Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK22
"Ternyata, kau memang terlibat, Liam ...!" desis Max geram.
"Jika ku perhatikan, kau selalu tampak sensitif saat nama Liam disebut-sebut. Kau seperti memiliki hubungan yang dekat dengannya. Apa dugaan ku salah, Max?" Bella menyilangkan kedua tangannya. Bahu kanannya bersandar di dinding.
Max mengangguk. "Selain Liam itu dulunya sahabat ku, dia ... juga mantan calon adik iparku. Setelah sebulan adikku meninggal dengan tragis, pria itu menikah dengan wanita yang kerap mengejarnya selama ini, atau, lebih tepatnya ... dengan wanita yang aku sukai."
"Aaaah~" Manik Bella membola, kini ia ingat akan informasi yang sudah dijelaskan Clara saat sebelum ia memutuskan untuk bergabung di tim Max. "Sungguh sangat kompleks, ‘ya?"
Clara yang ikut menyimak pun mengangguk. "Di antara korban lainnya, kematian Anna yang berbeda sendiri, Bell. Kepalanya tidak dipenggal, tapi, kematiannya tak kalah brutal. Ia ditusuk berkali-kali, hingga rahimnya rusak parah. Awalnya, aku mengira, pembunuhnya adalah orang yang berbeda. Namun, setelah melihat luka di tubuhnya, luka itu didapatkan oleh jenis senjata yang sama. Jadi, aku menyimpulkan, pembunuhnya adalah orang yang sama. Hanya saja, aku tidak mengerti, kenapa dia membunuh Anna dengan cara yang berbeda?"
"Karena Anna adalah sebuah kesalahan," sahut Bella.
"Kesalahan? Apa maksudnya?" Max menoleh, suaranya terdengar serak.
"Untuk korban-korban lain, semua sudah direncanakan dengan sangat baik. Namun, tidak dengan Anna, ada amarah yang meledak. Itulah kenapa aku menyimpulkan, Anna adalah sebuah kesalahan," papar Bella.
"Ya, kau benar, Bell. Itu juga pendapat ku dulu saat meneliti kematian Anna," sahut Clara.
Max menggigit bibirnya, tatapannya menjadi lebih serius.
"Kalau sampai memang Liam pelakunya, aku ... akan membunuh nya!" desis Max.
Ruangan dingin itu kembali hening, mereka larut dengan kegiatan otak masing-masing. Bella berjalan pelan menuju kursinya, tangannya kembali sibuk di atas laptop.
Wanita cantik itu menghela napas panjang. "Sebanyak apapun aku mencari, aku nggak menemukan satu pun foto Liam. Seolah-olah, potret dirinya benar-benar dilenyapkan di segala dokumen. Apa kau memiliki fotonya, Max?"
Kapten tampan itu mengangguk, ia mengeluarkan ponselnya, membuka galeri demi mencari potret Liam.
Max menghampiri Bella, menyodorkan ponselnya. "Dia Liam."
Bella melihat foto itu dengan teliti, wajah yang tampak familiar, tapi, di mana ia pernah melihatnya. Kening Bella berkerut, matanya terpejam berusaha mengingat. Dalam hitungan detik, matanya terbelalak.
"Aku ingat!" kata Bella tiba-tiba. "Pria ini yang tadi menyapaku di area parkiran. —Dia menanyakan apakah aku petugas baru di tempat ini, seolah-olah dia tengah mengorek informasi. Lalu, kekacauan terjadi, Ethan hilang, dan tiba-tiba muncul sebagai pelaku. Berani-beraninya dia memainkan permainan kampungan seperti ini pada ku?!" desis nya.
"Menurut mu, Liam pelakunya?!" desis Max.
"Itu firasat ku. Namun, untuk meringkus nya, kita perlu bukti, Max." Rahang Bella mengeras.
"Kau benar, Bell. Kita perlu bukti yang jauh lebih pasti," sahut Max.
Untuk sesaat, suasana kembali hening. Namun, keheningan mereka pecah ketika pintu ruangan Max tiba-tiba terbuka. Seorang petugas muda masuk, wajahnya pucat pasi.
"Pak Max, ada seseorang di depan. Dia … dia bilang dia Jessie," kata petugas itu dengan suara bergetar. "Tapi, saya tidak yakin, penampilannya ... sangat kacau."
Clara langsung berdiri, kursinya bergeser ke belakang dengan bunyi berderit. Max menatap petugas itu dengan ekspresi penuh kebingungan.
“Jessie?” tanya Max, suaranya tajam.
“Dia bilang … dia Jessie,” ulang petugas itu. “Jessie yang selama ini berhari-hari ini menjadi buronan kepolisian.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di ruang depan kantor polisi, seorang wanita dengan rambut blonde berdiri dengan tubuh sedikit membungkuk, seperti orang yang sudah kehabisan tenaga. Rambutnya berantakan, wajahnya penuh luka goresan, dan bajunya terlihat kumal. Tapi, satu hal yang langsung menarik perhatian Max adalah matanya. Dia mengenali mata itu. Mata Jessie. Mata wanita yang pernah dicintainya dalam kurun waktu yang lama.
“Jessie?” suara Clara terdengar ragu, hampir seperti bisikan.
Wanita itu mengangkat kepalanya perlahan. Senyuman kecil muncul di bibirnya yang pecah-pecah. “Kelala … Mexsshh ….” (Clara, Max).
Suaranya serak dan lemah, tapi, jelas itu suara yang sama. Suara yang mereka pikir tidak akan pernah mereka dengar lagi. Namun, ada yang aneh. Jessie tampak kesulitan berbicara. Bibirnya terus-terusan bergetar dan mengeluarkan liur serta darah.
Max melangkah maju, ekspresinya campuran antara marah, bingung, dan lega. “Buka mulutmu, Jess!” perintahnya.
Clara dan Bella mendekat saat Jessie menuruti perintah Max. Jessie berusaha sekuat tenaga untuk menganga. Dan ketika berhasil, mata semua orang di ruangan itu terbelalak. Lidah Jessie terbelah dua, layaknya lidah ular.
"Astagaaaa! Apa yang terjadi padamu, Jess?!" teriak Max panik.
Kedua tangan Jessie bergetar, menepuk-nepuk dadanya sendiri. "Akho ... yhang memhbhunuh Ann-nhaaa dhnn jugha yhang lainnnaa."
"Aku ... yang membunuh Anna dan juga yang lainnya." Clara menerjemahkan bahasa Jessie.
"Kau, yang membunuh Anna?" Desis Max dengan kilat mata menyala.
Jessie mengangguk, mengusap-usap kedua tangannya di depan dada seolah meminta pengampunan.
Max mengeluarkan pistol dan mengarahkannya ke arah Jessie. Wajahnya tak lagi berekspresi, matanya kosong.
DORR!
*
*
*
kembali kasih Kaka...🥰🥰
w a d uuuuuuhhhhh Bellaaaaa....
jadi inspirasi kalau di dunia nyata besok ada yg jahat² lagi mulutnya, siapkan jarum bius😅🤣😂.
tapi sayangku aku takut jarum suntik😅