( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32 - Demi Keluarga
Usai perbincangan yang membuat hati Dea melunak, Shady melanjutkan perjalanannya menuju rumah Dea. Disana Naura sudah menunggu kedatangan Dea dan Shady dengan senyum merekah.
"Mama! Papa!" Naura berlari menghampiri Dea yang baru turun dari mobil.
Dea memeluk gadis kecil itu. Melihat tawa riangnya membuat Dea tidak bisa menolak keinginan Shady untuk kembali hidup bersama dengan pria itu.
"Anak Papa!" Shady menggendong Naura dan berjalan memasuki rumah.
Dea menyalami sang ibu dan ayah yang menunggu kedatangan mereka.
"Kamu ganti baju dan istirahat dulu. Lalu kita makan siang bersama. Ibu sudah memasak makanan kesukaan kamu, Nduk." Marni melangkah bersama Dea menuju kamarnya.
"Ibu memasak?"
Marni mengangguk.
"Kalau Ibu memasak lalu bagaimana dengan toko kita? Harusnya ibu tidak perlu memikirkan hal itu. Ibu harus menungguku pulang saja. Kita kan sudah sepakat akan bergantian menjaga toko."
"Sudah, jangan dipikirkan, Nduk. Kamu ganti baju dulu. Nanti ibu jelaskan semuanya."
Dea menatap heran pada ibunya. Sepertinya ada hal yang disembunyikan oleh Marni, pikir Dea.
Setelah berganti baju, Dea menuju ke meja makan dan anggota keluarganya sudah berkumpul disana.
"Nana, hari ini kamu tidak masuk ke kelas kursusmu?" tanya Dea sambil duduk di salah satu kursi.
"Tidak, Mbak. Aku sudah menyudahi kelas kursusku."
Jawaban Nana membuat kening Dea berkerut.
"Sebaiknya kita makan lebih dulu, setelah itu kita bicara," ucap Karsa.
Semua orang makan dengan tenang. Sesekali Shady melirik Dea yang terlihat masih bingung dengan semua situasi ini.
Usai makan siang, Karsa meminta Dea dan Shady berkumpul di ruang tamu.
"Nak Shady, bapak ingin berterimakasih atas kebaikan hati Nak Shady," buka Karsa.
"Tidak perlu berterimakasih, Pak. Ini sudah jadi kewajiban saya sebagai menantu Bapak."
Dea kembali menautkan alisnya. Bukan hanya pembicaraan kedua pria ini yang tidak Dea mengerti, tapi panggilan yang disematkan Karsa untuk Shady. Yang sebelumnya memanggil Shady dengan 'tuan' kini berganti dengan 'nak'. Dea merasa aneh dengan itu.
"Nduk, kamu pasti tidak paham apa yang kami bicarakan. Jadi begini, Nak Shady membeli bangunan ruko di dekat rumah kita untuk usaha ibu dan bapak. Jadi, kita tidak lagi menyewa lapak di pasar. Kami akan berjualan dekat rumah saja. Jika ada apa-apa bisa cepat pulang ke rumah."
Dea menatap Shady setelah mendapat cerita dari sang ayah.
"Tapi, ruko di pasar juga dibeli oleh Nak Shady. Bapak bisa menyewakan lapak itu kepada pedagang lain. Jadi, kami juga mendapatkan penghasilan dari situ," lanjut Karsa.
Dea menghela napasnya. Dea masih diam dan tidak berkomentar. Ia sudah menduga jika Shady akan membujuk keluarganya agar Dea bisa luluh padanya.
"Nak Shady juga sudah mendaftarkan Nana ke universitas yang bagus di kota. Dia akan tinggal bersamamu disana."
Dea makin tak bisa berkata-kata. Rupanya Shady sudah mengambil hati seluruh anggota keluarganya. Dea tidak perlu menjawab apapun. Karena semua pasti tidak akan bisa dia bantah.
Malam harinya, usai berbenah, Dea ingin menghirup udara hangat malam ini dari depan teras rumahnya. Usai perbincangan siang tadi, sudah diputuskan jika Dea dan Nana akan ikut dengan Shady ke rumah keluarga Hutama. Dea akan kembali ke rumah yang sudah ditinggalkannya.
"Nduk, maaf ya jika semua yang terjadi terkesan mendadak. Tapi, apa yang dilakukan oleh Nak Shady adalah hal baik. Kami tidak bisa menolaknya."
"Tidak apa, Bu. Aku mengerti. Hanya saja, aku masih belum mengerti dengan sikap mas Shady. Dia suka berubah-ubah. Aku tidak bisa memahaminya."
Marni mengusap lengan putrinya. "Hubungan suami istri itu tidak selalu berjalan dengan mulus, Nduk. Asal kalian saling percaya, Ibu yakin kalian pasti akan baik-baik saja. Ibu lihat Nak Shady memang benar serius denganmu, Nduk."
