Perjodohan Masa SMA
Motor sport berwarna hitam mengkilat itu perlahan memasuki halaman rumah mewah bergaya Eropa bertingkat dua itu. Rumah megah yang berdiri kokoh dengan pilar-pilar tinggi dan jendela besar berbingkai putih, seakan menjadi simbol status sosial keluarga yang tinggal di dalamnya.
Sang pengendara, berpakaian serba hitam lengkap dengan jaket kulit dan sepatu boot tinggi, menurunkan kecepatan sebelum akhirnya mematikan mesin motornya. Helm full face yang menutupi wajahnya membuat sosok itu terlihat semakin misterius. Ia berhenti tepat di depan pintu masuk utama, lalu dengan gerakan santai namun percaya diri, tangannya mengangkat helm pelan-pelan.
Wajah tampan dengan rahang tegas itu pun terlihat jelas. Rambutnya yang berwarna abu keperakan asil campuran grey highlight disisir rapi ke belakang, memberi kesan dewasa dan cool. Ia bersiul pelan, menuruni motornya sambil memainkan kunci motor yang diputar-putar di jarinya. Langkahnya santai, penuh gaya. Seolah malam itu miliknya dan dunia hanya latar panggung semata.
Ceklek
Pintu rumah terbuka.
“Bagus baru pulang? Jam berapa ini?” suara wanita terdengar menyambut. Nada suaranya datar, tapi ketus. Tidak bisa menyembunyikan kekesalannya lagi.
Sosok wanita paruh baya dengan penampilan elegan itu berdiri di ambang pintu. Rambutnya tersanggul sangat rapi, wajahnya menatap tajam penuh kekecewaan. Ia adalah Manda Reynard, istri dari Raditya Reynard, sekaligus ibu dari Elvario Kael Reynard.
El hanya melirik sekilas ke arah ibunya dan menghela napas panjang.
“Cuma keliling sebentar cari udara segar, Ma. Anak muda biasa lah, gak ngapa-ngapain juga,” sahutnya dengan nada malas, tanpa niat membela diri. Ia melangkah menuju tangga hendak ke kamarnya, wajahnya sudah menunjukkan kelelahan.
Namun, langkahnya terhenti ketika suara ibunya kembali terdengar, kali ini lebih serius.
“Eh, eh mau ke mana kamu? Sini duduk dulu, Mama mau ngomong sesuatu sama kamu.”
El mengernyit. Dahinya berkerut, bibirnya mengerucut tidak suka. Wajahnya jelas-jelas menunjukkan bahwa ia lebih memilih tidur dari pada mendengar ceramah dari mamanya yang dalam catatannya sudah diberikan hampir setiap malam.
“Besok aja Ma. El udah ngantuk banget nih, mata udah gak kuat,” ujarnya sambil menunjuk matanya yang memang terlihat lelah.
“Sekarang El! Mama gak mau tau ya,” Manda bersikeras sambil menepuk-nepuk sofa di sebelahnya. Nada suaranya tajam, tak bisa ditawar.
Dengan desahan panjang yang dramatis, El menyerah. Langkahnya pelan dan malas saat ia kembali ke ruang tamu dan duduk di samping mamanya. Ia bahkan membanting diri ke sofa seakan ingin menunjukkan betapa enggannya dia ada di situ.
“Apaan sih, sepenting apa sih ini Ma, sampai El mau tidur aja gak boleh? Seriusan deh,” keluhnya sambil melipat tangan di dada.
Manda hanya tersenyum tipis. Ada ketenangan yang mencurigakan di wajahnya. “Soal yang Mama bilang kemarin itu. Kamu udah siap kan?”
El mengangkat satu alis, matanya menyipit bingung. “Yang mana sih Ma? Siap apa lagi Ma? Kayaknya banyak banget ya hal yang El harus siapin tiba-tiba.”
Manda menatap putranya lekat-lekat. “Ya itu, soal rencana pertunanganmu dengan anaknya teman Mama. Gimana? Mau kan?”
Raut wajah El seketika berubah drastis. Mata yang tadi lelah sekarang membelalak, mulutnya ternganga sebentar sebelum akhirnya bersuara.
“Ck ya jelas gak mau lah, Ma! Pake nanya segala lagi!” suaranya naik setingkat, tangannya bergerak-gerak ekspresif menunjukkan rasa tidak terima.
Senyum di wajah Manda langsung hilang. “Mama gak mau dengar penolakan El. Ini sudah final ya. Besok malam kamu harus tunangan. Titik. Gak pake koma!”
