Hidup satu atap dengan pria yang berstatus sebagai suami namun sikapnya dingin dan mungkin tidak menganggap kita ada itu rasanya sakit.
Humaira seorang gadis yang setuju di jodohkan dengan pria pilihan orang tuanya. Humaira setuju di jodohkan agar semua orang yakin dan percaya lagi pada dirinya dengan apa yang telah dia lakukan pada istri sang om.
Namun nasib berkata lain, pria yang dia nikahi adalah pria yang sangat membencinya karena tau kelakuan Humaira.
Namun Humaira berusaha untuk menjadi istri baik hingga dirinya jatuh cinta pada sang pria namun sikapnya masih sama seperti pertama mereka menikah.
Apa Humaira sanggup bertahan atau memilih mundur?.
Yu baca ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astri Reisya Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulah Friska.
Semenjak Friska tinggal di rumah ini aku merasa tidak nyaman apa lagi saat berkumpul aku benar-benar merasa di cuekin. Seperti sekarang setelah makan malam aku, Renaldi, Amelia dan Friska berkumpul di rumah keluarga mereka bertiga asik mengobrol dan aku hanya diam saja menyimak membuat ku bosan.
"Bang, aku masuk kamar duluan ya" ucapku pada Renaldi dan respon Renaldi dia hanya mengangguk saja dan melirik ku sekilas.
Aku benar-benar di buat tidak berkutik jika sedang berkumpul seperti ini. Renaldi tak kunjung masuk kamar hingga akhirnya aku tertidur dan saat aku terbangun dia sudah ada di sampingku dan aku tidka tau dia masuk kamar jam berapa. Paginya aku tidak membuat sarapan karena entah kenapa bawaannya males saja.
"Loh kok gak ada nasi goreng? " tanya Friska saat duduk.
"Libur, nasinya habis" jawab ku datar.
"Oh, ya sudah sarapan roti saja" ucapnya dan mengambil roti yang telah aku siapkan untuk Renaldi.
"Kamu kenapa ngambil punya bang Renaldi? " tanya ku.
"Udah biarkan saja, aku bisa buat lagi" ucap Renaldi membuat aku menatapnya tak mengerti kenapa dia bisa membela Friska di banding aku.
Aku yang terlanjur kesal akhirnya aku bangkit dan langsung meninggalkan meja makan.
"Maira, Humaira" panggil Renaldi namun tidak aku hiraukan.
Aku kembali ke kamar dan langsung rebahan karena kesal. Namun tiba-tiba pintu terbuka dan aku lihat dari ujung mata ku itu Renaldi.
"Kamu kenapa pergi begitu saja? " tanya Renaldi.
"Gak apa-apa" jawab ku tanpa melihat ke arah Renaldi.
"Maira" bentak Renaldi.
"Apa? " tanya ku tak kalah tinggi.
"Ada apa sama kamu?, kenapa kamu pergi begitu saja dari meja makan itu gak sopan" ucap Renaldi.
"Gak sopan?, lebih gak sopan mana ngambil roti dari piring orang dan pergi lebih dulu di meja makan? " tanya ku dengan nada kesal.
"Kamu kenapa jadi bawa-bawa masalah roti? " tanya Renaldi bingung.
"Sudah lah bang, udah siang bukannya hari ini abang ada rapat" ucapku mengingatkan dan untuk menghindari perdebatan ini.
Renaldi pun akhirnya keluar kamar dan aku pun hanya menatapnya saja tanpa berkata apa-apa. Aku hanya bisa menarik nafas panjang karena kesal dengan situasi seperti ini. Entah apa yang sedang mereka rencanakan buat ku.
Karena bosan di dalam kamar akhirnya aku keluar kamar untuk mencari kegiatan yang bisa aku kerjakan. Namun tiba-tiba mama menghampiriku.
"Ada ya g ingin mama bicarakan sama kamu" ucap mama.
"Apa ma? " tanya ku.
"Di dalam kamar kamu saja yu! " ajak mama sambil menuntunku masuk kamar lagi.
Aku dan mama duduk di pinggir tempat tidur mama memegang tangan ku lalu berkata "Kamu sama abang berantem? ".
" Enggak ma, memang kenapa? "tanya ku sedikit berbohong karena aku gak mau mama tau jika aku habis berdebat dengan Renaldi.