Dea tersenyum kecil. "Iya, Bu. Terima kasih. Semoga saja mas Shady memang melakukannya dengan tulus. Aku hanya takut jika dia mempermainkan aku saja. Meski begitu, aku akan melakukan semuanya untuk kalian, untuk keluargaku. Aku akan melakukan apapun untuk mereka," batin Dea.
#
#
#
Toko baru milik ayah Dea kini dilakukan persiapan pembukaan. Barang-barang dari toko lama dipindahkan ke toko yang baru yang ada didekat rumah.
Shady juga mempekerjakan dua orang pegawai untuk membantu ibu mertuanya saat berjualan. Kondisi ayah Dea memang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja berat. Jadi, butuh bantuan orang lain untuk mengelola toko kelontong mereka.
Shady berkenalan dengan para tetangga rumah mertuanya sebagai seorang menantu. Dea yang melihat itu hanya bisa menggeleng pelan. Menurutnya Shady terlalu berlebihan.
"Aku melakukannya agar ayah dan ibumu tidak diremehkan lagi oleh para tetangga. Mereka harus tahu jika kamu, Midea Lestari adalah menantu keluarga Hutama yang terkenal."
Dea mencibir kesombongan yang ditunjukkan Shady.
"Aku ingin ke klinik desa, Mas."
Mata Shady mendelik mendengar pernyataan Dea.
"Apa kamu bilang? Kamu pasti ingin menemui dokter itu, iya kan?" selidik Shady.
"Mas, dokter Arshad adalah orang yang baik. Aku hanya ingin berterimakasih padanya. Itu saja!"
Shady menggeleng kuat. "Jika kamu ingin menemuinya, maka aku harus ikut!"
Dea memutar bola matanya malas. "Terserah kamu saja, Mas!"
Dea segera melangkahkan kakinya. Lalu dengan cepat Shady meraih tangan Dea dan menggenggamnya.
"Aku akan mengantarmu." Shady mengulas senyum termanisnya. Dea hanya mengangguk sebagai jawaban.
Tiba di klinik desa...
"Dokter Arshad sudah pindah tugas, Mbak. Sekitar dua hari yang lalu," jelas seorang pegawai klinik desa.
"Eh? Oh begitu ya. Pindah kemana ya?" tanya Dea.
"Wah, saya kurang tahu, Mbak. Tapi sepertinya ke kota besar, Mbak."
"Ah, begitu. Kalau begitu terima kasih ya. Saya permisi!"
Dea kembali melangkah keluar klinik masih diikuti oleh Shady.
"Sudahlah! Untuk apa bersedih karena tidak bisa berpamitan dengannya?"
Dea tidak menggubris Shady dan kembali masuk ke dalam mobil. Dea masih memikirkan kenapa Arshad tidak mengatakan apapun padanya. Setidaknya mengucapkan kata selamat tinggal padanya.
"Lain kali jangan terlalu baik pada pria lain. Pria itu bisa saja salah paham!" tegas Shady.
"Aku tidak mengerti dengan apa yang Mas katakan."
Shady menarik napas dan menghembuskannya pelan. "Kamu benar-benar tidak mengerti dengan apa yang kukatakan? Kamu ini memiliki otak yang cerdas tapi sangat awam dengan yang namanya cinta."
"Aku tidak pernah jatuh cinta! Dan aku juga tidak pernah punya pacar! Puas sekarang?!"
Shady tertawa kecil. Dia menarik tubuh Dea dan membawanya dalam pelukan.
"Mas, lepaskan! Nanti ada yang lihat!"
"Biarkan saja! Lagipula kita didalam mobil. Dan kaca mobilku ini membuat orang tidak bisa melihat ke dalam."
"Tapi, Mas..."
"Dea, menikahlah denganku!"
Sejenak Dea diam dan tidak memberontak. Dea hanya merasakan jika degup jantung Shady berdetak dengan begitu cepat.
"Bu-bukankah kita sudah menikah? Ke-kenapa Mas mengajakku menikah lagi?"
Shady menghela napas. "Dulu aku menikahimu hanya diatas kertas saja. Kini aku ingin menikahimu dengan segenap hati dan jiwaku. Tolong jawab, apakah kamu mau menikah denganku?"
Dea kembali diam. Rasanya Dea memang tidak bisa berkata-kata jika bersama dengan duda satu anak ini.
Shady melerai pelukannya. Kini mereka saling menatap. Dengan sebuah anggukan pelan, Dea menyetujui permintaan Shady. Dea terus menundukkan wajahnya karena malu. Ini adalah sebuah permintaan romantis yang Shady ucapkan padanya.
"Terima kasih, Dea."
Shady mendekatkan wajahnya dan menjimpit dagu Dea agar menatap padanya. Tanpa paksaan Dea menerima bibir Shady yang menempel pada bibirnya.
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus