Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Hubungan Kita Sampai Sini Aja
"Hallo Ly, hp aku yang satunya lagi kebawa masuk ke dalam tas kamu gak?" suara Sagara terdengar jelas dari seberang sana, sesaat setelah El menggeser ikon hijau ke atas dan menyalakan loudspeaker di ponsel Lyra.
Deg
Lyra membelalakkan mata, tubuhnya menegang seketika. Kedua tangannya langsung berusaha merebut ponselnya, tapi percuma. Tinggi badan El membuat itu mustahil untuk dijangkau.
“El balikin ponsel aku dong El!” ucap Lyra gugup sambil berjinjit, mencoba menjangkaunya. Tangannya terulur ke atas, tapi El dengan mudah menghindar, mengangkat ponsel itu lebih tinggi lagi.
Alih-alih menuruti, El malah mengangkat ponsel itu lebih tinggi. Wajahnya mengeras, dan matanya menatap tajam, seperti hendak menelan Lyra bulat-bulat.
Lyra bergidik. Baru kali ini ia ditatap seperti itu oleh El. Tatapan kecewa yang menyakitkan.
“Ly? Kamu denger gak? Halo…” suara Sagara kembali terdengar dari loudspeaker, terdengar bingung karena tak ada balasan dari Lyra. Suasana mendadak mencekam, seakan udara di sekeliling mereka berubah menjadi es.
“Gak nyangka lo separah itu! Masih bisa-bisanya lo nelpon cewek gue!” ucap El datar, suaranya terdengar dingin dan tajam, jelas ditujukan untuk Sagara.
“Apa sih kamu El! Eh Sagara lo pasti salah pencet nomor kan? HP apa maksud lo? Gue gak ngerti! Jangan bikin ribet deh, kalau nelpon itu lihat dulu nama kontaknya!” sahut Lyra cepat, berusaha terdengar senormal mungkin, meskipun suaranya sedikit gemetar.
El menghembuskan napas kasar, penuh rasa kecewa, lalu memutus panggilan secara sepihak. Ia mengembalikan ponsel itu kepada Lyra dengan ekspresi yang bahkan lebih menusuk dari kata-kata.
“Gue gak nyangka hubungan lo sama dia udah sejauh ini. Sampai panggilan aku-kamu segala. Thank tapi hubungan kita cukup sampai sini aja,” gumam El datar. Tangannya membuang puntung rokoknya ke tong sampah sebelum ia melangkah pergi begitu saja.
Sakit dan kecewa dua kata itu mewakili perasaan El hari ini. Atau mungkin untuk beberapa hari ke depan. Sesuatu di dalam dadanya terasa perih, tapi tak berdarah. Seperti ada duri yang menancap dan tak bisa dicabut.
“El! Aku bisa jelasin, tolong dengerin aku dulu! Kamu salah paham!” teriak Lyra panik, berlari menyusul pria itu yang terus berjalan menjauh.
Tidak! Ia tidak akan membiarkan hubungan ini berakhir cuma gara-gara Sagara. Tidak secepat ini. Tidak dengan cara seperti ini.
Namun langkah El semakin cepat. Seolah tak ingin mendengar apapun dari Lyra lagi. Sampai...
Brukk!
Tubuhnya menabrak seseorang yang datang dari arah berlawanan. Seorang gadis.
“Aduh jidat gue…” rintih gadis itu sambil mengelus keningnya yang baru saja membentur dada bidang milik El.
“Eh Ra? Maaf ya gak sengaja. Mana yang sakit?” tanya El reflek. Tangannya menyentuh pipi gadis itu, mengangkat wajahnya dengan pelan.
Alvyna gadis yang baru-baru ini mencuri perhatian banyak orang di SMA Bintara. Suaminya. Secara diam-diam, tentu saja. Tapi sekarang sekarang malah seperti adegan drama.
El lupa di mana mereka. Beberapa pasang mata mulai memperhatikan interaksi aneh itu.
Alvyna justru terpaku menatap El. “Astaga, kenapa dia keliatan makin ganteng sih! Untung udah jadi suami gue,” batinnya menggeliat geli.
“Apa-apaan lo deket-deket cowok gue!” teriak Lyra marah, melangkah cepat dengan wajah penuh amarah dan tubuh gemetar karena cemburu yang meledak.