El melotot, kaget bukan main. “Serius ini Ma? Yang bener aja deh! El bahkan gak pernah setuju dari awal loh! Kok bisa-bisanya malah langsung ngomong tunangan segala?!”
“Ini udah keputusan keluarga El, kamu gak bisa nolak!” Manda bersikeras, kini nadanya mulai meninggi.
“Dan El juga punya keputusan sendiri, Ma! Masa anak SMA disuruh tunangan sih? Yang bener aja Ma!” sergahnya, kali ini sambil berdiri. Tubuhnya tegak dan wajahnya penuh penolakan.
Manda ikut berdiri, tidak mau kalah. “Tunangan itu belum nikah, El! Kalian masih bisa sekolah, kuliah, semua masih bisa dijalanin bersama! Ini hanya bentuk ikatan awal saja.”
El geleng-geleng kepala, ekspresi wajahnya campur aduk antara bingung dan kesal. “El gak kenal sama dia, Ma. Dan El udah punya pacar juga!”
Manda mendengus pelan, lalu mencibir. “Pacar yang mana maksudmu? Yang gak pernah peduli waktu kamu masuk rumah sakit itu ya? Yang diam aja waktu kamu nyaris mati karena kebut-kebutan itu? Itu yang dinamakan pacar? Jangan dibutakan sama cinta yang gak jelas, kamu El.”
“El bukan anak kecil lagi, Ma! Kenapa sih semua harus ikut campur urusan pribadi El?!”
“Karena kami orang tuamu! Yang tau mana yang terbaik buat kamu, El!” tegas Manda dengan nada suara yang semakin tinggi.
Tiba-tiba suara berat terdengar dari arah tangga. “Apa ini ribut-ribut malam-malam begini?”
Raditya, sang ayah, muncul di tengah tangga dengan piyama berwarna navy. Tatapannya tajam, wajahnya tegas seperti biasa.
Manda langsung menyambut. “Tanya anak Papa tuh! Lupa mungkin kalau masih punya orang tua!”
“Papa, tolong deh. Ini masalah serius Pa. Masa El disuruh tunangan segala sih?” El mencoba menenangkan diri tapi nada suaranya tetap tidak bisa menyembunyikan kemarahannya.
Raditya seperti yang akrab dipanggil di dunia bisnis menatap anaknya serius. “Elvario,” ujarnya dengan nada pelan tapi mengandung tekanan. “Ini keputusan yang sudah dibuat sejak lama, bahkan sebelum kamu lahir. Kalau kamu gak setuju, maka satu-satunya pilihan adalah keluar dari keluarga ini.”
Mata El membelalak. Nafasnya terengah sesaat, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Apa?! Papa bercanda kan?!” Ia berteriak setengah frustasi.
Manda menambahkan dengan nada ketus, “Tuh dengerin El! Emang susah banget sih anak satu ini dibilangin. Rasanya pengen Mama kembalikan lagi ke perut deh!”
El langsung menatap ibunya dengan ekspresi tidak percaya. “Mama pikir El makanan bisa dimasukin lagi apa?! Gak lucu loh Ma!”
“Ya udah nurut dong! Sekali aja nurut sama orang tua gitu!” bentak Manda dengan suara meninggi.
El mendengus keras, lalu membalikkan badan. “Terserah! Mau kalian apain juga, El capek. Mau tidur aja!”
Langkah-langkahnya di tangga terdengar berat dan menghentak. Bibirnya masih menggumam pelan, penuh kekesalan.
“Gila banget ini bukan sinetron zaman dulu kali. Masih ada aja yang percaya sama perjodohan gitu. Pikir gue gak laku apa?! Ini abad berapa sih”
Dengan emosi yang masih membuncah, El masuk ke kamarnya dan membanting pintu.
BRAK!
Kamar itu gelap, hanya diterangi lampu kecil di sudut ruangan. El menjatuhkan diri ke kasurnya dengan posisi tengkurap, lalu mengerang frustasi ke bantal.
Dari bawah masih terdengar suara Manda yang bersungut-sungut, mengomel sendirian. Raditya pun tampak tidak ingin menambah panjang debat malam itu dan hanya masuk ke ruang kerjanya.
Sementara El, di dalam kamar, masih bergumul dengan pikirannya yang kacau. Antara marah, bingung, dan kecewa.
“Beneran deh, keluarga ini kayak agen drama,” gumamnya. “Besok-besok jangan-jangan ada adegan amnesia sama kecelakaan mobil segala lagi.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Adira_chan
cerita nya sangat bagus
2025-07-08
0
Murni Dewita
👣
2025-07-03
0