"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian
"Tidak, aku hanya sedang ingin makan-makanan restauran saja." Heru masih saja mengaduk-aduk makanannya. Sehari makan makanan cepat saji terasa enak, dua hari masih ada sensasinya. Tapi setelah berhari-hari...
"Oh ..." Ucap Ucup salah seorang staf di bagian keuangan."Tapi tumben-tumbennya pak Bima membawa bekal."
"Paling dia punya pacar." Jawab Esa menikmati makanan di hadapannya.
"Siapa?" Tanya Ucup penuh rasa ingin tahu.
"Mantan istrinya Heru. Heru kan akan segera bercerai, kemudian menikah dengan Soraya. Ingat! Istri orang lebih menantang!" Jawab Esa enteng.
Plak!
Heru memukul kepala Esa, menatap kesal padanya."Tidak mungkin Bima menyukai Dira yang bau bawang. Sudah lama dia mengincar Soraya."
"Omong-ngomong istrimu sekarang tinggal dimana?" Tanya Esa mengusap-usap kepalanya sendiri seakan kesakitan.
"Tidak tau, Dira pergi setelah mengembalikan uang mahar. Dia tidak mengatakan akan pergi kemana. Tapi katanya dia tidak akan kembali ke rumah lagi." Jawab Heru menghela napas berusaha tetap makan walaupun tidak berselera.
"Soraya sedang hamil, perceraian segera disetujui tanpa ada konflik istri teraniaya, bahkan kamu mendapatkan uang mahar kembali. Tapi kenapa wajahmu seperti orang sembelit?" Tanya Ucup menyipitkan matanya sedikit berfikir."Apa sebenarnya kamu menyukai Dira, tapi hanya tidak menyadari perasaanmu saja."
Prrthhh!
Bima yang memang duduk di meja berbeda, tapi terletak dekat dengan meja tempat Heru duduk, tersedak. Terbatuk-batuk meminum air putih. Heru menyukai Dira? Apa harapannya akan pupus? Cintanya tidak bersemi lagi?
"Mana mungkin aku menyukai Dira! Dengar! Dira itu hanya istri hasil perjodohan. Aku juga tidak mengerti kenapa ayahku menjodohkanku dengannya. Setiap hari hanya aroma bawang dan minyak telon. Saat aku protes padanya dia malah mendahkan tangan, meminta uang untuk membeli parfum. Memang dasarnya saja dia tidak bisa mengatur keuangan." Komat-kamit mulut Heru mengomel.
Hal yang membuat Bima hanya dapat mengangkat salah satu alisnya. Kemudian kembali makan.
Saat Dira menjadi kekasihnya, Bima bahkan hampir menangis, kala Dira membawakan kue ulang tahun kecil. Kala itu Bima hanya makan sesendok, mengatakan tidak menyukai kue. Padahal hanya ingin Dira makan lebih banyak.
Mungkin memang benar, sampah bagi Heru adalah harta untuknya.
"Heru, kamu membelikan parfum, produk perawatan kulit, bahkan baju untuk Soraya." Esa membandingkan.
"Dira kan kerja, jadi seharusnya---" Kalimat Heru disela.
"Benar! Saat kamu kuliah Dira memang bekerja, membantumu membayar biaya wisuda. Bahkan saat kamu lulus kuliah, kemudian kerja serabutan Dira juga bekerja, supaya dapur tetap mengepul. Nah, setelah kamu mendapatkan pekerjaan tetap seharusnya Dira istirahat bukan? Jika kamu tidak dapat membelikan parfum, dia dapat menggunakan uang pribadinya untuk membeli parfum. Cantik butuh modal Heru...Dira bukan wonder woman." Esa berusaha tersenyum, benar-benar berusaha.
"Dira tidak dapat mengatur keuangan. Hingga gajinya tidak cukup untuk menyenangkan suami. Apa itu salahku? Atau salahnya yang memang boros." Tanya Heru.
"Astaga, sekarang aku tanya. Berapa gajimu sebulan untuk keperluan rumah. Jika saja lebih dari setengah untuk keperluan rumah. Maka aku akan diam." Esa kembali memberikan pemikiran jernih. Matanya sedikit melirik ke meja sebelah. Jika palu pengadilan sudah diketuk, maka pebinor (Bima) di meja sebelah akan mencabik-cabik istri Heru.
"I...itu kan aku sudah membayar air, listrik, uang sampah, gas, uang keamanan." Komat-kamit mulut Heru mengomel.
"Ya! Ya! Ya! Kamu memang sudah menjadi suami paling berbakti di dunia. Hingga aku ingin melempar piring ke kepalamu." Esa tidak mengatakan apa-apa lagi. Lebih baik menyantap makanan di hadapannya.
