Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percakapan Dengan Kakek Marvin
Kantin pagi itu dipenuhi oleh pekerja yang tengah menikmati sarapan. Meja-meja kayu yang sudah usang hampir semuanya terisi, dengan suara sendok beradu piring dan obrolan ringan menggema di seluruh ruangan. Kael duduk bersama Taron di sudut ruangan, sedikit jauh dari keramaian.
"Kau kelihatan suram sekali pagi ini, Zayne. Apa ada masalah hari ini?" tanya Taron sambil menyobek roti kecil yang dibelinya.
Kael menyesap teh hangat nya perlahan, matanya melirik ke kerumunan pekerja di kantin. Melihat mereka berlalu lalang mengambil makan dan minuman.
"Tidak ada masalah, aku hanya kurang tidur semalam. Dan sedikit tidak semangat untuk bekerja hari ini." Kata Kael sambil membuka roti kecil yang dibelinya juga.
Taron mendelikkan mata satunya, lalu menyenggol pundak Kael dengan pundaknya dan berbicara sambil tersenyum.
"Ayolah jangan terlalu kaku di antara kita. Kalau kau ada masalah bisa cerita ke padaku!"
"Sungguh! aku hanya kelelahan dan kurang bersemangat hari ini." balas Kael, sengaja menyembunyikan kejadian yang ia alami kemarin malam.
"Yasudah kalau kau bilang begitu, tapi kalau nanti ada masalah, ceritakan kepadaku! Mau bagaimanapun juga, kau sudah ku anggap seperti adikku."
"Siapa juga yang mau jadi adikmu." balas Kael dengan cepat sambil terkekeh.
Mendengar itu, Taron juga ikut tertawa.
Di selingan perbincangan mereka. Seorang pria tua dengan tubuh kurus dan punggung bungkuk mendekati meja mereka. Itu adalah Marvin, salah satu pekerja senior yang terkenal sering mengoceh tentang konspirasi dunia bawah. Dengan nampan yang berisi teh dan roti, ia menghampiri mereka.
"Boleh aku duduk disini? Tenang saja, aku tidak akan mengganggu." tanya kakek Marvin dengan sopan.
Taron mengangguk, memberikan ruang.
"Tentu, kek Marvin. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu di kantin pagi-pagi begini."
Marvin duduk perlahan, lalu menyesap teh hangat nya.
"Hohoho, aku tidak terlalu suka ke kantin kalau sedang ramai begini, nak Taron. Selain pengap, asap rokok juga membuat tubuh yang sudah tua ini tidak nyaman." Jawab Marvin sambil terkekeh. Matanya tidak terlihat ketika beliau tersenyum.
"Kau anak baru yang dirumorkan itu ya, siapa namamu?" tanya Marvin sambil menatap Kael dengan pandangan penuh arti.
Kael yang mendengar pertanyaan spontan itu, menjawab dengan gelagapan.
"I... iya kakek, nama saya Zayne."
"Kau anak yang berani, padahal baru di sini, tapi sudah mencari ribut dengan Garth." cecar Marvin dengan senyuman khas nya.
"Bukan saya yang mencari ribut, tapi si Garth lah yang mencari ribut duluan dengan saya." Jawab Kael, sedikit emosi memikirkan kejadian kemarin.
"Hohoho, kau... tidak seperti yang lain. Aku tahu tipe orang sepertimu. Orang yang berada di sini hanya untuk bekerja."
Kael dan Taron saling tatap.
"Apa yang membuatmu berpikir begitu, Kek?" Jawab Kael dengan bersikap santai.
"Matamu. Itu mata seseorang yang mencari sesuatu. Mungkin jawaban, mungkin juga balas dendam."
Kael hanya diam. Menunggu ucapan apa lagi yang akan di lontarkan Kakek tua ini.
Marvin menyesap tehnya sebelum melanjutkan, kali ini suaranya lebih pelan, hampir seperti bisikan.
"Kau pastinya tau tentang Cobra Zone bukan?"
Nama itu membuat Kael terbelalak, ia menatap Marvin. Sepertinya arah pembicaraan ini akan menyenangkan.
"Aku mendengarnya sedikit dari Taron, mereka yang memegang pabrik industri ini kan?"
Marvin mengangguk.
"Lebih dari itu. Mereka adalah kekuatan yang bekerja di balik layar, mengendalikan lebih banyak hal daripada yang bisa kau bayangkan. Teknologi, politik bahkan ekonomi dunia—semuanya ada di bawah pengaruh mereka."
Taron, yang tadinya terlihat bosan, mulai menunjukkan ketertarikan.
