Senja Kumala, anak kecil malang yang lahir dari seorang wanita yang tak menginginkannya. Ia lahir karena hasil pemerkosaan.
Ibunya sangat benci dirinya, ia kerap mendapatkan siksa lahir batin. Bahkan hingga ia dewasa dan menikah, penderitaan Senja belum berakhir.
Wanita malang itu hanya dijadikan istri kedua dan mesin pembuat anak untuk sang suami. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan sosok pria yang masuk ke dalam lembah hitam. Sosok pria yang tidak percaya dengan adanya cinta dan kasih sayang.
Pria itu adalah Karang, anak yang memiliki masa lalu tak mengenakkan dan hampir merusak masa depannya. Dan masa lalu itu ternyata ada kaitannya dengan Senja dan ibunya.
Ada hubungan apakah mereka? Dan mampukah Karang menata kembali masa depannya dengan benar?
Dan siapa cinta sejati di masa depan Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Pertolongan
"Nggak apa-apa, Bi. Bibi bawa aja makanannya, aku nggak mau makan. Aku nggak lapar." Senja berjalan dan duduk di ranjang. Masih dengan menahan perih dan sakit di sekujur tubuhnya.
"Dari kemarin kamu nggak makan, mustahil kalau kamu nggak lapar. Sedikit saja, Bibi suapin, ya," tawar wanita yang kira-kira sudah berusia lima puluh lima tahun itu.
"Nggak mau, Bi, saya mau pulang dari sini, saya nggak mau apa-apa."
Wanita itu mancetak raut wajah iba. "Yang sabar, ya. Kamu pasti bisa melewati ini semua. Tuhan memilih kamu untuk menerima ujian ini bukan tanpa alasan, kamu perempuan tegar yang dipilih-Nya, kamu perempuan pilihan. Jangan hukum diri kamu sendiri dengan menyiksa dirimu seperti ini."
"Bibi keluar aja, nanti Leo marah kalau Bibi lama-lama di sini." Senja mengalihkan pembicaraan.
"Nggak, udah selesai kok semua kerjaan Bibi. Ayo Bibi suapin, sedikit nggak apa-apa, yang penting terisi perutnya. Kamu bisa anggap saya Ibu kamu selama di sini kalau kamu mau."
Melihat pancaran ketulusan dari wanita yang tak ia ketahui itu namanya membuat ia semakin ingin pulang. Ia ingin bertemu dengan neneknya.
"Makan, ya." Wanita itu menyodorkan satu sendok penuh nasi beserta lauk pauknya.
Dengan ragu Senja membuka mulutnya perlahan, memaksa mulutnya untuk mengunyah dan menelannya. Rasa ngilu di ujung mulutnya masih mendominasi saat ia mengunyah.
"Bibi yang masak?"
"Iya, enak, kan? Tuan Leo aja suka sama masakan Bibi." Wanita itu berucap dengan jumawa.
"Enak."
Suapan demi suapan masuk ke dalam mulut Senja. Entah karena lapar atau merasakan masakannya enak, ia yang semula berniat untuk memakan sedikit saja malah bablas hingga tandas tak bersisa.
"Sekarang saatnya Bibi obati luka kamu, ya. Jangan nolak atau Bibi akan marah!" ucapnya entah mengancam atau memperingatkan.
Senja diam saja tak menjawab, ia menatap punggung wanita baik hati itu. Ia tak mengira akan ada orang baik di rumah yang penuh dengan aura kegelapan ini.
Tak berselang lama, wanita itu kembali dengan kotak obat di tangannya.
"Apa di sini hanya Bibi yang baik? Sejak kemarin hanya Bibi yang peduli sama aku, antar aku makan, dan sekarang ngobatin luka aku, nggak takut di marahi sama Leo?" Senja tak bisa membentengi dirinya sendiri untuk tak kepo.
Wanita itu tersenyum. "Banyak, kok yang baik di sini. Kamu nggak mau keluar, sih, makanya kamu nggak kenal sama kita. Bibi tahu ini adalah bentuk kamu memberontak sama Tuan Leo. Caramu salah dan sangat kekanak-kanakan." Wanita itu terang-terangan mengolok sikap Senja.
Tangannya sejak tadi tak mau diam, menekan nekan sedikit tangan Senja dengan kapas dan obat merah. Luka yang begitu penuh di sekujur tubuh entah kapan akan selesai jika semua diobati. Sikapnya yang keibuan membuat Senja luluh dan nyaman dengan wanita yang baru saja ia lihat kemarin.
"Memang aku harus bersikap bagaimana? Apa aku harus seperti kalian yang mau saja di perintah sama pria itu?" tanya Senja bingung.
