Pengorbanan Renata yang awalnya hanya menjadi seorang penyamar untuk menggantikan seorang wanita yang merupakan tunangan dari Bryan karena sedang koma berakhir menjadi sebuah malapetaka yang membuatnya kehilangan segalanya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Tidak Bisa Adil
"Jangan ngaco kamu, Renata...!" Bryan menatap tajam wajah istrinya.
"Aku tidak ngaco, sayang. Setidaknya aku tidak mau dikejar rasa bersalah karena kondisi Rania yang keluar masuk rumah sakit karena patah hati padamu," ucap Renata.
"Sayang. Poligami itu bukan suatu dari bentuk penebusan dosa kita pada orang itu supaya terhindar dari sikap zalim. Bagaimana kalau nantinya aku tidak akan bisa adil pada kamu dan dia dan terutama dia. Itu malah jauh lebih menyakitinya," ucap Bryan memberi pengertian kepada istrinya.
"Berusahalah adil. Bukankah kamu pernah mencintai dia sebelumnya? Ku mohon sayang. Demi aku," pinta Renata penuh permohonan.
"Begini sayang. Aku tidak mau menyakitimu. Jangan korbankan perasaan mu demi menjaga perasaan wanita lain. Dia adalah wanita pertama yang datang dalam hidupku tapi ternyata aku lebih mencintaimu setelah aku melakukan sholat istikharah. Itulah sebabnya aku menikahimu secara mendadak agar kamu tidak menolakku karena Rania," jelas Bryan.
"Aku tahu konsekwensinya sayang. Tapi, aku bisa mengatasi semua itu agar tidak menjadi wanita egois nantinya. Insya Allah, Aku akan menerima maduku dengan ikhlas," ucap Renata.
"Yah. Kamu bisa bicara itu karena belum memulainya. Tapi setelah itu terjadi kamu akan merasakan penyesalan karena telah berbagi cinta suamimu dengan wanita lain," ucap Bryan.
"Insya Allah aku bisa menyesuaikan diriku dengan perubahan itu," ucap Renata memantapkan hatinya.
"Madu asli jauh lebih nikmat dan menyehatkan tubuh namun tidak dengan madu yang satu ini akan menggerogoti jiwamu secara perlahan mengikuti usia kita bertiga dan aku harap kamu tidak pergi meninggalkan aku karena menyerah pada keadaan," ucap Bryan.
"Berarti kamu mau menikah dengannya sayang?" tanya Renata penuh binar.
"Tidak semudah itu. Semuanya harus ada hitam diatas putih antara kita bertiga. Jika aku tidak bisa berbuat adil antara kalian berdua maka aku akan menceraikan salah satu diantara kalian berdua," ketus Bryan lalu meninggalkan kamar itu dan keluar dari apartemennya untuk mencari udara segar.
Renata termangu dengan perkataan suaminya barusan. Rasanya terdengar ambigu namun ia tetap menetapkan pilihannya untuk dimadu.
"Tidak apa sayang. Aku tahu Allah akan memberikan kemudahan urusan rumah tangga kita jika aku berusaha ikhlas. Ya Allah. Tolong jagalah hatiku agar aku tidak goyah dengan pilihan ku," ucap Renata lalu menangis sejadi-jadinya demi mengurai sesak di dadanya.
"Ya Allah. Semoga aku tidak menyesal dengan keputusanku ini. Beri aku kekuatan untuk menjalani ujian ini semua. Jika Engkau tidak ridho dengan pilihan ku maka berikan kami solusi yang terbaik menurut Engkau ya Allah," ucap Renata masih dalam tangisannya.
Bryan mengendarai mobilnya seorang diri. Namun sang bodyguard dan pengawal lainnya tetap mengikuti ke manapun sang bos pergi. Mereka tidak ingin banyak bertanya pada Bryan. Namun di lihat dari sikap Bryan, calon ayah ini pasti punya masalah yang sulit ia atasi.
"Ya Allah, dari semua ujian yang Engkau timpakan padaku, tolong jangan berikan ujian ini padaku. Aku tahu aku salah karena menikah dengan Renata secara diam-diam dan mengkhianati Rania. Tapi, aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk merelakan Renata pergi dari hidupku begitu saja setelah apa yang telah kami lewati bersama." Bryan bermonolog dengan dirinya sendiri.
Ia tidak tahu harus berbagi dengan siapa. Masalah istrinya saja sudah cukup menguras emosinya ditambah dengan masalah yang baru yaitu poligami. Bryan baru ingat bagaimana Renata bisa tahu kalau Rania sedang sakit parah.
