Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
"Kurang ajar!" teriak pacar Reynard dengan amarah meluap. Ia menyerang balik, mencoba merebut kayu pel dari tangan Caitlin. Pertarungan pun terjadi dengan cepat. Rambut saling ditarik.
Caitlin, dengan kekuatan penuh, menarik rambut wanita itu dan menyeretnya kembali ke kamar. Ia mendorongnya hingga jatuh ke lantai yang licin, membuat tubuhnya terhempas dengan keras.
Suara teriakan dan hentakan keras terdengar hingga ke lantai bawah. Nico, yang mendengar keributan itu, segera menoleh ke arah tangga.
"Tuan, mereka berkelahi," ucapnya khawatir.Namun, Reynard tetap tenang.
"Biarkan saja. Mereka akan berhenti setelah bosan," jawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari dokumen yang sedang ia baca.
Suara benturan keras terus terdengar dari lantai atas. "Bruk!" "Bruk!" Pukulan-pukulan keras terdengar, namun tak jelas siapa yang memukul siapa. Nico semakin risau, tapi Reynard tak menunjukkan tanda-tanda akan turun tangan.
Setelah sepuluh menit berlalu, Reynard akhirnya berdiri dan berjalan ke lantai atas. Dengan langkah santai, ia mendekati pintu kamar dan mendapati kedua wanita itu masih bergulat di lantai, saling menarik rambut dengan brutal. Caitlin bahkan menggigit telinga pacar Reynard dengan keras.
"Aaahhh!" teriak pacar Reynard kesakitan, berusaha melepaskan gigitan Caitlin.
Reynard berdiri di sana, memandang mereka dengan ekspresi datar. Tak ada sedikit pun kejutan di wajahnya. Di belakangnya, Nico yang mengikuti dengan hati-hati, memandang mereka dengan penuh kebingungan.
"Yang satu adik sepupu yang juga mantan pacar, yang satu lagi istri palsu. Siapa yang akan dibela oleh Tuan kali ini?" batin Nico, bingung dengan situasi yang kacau ini.
Reynard dengan cepat menarik lengan Caitlin, memisahkan kedua gadis yang sedang bertarung sengit di lantai.
"Hentikan!" bentaknya, nadanya tegas dan otoritatif. Ia memandang Caitlin dan Lucy bergantian, wajahnya menampakkan rasa frustrasi. "Lihatlah diri kalian sekarang. Kalian terlihat seperti anak kecil yang berebut mainan."
Caitlin, yang masih mencoba merapikan rambutnya yang berantakan, menatap suaminya dengan tatapan penuh amarah. "Jangan salahkan aku," katanya tajam, tak mau kalah. "Seharusnya kamu awasi pacarmu itu. Lantai ini jadi berantakan gara-gara ulahnya. Minta dia bersihkan, atau kalau tidak, aku tidak akan tidur di rumah ini lagi," ancamnya sambil berdiri tegap, melipat tangan di dada.
Lucy, yang masih terduduk di lantai dengan mata biru lebam akibat pukulan Caitlin, merintih kesakitan. "Kakak, mataku sakit!" keluhnya, tangannya menyentuh bagian wajah yang memar.
Reynard menatap Lucy dengan pandangan dingin.
"Cari masalah sendiri," jawab Caitlin, "Sudah kubilang jangan cari masalah denganku," lanjutnya tanpa belas kasihan.
Reynard menghela napas panjang, mengalihkan pandangannya dari Caitlin yang terlihat sangat kesal. "Pergi bersihkan dirimu," titahnya akhirnya pada istrinya, nadanya masih tegas namun lebih tenang.
Caitlin menatap suaminya tajam, seperti tidak percaya ia harus menelan perintah itu. "Kakak dan adik sama saja, menyusahkan," katanya dengan nada penuh kekesalan. "Bersihkan lantainya. Aku tidak mau tahu. Kalau dia tidak mau, kamu yang bersihkan!" Caitlin menambahkan dengan ancaman dingin sebelum melangkah pergi, meninggalkan suaminya dan Lucy di kamar yang kini sunyi.