"Ya kamu harus buktikan ke mereka kamu berani. Beraninya kamu harus beda. Bukan berani yang menantang. Apa yang kamu lakukan kemarin kurang tepat, Nak. Bibi yakin kamu bisa mengerti apa maksud Bibi. Berontak dengan cara elegan. Kamu harus buktikan kalau apapun yang mereka lakukan, nggak akan merubah kamu sedikitpun. Kamu pahami sendiri, Bibi yakin kamu bisa mengerti maksud Bibi."
"Kenapa nggak Bibi praktekin ke Bibi aja, Bibi pasti juga terlalu menurut sama dia."
Wanita itu kembali tersenyum hangat dan lembut, "Beda tempatnya, Sayang. Kamu, kan korban, kalau Bibi kan suka rela masuk ke rumah ini."
"Bibi selalu ikut kemanapun Leo pergi? Seingatku ini bukan kamar yang aku tempati kemarin, kita pindah rumah?"
"Iya, kita pindah sementara. Jangan tanya kenapa, karena Bibi juga nggak tahu."
"Bibi namanya siapa?"
"Panggil sana Bi Jum. Udah selesai, keluar kamar, yuk! Jangan menyiksa diri sendiri hanya dengan berdiam diri sendiri di sini. Nggak akan bawa kamu keluar dari masalah."
"Aku keluar kamar juga nggak akan bisa keluar dari sini, Bi."
"Ya sudah, duduklah di sini sampai kamu betah. Kalau kamu cari Bibi, ada di belakang."
Wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai Bi Jum itu kembali pergi dari kamar Senja. Ia merasa jauh lebih baik dari yang tadi. Meskipun dalam hati dan otaknya ia masih mencerna ucapan Bi Jum yang dirinya harus melawan dengan cara elegan? Sepertinya ia tahu apa yang harus ia lakukan.
"Apa dia sudah makan, Bi?" Leo yang bertanya.
"Sudah Tuan, saya sudah memberinya sarapan."
"Bagus!" Leo pergi setelah itu.
Belum sampai Leo melangkah melewati ruang tamu, ia sudah di kejutkan dengan dorongan pintu yang begitu keras. Tangannya seketika mengepal melihat sosok di balik pintu yang ternyata sudah hampir lepas.
"Berani sekali, kau masuk tanpa izin!" ucap Leo marah.
Pria itu berteriak memanggil satu persatu nama anak buahnya.
"Jangan panggil mereka. Meraka sedang sibuk menghadapi mautnya. Kau fokus saja padaku," tukas Akmal dengan tatapan jalangnya.
"Senja, di mana kamu? Ini Ayah, keluarlah, Nak!" Akmal bicara dengan keras.
"Dia sedang lelah. Semalam dia baru saja melewati malam yang panjang denganku, malam menggairahkan, malam penuh hasrat dan penuh dengan kenikmatan. Kau terlambat datang, teman."
Rahang Akmal mengeras, matanya mendelik seakan ingin keluar dari tempatnya, wajahnya menyiratkan garis penuh amarah, seakan dirinya sedang dikuasai oleh ratusan mahluk halus yang bersarang di rumah Leo.
"Kurang ajar kau, Leo! Berani sekali kau menyentuh anakku!"
Bugh! Bugh!
Pukulan bertubi-tubi dilancarkan oleh Akmal di wajah dan perut pria itu. Leo yang mendapat serangan mendadak tak sempat melawan, jangankan melawan melindungi dirinya sendiri saja ia kewalahan. Serangan yang lancarkan Akmal sungguh-sungguh bukan pemukul amatiran.
Mendenga keributan yang terjadi membuat Senja keluar kamar. Diikuti dengan keluarnya seluruh penghuni rumah. Mereka semua syok melihat Leo dan seorang pria yang baku hantam, saling pukul dan saling tendang. Sudah tak ada yang selamat dan terhindar dari pukulan mereka masing-masing.
Netra Senja mamanas melihat ada Akmal di sana dengan wajah yang sudah berantakan. Memorinya kembali pada kemarin, dengan jelas di pendengaran dan ingatan Senja kata demi kata yang keluar dari mulut pria yang mengaku dirinya sebagai ayahnya.
Senja membencinya, ia tak ingin bertemu dengan pria yang ia kenal baik tapi ternyata menyimpan masa lalu penuh dosa. Ia sangat benci ayahnya sendiri.
"Senja pergi dari sini!" teriak Akmal di sela-sela ia menghindari pukulan Leo.
Senja tak beranjak, di detik berikutnya ia memutar badan dan hendak kembali ke kamar tiba-tiba sebuah suara membuatnya merasa jantungnya berhenti berdetak.
Duaaaaarrr!
next up