"Astaghfirullah. Aku sampai lupa menanyakan kepada Renata bagaimana dia bisa tahu kalau Rania sakit? Apakah dia bertemu dengan ibu Sandra? Lebih baik aku bertemu dengan ibu Sandra. Pasti ibu itu yang telah meracuni otak Renata," ucap Bryan lalu menghubungi nyonya Sandra yang saat ini sedang menemani Rania.
Nyonya Sandra begitu kaget mendapat telepon dari Bryan. Ia tidak menyangka Bryan merespon secepat ini.
"Ya Allah. Semoga ini kabar baik," ucap nyonya Sandra lalu menggeser tombol hijau itu untuk menerima panggilan dari Bryan.
"Assalamualaikum ibu Sandra."
"Waalaikumusalam nak Bryan," sahut nyonya Sandra.
"Ibu berada di mana sekarang? Apakah aku bisa bertemu?" tanya Bryan.
"Bisa nak. Aku ada di rumah sakit karena Rania sedang dirawat," ucap nyonya Sandra buru-buru.
"Baiklah. Aku ke sana sekarang. Tolong kirim nomor kamarnya," ucap Bryan lalu mengakhiri obrolan mereka.
Nyonya Sandra tidak meneruskan ucapannya. Ia lantas mengirim pesan nomor kamar Rania kepada Bryan.
Tiba di rumah sakit, Bryan berjalan tergesa-gesa menuju kamar Rania namun nyonya Sandra sudah menunggunya di depan kamar Rania. Nyonya Sandra tidak mau Bryan membuat keributan yang menyebabkan kesehatan Rania makin drop.
Tidak ada basa-basi diantara mereka berdua. Wajah Bryan yang dingin dengan tatapan nyalang yang menakutkan membuat nyonya Sandra cukup waspada.
"Aku mau tanya apa yang terjadi antara ibu dan istriku Renata?" tanya Bryan.
"Kami hanya berbicara tentang kondisi Rania karena dia harus tahu kalau Rania begitu menderita karena ulahnya yang mengambil kamu dari Rania," ucap nyonya Sandra.
"Pernikahan ku dengan Renata tidak ada kaitannya dengan ibu terutama Rania. Aku belum menjadi suami Rania. Jadi aku berhak menentukan dengan siapa aku akan menghabiskan hidupku," ucap Bryan berapi-api.
"Kau bicara begitu seakan hati Rania terbuat dari batu, hah?!" bentak nyonya Sandra tidak kalah sengit.
"Aku sudah bicarakan ini dengan Rania sebelumnya. Kami pisah baik-baik bahkan Rania sudah legowo untuk mengikhlaskan aku menikah dengan Renata. Kenapa malah ibu yang repot membujuk istriku untuk memaksa aku berpoligami? Apakah ibu pernah siap dipoligami oleh almarhum suami ibu karena ibu mandul?" bentak Bryan membuat nyonya Sandra syok.
Keduanya terdiam sesaat untuk mengatur nafas mereka karena emosi yang meledak-ledak. Nyonya Sandra kembali buka suara.
"Jangan terlalu mudah percaya kepada ucapan wanita karena penolakan wanita berbanding terbalik dengan hatinya. Dia memintamu pergi itu berarti dia ingin kamu tetap disisinya. Harusnya kamu mengerti Bryan. Wanita yang tidak banyak membuat drama justru sedang mempertahankan harga dirinya," ucap nyonya Sandra terdengar serak.
"Benar sekali apa yang dilakukan oleh Rania yang mempertahankan harga dirinya demi menghormati wanita lain yang sudah memiliki aku lebih dulu sekalipun dia orang pertama yang masuk dalam hidupku. Tapi, yang aneh saat ini adalah mengapa ibu justru yang membuat drama dan ingin merusak semuanya, hah?!" geram Bryan.
"Itu karena keadaan Rania yang sudah tidak memiliki harapan hidup," ucap nyonya Sandra histeris hingga jatuh terduduk.
Pintu kamar Rania terbuka di mana seorang suster memanggil nyonya Sandra." Nyonya, keadaan nona Rania...-" ucapan suster itu terhenti karena nyonya Sandra menerobos masuk ke dalam kamar Rania di mana keadaan Rania yang sedang menghadapi maut.
"Raniaaaa....! Jangan tinggalkan ibu, nak. Raniaaaaa......!" pekik nyonya Sandra mencium pipi Rania sambil menangis.
Sementara itu Bryan yang ikut masuk ke dalam kamar itu tercengang melihat kondisi Rania yang benar-benar menyedihkan.
"Astaghfirullah. Ya Allah. Ampunilah aku...!" pinta Bryan terpaku menatap Rania yang sedang kritis saat ini.
next Thor
ditunggu selanjutnya...