"Kakek, bukannya Cobra Zone dulu di pimpin oleh Lucien yang terkenal itu kek? Aku pernah dengar cerita itu." tanya Taron dengan penuh antusias.
Marvin tertawa kecil, lalu menggelengkan kepala.
"Lucien memang legenda. Dia adalah orang yang membawa Cobra Zone dari sekedar kelompok kecil menjadi organisasi yang menguasai dunia bawah. Tapi itu sudah bertahun-tahun lalu. Lucien sudah lama mati. Sekarang yang memimpin adalah Ronan Lucien, keturunan dari Lucien. Walau sudah bertahun-tahun lamanya, nama Lucien masih cukup untuk membuat orang-orang dari dunia bawah ketakutan."
Kael dan Taron terdiam. Mencoba mencerna informasi yang baru saja mereka dapatkan.
Marvin kembali menyesap teh nya yang perlahan mulai dingin. Lalu membuka bungkus roti dan memakannya perlahan. Menyisakan keheningan di ruang antara mereka.
Marvin melanjutkan ceritanya, kali ini dia mencondongkan badannya untuk mendekat ke arah Taron dan Kael.
"Tapi apa kalian tau fakta yang tak kalah seru?"
Mendengar itu, Kael dan Taron ikut mendekat ke arah Marvin.
"Fakta apa kakek? Tolong beritahu kami."
"Penguasa Cobra Zone dulu itu, sebenarnya bukanlah Lucien. Kael Draxon, dialah yang menguasai Cobra Zone dan dunia bawah. Kael Draxon lah yang membawa puncak kekuasaan pada Cobra Zone di dunia bawah."
Mendengar itu, Kael terkejut. Sepertinya ada orang yang mengetahui cerita dirinya. Bahkan setelah kematiannya.
"Rumornya, Lucien yang dahulu tangan kanannya Kael Draxon. Mengkhianati Kael dan mengambil alih Cobra Zone."
Marvin berhenti sejenak, dan menyesap kembali tehnya.
"Walaupun Lucien membawa Cobra Zone lebih berjaya lagi, akan tetapi pengkhianatan tetaplah pengkhianatan. Aku tidak tau apa yang dirasakan Kael Draxon di alam baka saat ini. Entah dia bahagia Cobra Zone lebih berjaya, atau dia merasa kesal karena telah di khianati oleh temannya sendiri."
Kael yang mendengarkan sepanjang cerita Marvin, menahan amarah saat ini. Dia berusaha tetap terlihat tenang di depan mereka semua.
Marvin melanjutkan, suaranya tetap rendah.
"Lothar industriea ini tidak lebih dari salah satu alat mereka. Mereka menggunakan pabrik ini untuk memproduksi teknologi yang membantu operasi mereka—chip pengawasan, perangkat hacking, bahkan senjata modern. Para pekerja disini tidak tahu apa yang sebenarnya mereka buat. Mereka pikir ini hanya pabrik industri teknologi biasa."
Kael mencoba menggali lebih banyak informasi.
"Lalu kenapa kau tetap di sini, Kek? Jika kau tahu semua itu, kenapa tidak kabur?"
Marvin tersenyum pahit, mengangkat bahu.
"Kau pikir mudah melarikan diri dari mereka? Cobra Zone bukan hanya organisasi, mereka adalah sistem. Setiap langkahmu, setiap pilihanmu—mereka tahu. Aku bertahan, karena aku tidak punya pilihan. Tapi kau... kau tampaknya punya alasan lebih besar."
Kael tidak menjawab, tetapi tatapn matanya cukup memberikan jawaban.
Marvin bangkit perlahan, mengambil nampannya. Sebelum pergi, ia menatal Kael sekali lagi.
"Kalau kau benar-benar ingin mengalahkan mereka, pastikan kau tahu apa yang kau hadapi. Cobra Zone tidak pernah lupa, dan mereka tidak pernah memaafkan."
Ia pergi meninggalkan meja, meninggalkan keheningan yang berat di antara Kael dan Taron.
"Apa yang di maksud Kakek Marvin, Zayne? Apakah kau benar-benar ingin melawan Cobra Zone?" tanya Taron dengan wajah yang sangat penasaran.
Kael menatap teh di cangkirnya, pikirannya terbayang-bayang akan masa lalu tentang dirinya dan Lucien.
Taron menepuk pundak Zayne(Kael).
"Apa yang kau pikirkan?"
Kael menoleh dan menatap Taron, lalu menyesap tehnya dan memainkan jari di meja makan.
"Tidak ada, ayo kembali bekerja."
Kael meninggalkan meja makan dan beranjak pergi. Di susul Taron dari belakang.
"Sepertinya aku mendapatkan banyak informasi kali ini." Batin Kael.