" Mama perhatikan akhir -akhir ini kamu sama abang seperti jaga jarak"ucap mama.
"itu perasaan mama saja mungkin atau mungkin karena abang sering dekat dengan Friska jadi kami jarang berduaan" balas ku.
"Kamu gak suka ya Friska tinggal di rumah ini? " tanya mama.
Aku bingung harus jawab apa, karena aku merasa tidak ada hak untuk melarang Friska untuk tidak tinggal di rumah ini.
"Mama tau kamu takut Friska jadi orang ketiga di rumah tangga kalian kan? " tanya mama.
"Ma, wajar saja kan kalau aku cemburu lihat suamiku akrab banget dengan seorang cewek yang bukan saudaranya? " tanya ku balik karena aku gak mau jika mama salah paham.
Mama tersenyum lalu berkata "mama senang akhirnya kamu akui juga jika kamu cemburu melihat Renaldi dan Friska".
Aku terdiam karena kaget dengan reaksi mama.
" Mama sudah bicara dengan Amelia agar Friska tidak terlalu lama menginap disini tapi dia malah marah jika mama lakukan ini karena untuk kamu"beritahu mama.
"Aku udah tau dia pasti berpikiran seperti itu" balas ku.
"Maaf mama boleh tanya? " tanya mama dan aku pun mengangguk.
"Kenapa mama merasa jika Amelia benci banget sama kamu?, apa yang membuat dia benci sama kamu? " tanya mama.
"itu karena kelakuan aku dulu ma, aku dulu berdandan seperti orang dewasa dan bahkan pakaian ku terlalu seksi. Aku dulu menyukai seseorang yang merupakan pacar dari teman ku dulu, semua cara aku lakukan namun itu semua membuat semua orang berpikiran buruk padaku"penjelasan ku.
"Mama dulu juga gak sebaik sekarang mungkin dulu mama mama lebih parah dari kamu" ucap mama.
"Mama cuman minta sama kamu untuk lebih berani jangan kalah sama Friska. Karena mama juga gak suka melihat sikap Friska yang terus deketin Renaldi" lanjut mama.
Aku pun hanya mengangguk lalu mama pergi keluar setelah bicara dengan ku. Aku pun keluar tak lama setelah mama pergi dari kamar ku. Aku turun ke bawah untuk ke dapur karena ingin membuat sesuatu namun saat di tengah rumah aku malah berpapasan sama Amelia.
"Heh, lo ngadu apa sama mama? " tanya nya menuduh aku.
"Aku gak ngadu apa-apa sama mama" jawab ku.
"Alah jangan bohong lo, gak mungkin mama marah kalau bukan lo ngomong macam-macam" ucapnya lebih kasar.
"Serah kalian deh mau percaya atau tidak" ucap ku hendak pergi namun Friska malah mendorongku membuat aku terjatuh.
Aku yang kesal langsung bangun dan hendak melayangkan tanganku namun tiba-tiba Renaldi datang.
"Kamu mau ngapain? " teriak Renaldi membuat aku kaget dan langsung melihat ke arah Renaldi.
Friska dia sudah pura-pura jadi orang yang teraniyaya.
"Bang, padahal aku cuman bercanda tapi dia malah malah" ucapnya pada Renaldi dan itu membuat aku tersenyum karena dia malah menyalahkan aku.
"Mai, tolonglah jaga sikap dia itu tamu di rumah ini" ucap Renaldi.
Aku hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan mereka karena aku malas melihat akting Friska.
"Maira" panggil Renaldi sambil berteriak namun aku tidak menghiraukannya.
Aku masuk dapur lalu melihat tanganku yang sakit karena terbentur lantai.
"Ini neng" bibi memberikan salep padaku.
"Makasih bi" ucap ku dan langsung mengambilnya.
"Neng, kok den Renaldi bisa percaya begitu saja sama neng Friska padahal neng gak salah" ucap bibi.
"Gak apa-apa bi aku sudah biasa" jawab ku namun kadang aku berpikir apa ini yang di rasakan Naira dulu saat aku sering menempel pada Gilang. Namun aku sangat kagum dengan Naira bisa menghadapi aku dengan sabar padahal saat itu banyak rumor jika aku sering tidur dengan Gilang.
"Neng kenapa melamun? " tanya Bibi membuat aku tersadar.
"Gak apa-apa bi" balas ku.