terpilih.
Tidak terasa waktu sudah pukul menunjukkan 5 sore, Jeniffer harus segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Ia meraih handuk yang tergantung pada belakang pintu kamar nya, kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Jeniffer kembali teringat akan masalah Ayah nya yang belum selesai dengan Tuan Baron, mengingat akan ancaman dari Tomi yang begitu menakutkan. Apa yang harus ia lakukan? Gaji nya sebagai perawat di rumah sakit sebuah desa, tidak mungkin bisa menutupi hutang-hutang tersebut. Apakah Jeniffer harus pergi merantau ke kota agar mendapatkan rumah sakit yang mau membayar nya lebih? Ah! Itu nanti akan ia fikirkan sekarang lebih baik mengguyur badan nya dengan air dingin,agar rasa panas di kepala nya sedikit mereda.
"Jessica, dimana kakak mu?"
"Mungkin dia sedang mandi Yah, ada apa?"
"Ada yang ingin Ayah bicarakan pada kalian"
Dari raut wajah demian sepertinya akan membicarakan masalah serius, Jessica hanya mengangguk menunggu sang kakak selesai mandi untuk lekas menyampaikan pesan dari sang Ayah. setelah menghabiskan waktu kurang lebih 20 menit Jeniffer keluar dari kamar mandi, setelah itu mengeringkan tubuhnya dan memakai baju.
"Kak" Jessica muncul dari balik pintu
"Ada apa?"
"Ada yang ingin Ayah pada kita"
"Tunggu 5 menit aku akan segera selesai"
"Baiklah"
Jessica keluar dari kamar sang kakak dan duduk di sebrang kursi menghadap Demian. Raut wajah yang tidak dapat di sembunyikan, tak jarang Jessica mendapati Ayah nya mengusap wajah dengan tatapan penuh beban. Jessica menghela nafas sambil menopang dagu, ia pun turut memikirkan masalah sang Ayah dengan Baron. Jeniffer telah rapi sekarang ia lekas keluar dari kamar, tidak sabar untuk mendengarkan apa yang akan di sampaikan oleh sang Ayah. sesampai nya di ruang tamu Jeniffer duduk di samping sang adik.
"Ada apa Ayah?" tanya nya dengan menatap lekat wajah Demian.
"Ayah memutuskan untuk menjual rumah ini" . Dengan berat hati Demian harus menyampaikan hal ini kepada dua anak gadisnya.
"Kalau rumah ini di jual kita akan tinggal dimana yah?"
"Kita bisa menyewa rumah yang lebih kecil dengan harga yang lebih murah tentunya. Ayah juga mungkin akan mencari pekerjaan untuk membayar biaya sewa nya tiap bulan"
Jeniffer menghela napas panjang, ia berfikir untuk mempertimbangkan keputusan sang Ayah. Masalahnya di desa tidak ada yang namanya rumah sewa, rata-rata rumah disini adalah milik pribadi atau warisan. Jika mereka akan menyewa rumah berarti harus pergi meninggalkan desa ini, dan merantau ke kota.
"Ayah, akan pasang iklan nya untuk memasarkan rumah kita. Semoga saja dalam waktu kurang dari seminggu sudah ada peminat nya". Demian kemudian bangkit dari duduknya meninggalkan anak-anak nya yang masih terdiam, ada rasa ketidaksetujuan diantara kedua nya namun apa boleh buat , hanya ini jalan satu-satunya agar bisa membayar hutang kepada Baron.
"Kak, kakak setuju dengan keputusan Ayah?" tanya Jessica sambil menggenggam kedua tangan sang kakak.
Jeniffer berdecak bingung harus memberi jawaban apa. "Ya, jika ini yang terbaik apa salahnya. Rencana nya aku juga memang ingin merantau ke kota, mencari rumah sakit yang bisa membayar ku lebih. Kau tau kan rumah sakit di desa gaji nya kecil?"
Jessica mengangguk "Iya Kak, aku juga sudah mencoba memasuki lamaran ke beberapa perusahaan, namun belum ada yang menghubungi ku"
"Itulah perjuangan, yang penting kau tidak pantang menyerah" Jeniffer menarik baju di pergelangan tangan nya, melihat waktu pada arloji digital nya. "Yasudah aku berangkat dulu ya, kau jangan kemana-mana. Jika ada apa-apa telepon aku. Oke!"
"Baik kak".
Jeniffer keluar dari rumahnya dan menghampiri sepeda motor nya yang telah terparkir di halaman rumah. Setelah memakai pelindung kepala mesin pun dinyalakan, Jeniffer lekas mengendarai kuda besi nya itu untuk menuju rumah sakit.