Moonlight After Sunset: Black Magic

Moonlight After Sunset: Black Magic

Awal Baru

"Setelah rasa lelah yang begitu lama, akhirnya aku kembali."

****

Kembali dengan rutinitas yang sama dan terus berulang. Rasanya membosankan tapi juga tidak bisa dihindari. Begitulah perasaan Senja ketika ia melihat para siswa yang berlalu lalang di jendela kamarnya.

Siswa-siswa itu kini menggunakan seragam yang berbeda serta tanda yang melekat di bahu kirinya. Tanda itu membuktikan seberapa tinggi pangkat siswa tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk Senja dan ke empat sahabatnya yang lain.

Saat ini Senja kembali pada dirinya di depan cermin. Setelan pakaian yang berbeda dari sebelumnya serta pin yang menunjukkan kelasnya. Tentu saja itu tidak sebanding dengan apa yang telah ia lalui selama ini. Namun ini sudah cukup untuk menutupi segalanya.

"Saya kesal ketika hanya anda yang mendapatkan itu."

Dian yang sedang merapikan pakaian nona nya itu tampak marah dan siap meledak kapan saja.

"Bagaimana bisa mereka memberikan ini, padahal perjuangan Nona lebih besar dari yang lain," gerutunya dingin.

Senja hanya acuh melihat pin di dada kirinya itu. Memang benar saat ini posisinya tidak terlalu tinggi, karena yang ia dapat hanya level 4 sedangkan pin yang dimiliki Luna dan Muna berada di level 5.

Berbeda dengan si kembar yang juga memiliki pin yang berbeda satu sama lain. Zakila mendapatkan pin level 4, sedangkan Maya mendapatkan pin level 5. Hal ini terjadi karena kontribusi kami di ujian tingkat yang berbeda.

Zakila yang hanya seorang Guardian, tidak banyak meningkatkan poin karena dirinya hanya membantu Luna di pertarungan. Meski saat itu posisinya juga penting. Untuk Senja, meski hanya dia yang bertarung dengan Sarah, tapi karena bantuan dari Kun, sehingga poinnya berkurang banyak.

Dalam ujian tingkat, yang di nilai adalah bakat perorangan dari siswa tersebut tanpa bantuan dari siapa pun bahkan hewan magic. Sehingga kontribusi Senja sedikit berkurang dengan adanya Kun saat itu.

"Ini lebih baik, karena jika kekuatan ku terlihat begitu banyak. Maka akulah yang akan rugi."

Senja mengatakan yang sebenarnya. Karena jika potensinya diketahui banyak orang. Maka dirinyalah yang akan mengalami kerugian paling besar disini.

"Tapi Nona...,"

Perkataan Dian terhenti karena Senja terlihat tidak senang dengan itu.

"Baiklah, saya mengerti."

Senja memutuskan untuk keluar dari kamarnya setelah Dian selesai membereskan perkakasnya.

"Senja!" panggil Zakila dengan penuh semangat.

"Maaf sudah menunggu lama," lirih Senja ketika jarak diantara mereka mulai mendekat.

"Tidak masalah, kami baru saja tiba."

Mereka tampak begitu semangat dengan petualangan baru yang akan datang.

"Aku sedih karena kita harus berpisah seperti ini," lirih Zakila saat mereka hendak berpisah.

"Kenapa hanya aku dan Senja yang berada di level 4, sedangkan kalian..."

Senja hanya tersenyum lembut dengan reaksi Zakila yang sudah bisa mereka tebak.

"Masih ada kesempatan untuk tumbuh," balas Luna seperti biasanya.

"Bukannya kita memang selalu berpisah? Gedung yang kita masuki saja juga berbeda?"

Muna terlihat bingung dengan reaksi Zakila saat ini.

"Dasar batu!" teriak Zakila kesal lalu pergi meninggalkan kelompok. Muna hanya mengangkat bahunya, ia sama sekali tidak peka dengan perasaan Zakila.

"Kau memang persis seperti batu," timpal Maya sebelum meninggalkan kelompok.

"Dasar kembar aneh."

Muna yang dikatakan batu oleh keduanya terlihat acuh tak acuh sambil meninggalkan Senja dan Luna.