Sett
PLAKK!
Tanpa ragu, Lyra mendorong Alvyna menjauh dan menampar pipinya keras. Bekas tangannya langsung terlihat di pipi putih bersih Alvyna. Tamparan itu menggaung dalam keheningan yang tiba-tiba menyeruak.
PLAKK!
Jangan kira Alvyna akan diam saja. Tentu tidak. Mana mungkin dia tinggal diam setelah ditampar Lyra di depan umum?
“Aww sakit banget! Berani-beraninya lo nampar gue!” seru Alvyna dengan nada tinggi, matanya membara.
“Kenapa gak? Lo duluan yang mulai! Jadi jangan salahin gue kalau gue bales lebih dari itu!” potong Lyra cepat, tanpa memberi kesempatan bicara.
“Lo!!” Lyra kembali mengangkat tangan, siap menampar lagi, tapi El sudah lebih dulu mencekalnya.
“Urusan lo sama gue, jangan bawa-bawa dia. Kalau mau nampar, tampar gue aja!” ucap El tajam, nadanya penuh kemarahan yang ditahan.
Lyra menatap wajah El dengan mata berkaca. “Kamu belain dia?”
“Ya, karena lo udah keterlaluan! Sampai berani nampar dia di depan umum! Lihat sekeliling lo, semua orang ngeliatin!” balas El sengit, rahangnya mengeras.
Alvyna tersenyum sinis. Rasakan Lyra. Rasakan sakit yang selama ini gue pendam waktu Sagara selalu lebih milih lo dibanding gue. Betul kata orang kalau belum ngerasain sendiri, gak akan ngerti rasanya. Hari ini, Lyra baru tau rasanya dikhianati dan diabaikan.
“Tapi dia tadi deket-deket kamu! Kenapa kamu lebih belain dia dari pada aku!” bentak Lyra tak terima, napasnya tersengal oleh emosi.
“Lo gak liat ya? Gue yang nabrak dia tadi. Matamu sehat kan? Atau pura-pura buta?” balas El ketus sambil melepaskan tangannya dari pergelangan Lyra dengan kasar.
Dan perlu ya sampai megang pipinya gitu segala? Gak kan! Kamu tuh…
Kringgg Kringgg
Suara bel masuk menyela ketegangan yang semakin panas. Sontak para murid yang dari tadi menonton mulai bubar, kembali ke kelas masing-masing dengan wajah penuh gosip.
Tanpa memedulikan Lyra lagi El melangkah masuk ke kelas. Entah apa dia lupa niat awalnya bolos. Atau memang niat bolosnya sirna karena hatinya sudah telanjur panas.
“El! Gue belum selesai ngomong!” pekik Lyra, mencoba mengejarnya. Tapi langkahnya terhenti saat Alvyna menghadang di depannya.
“Eits mau ke mana lo?” tanya Alvyna sambil merentangkan tangan, senyum mengejek menghiasi wajahnya.
“Jangan halangi gue! Minggir!” bentak Lyra kasar, tubuhnya bergetar.
“Kalau gue gak mau?” Alvyna menyilangkan tangan di dada, wajahnya menyebalkan dengan sengaja. “Emang lo siapa ngatur-ngatur gue?”
“Mau nantang gue berantem? Ayo! Siapa takut! Biar gue abisin muka lo!” balas Lyra dengan emosi yang meluap.
Alvyna malah terkekeh sinis. “Gue? Gelut sama lo? Sory, tapi lo bukan level gue. Sekali tendang pingsan lo!” jawabnya penuh percaya diri, membuat beberapa murid yang masih mengintip terkekeh diam-diam.
Lyra menggeram, mengepalkan tangannya siap melayang. Tapi sebelum sempat mendekat, Alvyna sudah kabur masuk ke kelas sambil menjulurkan lidah dan mengejek Lyra seperti anak kecil.
“Awas lo! Berani-beraninya deketin El! Gue sumpah, gue bakalan bikin lo nyesel kapan aja!” desis Lyra tajam, matanya menatap punggung Alvyna penuh dendam.
Hari ini, Lyra kalah telak. Bukan cuma karena El lebih membela Alvyna, tapi karena seluruh SMA Bintara sudah melihat semuanya. Harga dirinya tercabik. Tapi ini belum selesai. Pertarungan di antara mereka baru saja dimulai.