Tapi, satu hal yang membuatnya tertarik."Heru, apa Dira tidak bisa melayanimu di ranjang lagi? Begini... maksudku, mungkin alasan kamu bersama Soraya karena Dira tidak dapat melayanimu dengan baik. Dira kan bekerja."
"Justru aku yang menolak, semenjak jatuh cinta dengan Soraya. Kamu dapat membandingkannya bukan, antara aroma bawang dan aroma bunga." Jawab Heru tertawa, diikuti dengan tawa teman-temannya.
Kecuali Esa tentunya, dirinya hanya dapat menatap ke arah meja sebelah yang menebarkan aura suram yang keluar dari seorang Binara Mahendra.
Komat-kamit dari gerakan bibirnya, Esa dapat menebak apa yang digumamkannya."Apa yang salah dengan aroma bawang." Mungkin itulah yang digumamkan Binara Mahendra.
Pria yang segera bangkit setelah bekal yang dibawanya habis tidak bersisa. Namun, entah kenapa berjalan ke meja mereka."Kamu benar-benar akan bercerai?" tanya Bima tiba-tiba.
"Benar! Setelahnya Soraya akan menjadi milikku. Dengar! Kami saling mencintai, jadi---" Kalimat Heru disela.
"Aku akan mengawasi mu. Jadi jaga kata-katamu." Hanya itulah yang diucapkan oleh Bima, melangkah meninggalkan area cafetaria.
Sedangkan Heru hanya tersenyum mengejek, merasa dirinya telah menang dari seorang Binara Mahendra.
"Apa yang terjadi?" Tanya Ucup penasaran.
"Bima menyukai Soraya. Tapi Soraya lebih memilihku. Pada akhirnya dia sakit hati dan---" Kalimat Heru disela.
"Oh! Kalau itu aku sudah dengar. Kisah cinta segitiga antara Binara Mahendra, Soraya, dan Heru Triatmaja." Ucap Ucup penuh canda.
Tapi Esa hanya menggeleng sembari heran dengan mereka. Bagaimana semua orang dapat mengambil kesimpulan bahwa Bima menyukai Soraya.
"Heru! Aku mau jujur padamu, tapi kamu harus mempertimbangkan untuk kembali pada Dira setelah mendengar ini." Esa terlihat bersungguh-sungguh.
"Apa?" Tanya Heru, tidak begitu peduli.
"Pak Bima menyukai istrimu dari waktu yang lama. Jika tidak dapat perawannya, jandanya juga tidak apa-apa. Karena itu, kembalilah pada istrimu, sebelum istrimu menikah dengan atasanmu." Pemuda yang berucap penuh kesungguhan.
Tapi anehnya semua orang yang ada di meja yang sama dengan mereka malah tertawa. Setidaknya mereka sudah pernah melihat istri Heru walaupun sekali. Tepatnya setahun yang lalu, saat syukuran Heru naik jabatan.
Dira adalah selera Binara Mahendra? Jangan bercanda! Sudah pasti kemungkinan pertama yang benar. Soraya adalah wanita yang dicintai Bima. Apa kurangnya Soraya? Bentuk tubuh bagus, wajah cantik terawat.
Tapi mungkin satu hal yang tidak mereka sadari, kecantikan buatan tidak akan bertahan jika tidak ada uang.
Bagaikan dongeng beauty and the beast, beauty tidak akan mencintai beast jika tidak kaya. Beast tidak akan mencintai beauty jika tidak cantik.
***
Gila kerja, itulah seorang Binara Mahendra. Bekerja hingga larut malam sudah biasa baginya. Karena di rumah tidak ada keluarga yang menunggu.
Melajukan mobilnya, earphone terpasang di telinganya."Ini sudah jam pulang, dan aku harus---" Kalimatnya disela.
"Ayolah, sekali ini saja. Aku harus makan malam dengan Chery (istri Oliver) dan si kembar. Lagipula pertemuannya jam 8, masih ada waktu untuk quality time for family. Saat menjemput anak sambungmu." Suara penuh tawa dari sang bos terdengar.
Bima menghela napas, sudah membawa hadiah berupa parfum dan set perawatan wajah. Dan dirinya harus kembali bekerja?
"Bima... temanku... bagaimana jika aku mencarikan pengacara yang lebih kompeten untuk merebut istri orang." Oliver memberi tawaran. Tawaran yang menggiurkan bukan?
"Be...berapa lama?" Tanya Bima menelan ludah.
"Dalam satu bulan setelah gugatan palu pengadilan sudah diketuk."
"Deal!"