Skuel Terra The Best Mother
Lanjutan kisah dari Terra kini berganti dengan. tiga adik yang ia angkat jadi anak-anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBUAH TRIK
Lusy menunggu Najwa keluar dari rumahnya. Gadis itu sudah siap dengan baju terbaiknya. Bahkan ia sudah membeli beberapa makanan yang enak dari restauran ternama.
"Ini sebentar lagi ashar, apa mba Naj perginya habis ashar ya?" gumamnya.
Lusy mencoba mendengar kegiatan di sebelah rumahnya dengan menempelkan telinga ke dinding.
"Aku masih lihat dia tadi pagi beberes rumah sebelum aku belanja semua makanan ini," gumamnya lagi.
"Apa jangan-jangan, Mba Naj pergi sendirian tanpa aku?" terkanya.
"Ada kepentingan apa sih sebenarnya dia sering datang ke rumah Boss? Aku nggak yakin jika hanya bermain dengan anak-anak saja!"
Lusy mulai menumbuhkan penyakit dalam hatinya. Gadis itu membuka pintu dan Najwa baru saja datang dengan motornya entah dari mana.
"Sore, mba!" sapa Lusy tiba-tiba ramah.
"Sore Lus, wah rapi sekali kamu?!" sahut Najwa.
Najwa memasukan motornya, hal itu membuat Lusy terkejut.
"Loh, kok motornya dimasukin?" Najwa mengerutkan kening.
"Iya, udah males kemana-mana lagi, cape," jawabnya.
"Emang mba dari mana?"
"Tadi baru pergi ke yayasan healing "ChildHurt" di jalan xxx," jawab Najwa.
"Emang mba sakit?"
"Enggak, aku jadi penyuluh therapist di sana," jawab Naj.
Lusy terdiam. Ia tak begitu banyak tau kebisaan gadis yang usianya enam belas tahun di atasnya itu.
"Aku masuk dulu ya," pamit gadis itu setelah memasukkan motornya.
Lusy mengangguk, ia juga masuk dalam rumah. Netranya menatap kue-kue yang sedikit menguras isi dompetnya itu.
"Sayang banget," keluhnya.
"ChildHurt? Sepertinya pernah dengar," gumamnya.
Gadis itu duduk dan meraih ponselnya. Ia mencari tahu dengan mengetik nama ChildHurt. Berbagai artikel muncul memenuhi layarnya. Dari pemilik yayasan tersebut hingga para pengelolanya.
"ChildHurt didirikan sekitar empat tahun lalu oleh DR. dr. Lidya Pratiwi Hugrid Dougher Young Sp Kj. Jabatan kepala rumah sakit Pratama Hospital. Dr Aini Citra sebagai kepala healing, Bidan Safitri Master Chi. Najwa Az-zahra Hasegaf bidang treatment healing. Darren Hugrid Dougher Young motivator, Demian ....
Lusy membaca semua artikel tentang yayasan yang baru saja disebut oleh Najwa. Gadis itu tertawa sumbang.
"Sudah sejauh itu hubungannya. Yang benar saja, Mba Naj menjadi penyuluh therapist!"
Gadis itu menggeleng tak percaya. Ia membawa kotak-kotak kue ke lemari es.
"Rupanya, aku tertinggal jauh," gumamnya entah pada siapa.
"Jika aku datang ke tempat itu, aku pasti menjadi seorang pasien."
"Aku tidak gila!"
Gadis itu terus meracau. Ia begitu kesal dengan kedekatan Najwa dengan keluarga atasannya itu.
"Dia nyari apa sih? Ngincer Tuan Frans atau Tuan Leon!" racaunya penuh emosi.
Sementara di benua lain. Frans dan Leon tengah berada di sebuah aliansi pengusaha muslim Eropa. Mereka baru saja mengadakan buka puasa bersama dan shalat taraweh. Gabe juga hadir di sana dengan istri dan empat anaknya.
"Dad, kami pulang duluan ya, anak-anak sudah pada ngantuk," pamit Gabe.
"Iya, sayang, hati-hati di jalan ya," ujar Frans.
Setelah saling peluk dan cium. Gabe membawa istri dan empat anaknya pulang. Ada delapan bodyguard menjaga keluarga itu.
"Tuan Dougher Young!" panggil salah satu kolega bisnis mereka.
"Ah, Tuan Gunawan!" sahut keduanya.
Mereka bersalaman.
"Saya baru tau anda sudah menjadi muslim dua tahun yang lalu," sahut Andi Gunawan, seorang pebisnis asli Indonesia yang memiliki perusahaan ritel di Eropa.
"Iya, alhamdulilah!" sahut Frans sedikit kaku.
Memang perihal kepercayaan, agak sedikit sensitif bagi Frans dan Leon. Dua pria itu merasa biasa saja jika orang berpindah keyakinan. Tak perlu disoroti.
