Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Hari telah berganti, malam telah berlalu. Kini, mentari mulai merangkak naik dari ufuk timur. Cahaya mentari yang bersinar, menguapkan embun, dan juga kabut di sekitar. Membawa kehangatan yang siap menyapa semua orang.
Ditempat yang sama, diposisi yang sama, dengan selimut yang sama, juga ranjang yang sama. Aishe membelalak, memandangi kamar yang masih gelap tertutup tirai.
Ia perlahan bangun, dengan ingatan yang masih samar kembali ke beberapa jam yang lalu. Menggerayangi mata dan juga pelipisnya. Beberapa hal gila kembali terbayang. Tentang setiap sentuhan, kecupan, ciuman, hisapan, jilatan, juga gerakan yang membuat lelugan gilanya lepas begitu saja.
Ahh … aku benar-benar sudah gila.
Aishe menoleh, melihat beberapa pakaiannya berserakan di atas ranjang. Dia meraih underwear dan memakainya, lalu berjalan turun menuju kamar mandi.
Rasa sakit yang sedikit menghujam bagian sensitifnya, secara tiba-tiba membuat langkah kakinya terhenti.
"Isss, perih."
Tepat pada saat Aishe membungkuk sambil memegangi perut bagian bawahnya yang nyeri. Diego datang menerobos masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk.
"Ada apa?"
Pertanyaan Diego langsung mendapat gelengan kepala dari Aishe "Tidak apa," jawabnya singkat. Diego pun hanya mengangguk dan menyuruh Aishe untuk segera mandi.
"Ba-baik."
Sarapan hari seperti biasanya. Roti kering, kentang panggang yang ditabur garam dan oregano, salad sayur, menemen (scramble egg), juga cay. Semua masakan hari ini masih disediakan oleh Aishe sendirian.
Aishe langsung memanggil Diego begitu sarapannya siap. Membantunya mendorong kursi roda meski sudah otomatis, dan mengambilkan makanan untuk Diego.
Dua orang saling duduk berhadapan, sama-sama mengunyah menikmati sarapan. Namun, Aishe terlihat beberapa kali memandangi Diego diam-diam, seakan ingin menyampaikan sesuatu.
"Kenapa?" tanya Diego tiba-tiba. Rupanya, gerak gerik aneh Aishe telah terbaca dengan jelas.
Aishe menelan salivanya kasar, sebelum akhirnya mengatakan hal yang sejak tadi mengganggunya.
"Itu … apa kita sudah bisa membicarakannya?" Aishe terlihat gugup, bahkan kosa katanya pun membingungkan. Sampai-sampai membuat Diego meletakkan rotinya kembali ke piring.
"Emm, maksud saya … itu, tentang dia yang hampir membunuh saya. Bisakah, kita mulai?"
Diego mengunyah dan menelan makananya. Lalu mengambil air, meneguknya, dan mengelap bibir dengan tisu. Dengan santai, menyandarkan punggungnya di kursi.
"Kamu sudah menyusun rencana?" tanyanya.
Mata Aishe berbinar. Dia meletakkan sendok dan mulai menjelaskan rencana yang sudah dia susun sejak satu bulan lalu. Setiap kata yang keluar dari bibirnya, dipenuhi semangat menggebu-gebu, membuat Diego perlahan menaikkan sudut bibirnya.
"Dimana kau bekerja sebelumnya?" tanya Diego usai Aishe menjelaskan rencana balas dendamnya.
"Ha-Haley Elektronik, Tuan."
"Departemen pemasaran?" tebak Diego asal.
"Anda tau?"
"Hanya menebak." Diego menjalankan kursi rodanya mundur kebelakang. "Rencanamu, aku suka. Bersiaplah, aku akan membawamu!" lanjutnya kemudian menjalankan kursi rodanya dan pergi begitu saja.
Kemana? Kemana dia akan membawaku?
BIN bank menduduki peringkat sebagai "Merek Perbankan Paling Berharga di Turki" menurut laporan "Brand Finance - Banking 500, 2018" untuk ketujuh kali berturut-turut. Selain itu, BIN bank juga mencapai kesuksesan yang signifikan dengan peringkat sebagai merek perbankan paling berharga ke-126 dalam laporan yang terdiri dari merek perbankan global yang paling berharga.
Mempunyai pendapatan US$3,1 miliar (TRL 0,095 per miliar) dan jumlah karyawan mencapai 100 ribu, yang tersebar di berbagai cabang. Tidak heran jika BIN bank menjadi salah satu bank terbesar.
Aishe, dengan dres putih bermotif kotak, berjalan di samping Ashan memasuki kantor pusat. Beberapa orang terlihat ramah menyapa Ashan, juga tidak sedikit orang yang membicarakan Aishe.
"Siapa gadis itu?"
"Aku pikir anak baru."
"Hemm, aku mencium nepotisme jalur belakang."
Beberapa gunjingan terdengar samar telinga Ashan dan Aishe. Membuat pria bertubuh sedang itu menoleh ke belakang dan memincingkan mata. Beberapa kerumunan wanita penggosip itu pun berlarian kembali ke tempat masing-masing.
Sejak Diego turun dari kursi presdir, dia jarang datang ke kantor pusat. Bahkan, dalam setahun saja, kedatangannya dapat dihitung dengan jari. Meski begitu, Ashan masih tetap datang setiap hari ke kantor untuk memeriksa beberapa hal.