Beberapa saat kemudian, suasana di rumah itu berubah menjadi lebih tenang, meskipun ketegangan masih terasa di udara. Reynard duduk di sofa, memandang Lucy yang berdiri di depannya dengan kepala tertunduk. Penampilan gadis itu sangat berantakan, rambutnya kusut, makeup-nya luntur, mata dan wajahnya penuh lebam.
"Bukankah sudah kuingatkan?" suara Reynard terdengar rendah, tapi penuh teguran. "Jangan ikut campur urusan rumah tanggaku. Kenapa kau masih saja melakukannya?" tanyanya dengan nada dingin, tatapannya tajam.
Lucy menatap Reynard dengan mata memerah, bibirnya sedikit gemetar. "Kakak, aku terluka dan mataku juga lebam. Bagaimana aku bisa keluar bertemu orang?" ujarnya penuh keluhan, tangannya menyentuh wajah yang lebam.
Reynard memandang Lucy tanpa belas kasihan. "Sudah kubilang, jangan menyingungnya. Caitlin tidak peduli siapa pun, dan dia tidak akan sungkan pada siapa pun. Sekarang kamu sudah rasakan sendiri akibatnya," kata Reynard, nadanya tetap datar. "Kembali ke hotel dan jangan datang lagi," lanjutnya dengan perintah yang tak bisa dibantah.
Lucy memandangnya dengan tatapan memohon, berharap mendapatkan sedikit empati dari kakaknya. "Kakak, ceraikan dia," katanya dengan suara rendah namun penuh harapan. "Aku tahu Kakak tidak menyukainya. Aku hanya pergi belajar di luar negeri sebentar, tapi begitu cepat Kakak sudah menikah dengan yang lain," lanjutnya dengan nada getir.
Reynard menghela napas lagi, kali ini lebih panjang, "Aku menikah setelah kita putus, Lucy. Sebelum kamu pergi, hubungan kita sudah berakhir," jawabnya dingin, ingin mengakhiri pembicaraan.
Namun, Lucy tidak menyerah begitu saja. "Bukankah semalam Kakak mengatakan menikah karena orang itu? Kalau dia sadar, bukankah Kakak akan menyerahkan Caitlin padanya?" tanyanya penuh desakan.
Reynard memandangnya sejenak,"Jangan bicara di sini," jawabnya pelan namun penuh peringatan. "Hubungan antara aku dan orang itu hanya kita yang tahu. Bahkan paman juga tidak menyangka dia ada di sini," kata Reynard dengan suara yang semakin rendah, memperingatkan Lucy untuk tidak membuka rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain.
Di dalam Mansion Tommy yang megah dan mewah, cahaya redup dari lampu kristal yang menggantung di langit-langit menciptakan bayangan samar di dinding. Tommy duduk dengan angkuh di kursi kulitnya, tangannya mengetuk-ngetuk meja sambil tersenyum licik.
"Tuan, Nona Lucy telah kembali dan sekarang tinggal di rumah Tuan Reynard," lapor asistennya dengan suara tenang.
Tommy tertawa kecil, senyumnya semakin lebar, menandakan kesenangan yang tumbuh dari informasi tersebut. "Lucu sekali," ucapnya sambil mencondongkan tubuh ke depan, menatap asistennya dengan tatapan dingin. "Mantan pacar tinggal bersama istrinya. Bukankah akan terjadi pertengkaran di antara mereka?" Kalimat itu keluar dengan nada penuh ejekan, seolah Tommy sedang menikmati kemungkinan konflik yang akan pecah di antara Reynard, Lucy, dan Caitlin.
Asistennya menelan ludah, mengamati perubahan ekspresi bosnya yang berubah semakin kejam. "Apa rencana kita selanjutnya?" tanyanya hati-hati.
"Culik saja kedua gadis itu," katanya dengan nada ringan, seolah memberi perintah sederhana. "Aku penasaran, yang mana akan dia selamatkan? Mantannya atau istrinya."
hikzz..
Reinhard knp gk cari caitlin sendiri sih mlh nyuruh nic segala 😌😌😌