"Oh, sebentar saya ingin memperkenalkan seseorang."
Pria itu tampak mengedarkan pandangannya. Lalu, ia melambaikan tangan seakan memanggil seseorang itu.
Sosok cantik dengan balutan gaun hitam ketat, lengan panjang. Frans dan Leon mengerutkan keningnya. Dari semua orang yang hadir, mungkin wanita ini yang berpakaian terlalu mencolok dan berani.
"Ini adalah adik ipar saya, Chika Anastasya Lukito," ujarnya memperkenalkan gadis itu.
Chika mengulurkan tangannya. Frans menjabat ujung jari gadis itu begitu juga Leon tak lupa tersenyum ramah.
"Frans."
"Leon!"
Keduanya memperkenalkan diri.
"Senang berkenalan dengan dua orang pemegang perusahaan terbesar di Eropa," ujar gadis itu memuji.
"Saya merasa beruntung dipertemukan oleh dua orang hebat dalam bisnis," lanjutnya.
"Ah ... kami bukan apa-apa, itu semua titipan dari Tuhan, kami hanya diberi amanah untuk menjaganya," tukas Frans bijak.
Leon hanya tersenyum menanggapinya.
"Tuan, adik ipar saya juga baru merancang bisnis kecil-kecilan di sini, Chika mendirikan butik dengan kearifan lokal Nusantara," jelas Andi membanggakan adik iparnya.
"Wah, bagus itu. Gadis muda harus mandiri," puji Frans.
"Terima kasih tuan, saya baru belajar," sahut Chika merendah.
Percakapan terus berlangsung hingga waktu pulang. Semua memberi review pada makanan yang terhidang dan memberi nilai. Tentu saja, makanan asli Indonesia menjadi pemenangnya di antara ribuan makanan.
"Ini dia pemilik restauran "Sedap Indonesia", Nona Lastri Andini!"
Seorang wanita berhijab dengan gamis warna magenta menakup dua tangan di dada. Frans menatapnya lekat. Riuh tepuk tangan tak membuat pandangan pria itu beralih pada sosok cantik berhijab itu. Perlahan ia berjalan mendekati.
"Assalamualaikum!" sapanya.
Gadis itu menoleh. Netra coklat tua dan coklat terang saling pandang.
"Wa'alaikumussalam!" balas Lastri.
"Perkenalkan saya Frans Dougher Young," ujar pria itu menjulurkan tangannya.
Gadis itu menatap tangan Frans, ia tersenyum lalu menakup dua tangan di dadanya. Frans tau kode itu, menandakan jika sang gadis menjaga sentuhannya.
"Saya Lastri Andini," ujarnya mengenalkan diri.
"Jadi makanan dari Indonesia ini berasal dari restauran anda?" tanya Frans.
"Iya, benar tuan," sahut gadis itu.
"Ah, kebetulan sekali. Apa anda bisa menerima catering?" gadis itu mengangguk.
"Kalau begitu, apa bisa saya ke restauran anda besok?" Lastri kembali mengangguk.
"Alamatnya?"
"Ah, ini kartu nama saya tuan, jika anda ingin datang, tolong hubungi saya dulu," ujarnya lalu menyerahkan kartu namanya.
Frans menatap kertas warna gradasi dengan tulisan gold. Lastri Andini Owner "Sedap Indonesia" Restauran and cafe. Ada nomor ponsel yang bisa dihubungi di sana.
Frans mengangguk, ia menatap gadis itu lagi sebelum pergi. Leon mengajaknya pulang. Selama Frans bercengkrama dengan Lastri, sepasang mata memandangnya marah terutama pada gadis yang diajak bicara oleh Frans.
"Ck ... ingin berlaga denganku?" gumamnya sinis dalam hati.
Terlihat, Lastri tengah membantu para pegawainya membenahi peralatan makanan dari stainless steel. Ia mendekati, lalu menyenggol bahu Lastri.
"Hei ... apa kau punya mata!" teriaknya.
Lastri menatap gadis berbalut gaun ketat berlengan panjang.
"Maaf, tapi bukan saya yang menabrak anda," sahut Lastri tenang.
"Cis!" Chika memandang rendah gadis itu.
"Jangan berlaga di depan seorang Gunawan!" desisnya sombong.
Chika berlalu. Andi datang menyambangi Lastri.
"Aku tau trikmu mendekati pria kaya ... tapi untuk seorang Dougher Young? Berkaca lah!" sindir pria itu menghina.
Lastri hanya menatap aneh pada dua orang yang baru saja memberinya peringatan itu. Ia mengerutkan keningnya, lalu menggeleng pelan.
"Ada-ada saja," gumamnya tertawa lirih.
bersambung.
next?