"Hah, mereka tidak berubah."

Luna terlihat lelah kali ini, entah karena situasi ketiganya atau karena masalah yang lain. Senja tidak mau ambil pusing dan hanya membiarkannya saja.

Senja merasa tidak perlu ikut campur mengenai urusan personal sahabatnya itu dan lebih memilih untuk fokus pada urusannya sendiri.

"Sampai sini," lirih Luna pelan.

"Aku akan pergi ke atas, jadi selama aku tidak ada, pastikan kau baik-baik saja. Jangan tinggal diam jika mereka membicarakan mu atau semacamnya dan..."

Perkataan Luna dihentikan oleh Senja. Ia dengan sengaja menaruh jarinya di depan bibir Luna sambil tersenyum hangat.

"Aku mengerti."

Setelah mengatakan hal itu, mereka pun berpisah. Di dalam ruang kelas tampak begitu tenang sampai Senja datang. Mereka terlihat mencibirnya dengan kejadian yang membuat Akademik menjadi sulit untuk di akses.

Bahkan untuk keluar saja, mereka membutuhkan izin yang begitu rumit.

Senja hanya mengabaikan mereka dan berjalan menuju kursinya. Ia tidak mau membuang tenaga hanya untuk meladeni orang yang tidak penting seperti mereka itu.

Dari kejauhan, Kira yang melihat Senja duduk sendiri berinisiatif untuk mendekatinya. Ia dengan jelas mengatakan pada mereka untuk diam karena Prof akan segera datang. lalu setelah para siswa diam, ia kemudian mendekati Senja dengan senyum sendunya.

Wajahnya terlihat sedih dan tangannya sedikit bergetar.

"Maaf," hanya itu yang ia ucapkan sebelum Prof datang dan mengambil tempatnya. Senja sedikit bingung dengan tindakan aneh Kira, namun ia mencoba untuk mengabaikannya sekali lagi.

Setelah jam istirahat diumumkan, Senja berniat untuk pergi namun dicegah oleh Kira. Ia dengan hati-hati hendak mengatakan sesuatu pada Senja.

"Senja, aku. Aku..."

"Ada apa? Katakan saja."

Senja tampak acuh karena ia tahu bahwa Kira adalah sahabat Sarah dan mungkin saja, ia juga kaki tangannya.

"Aku, aku min..."

Perkataan Kira terhenti saat Zakila memanggil nama Senja. Tentu saja Zakila sengaja melakukan itu agar Kira bisa menjauh dari sahabatnya.

"Senja, sudah waktunya makan siang."

Zakila lalu menarik Senja keluar sebelum menatap tajam ke arah Kira.

"Sebentar Zakila," lirih Senja saat ia hendak ditarik keluar kelas.

"Apa yang ingin kau sampaikan padaku tadi?" tanya Senja pada Kira yang masih diam di tempatnya.

"Itu, aku ingin. Ingin..."

"Jika kau hanya ingin membuang waktu kami, sebaiknya hentikan itu."

Zakila membentak Kira yang sejak tadi terus berputar hanya pada kalimat itu-itu saja.

"Huh," gerutu Zakila sambil menarik Senja pergi dari tempat tersebut. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan Luna yang baru saja hendak menjemput Senja.

"Ada apa ini?" Kenapa kau terlihat kesal?"

Zakila lalu melirik ke arah Kira yang masih diam di tempatnya sambil berkata, " Ada hama kecil."

Luna langsung tahu maksud dari perkataan Zakila. Ia juga tidak suka dengan Kira dan segala macam tentangnya.

Mereka kemudian pergi meninggalkan Kira yang masih terpaku di tempatnya. Tidak seorang pun bisa melihat wajah kesal Kira yang hendak marah. Ia ingin sekali menghancurkan meja di depannya itu. Namun ia mencoba sabar karena tidak ada gunanya jika semuanya hancur nanti.

"Aku harus sabar, aku yakin pasti nanti dia akan datang padaku," gumam Kira sambil meninggalkan ruang kelas.

****

"Apa yang ia lakukan?" teriak Muna kesal saat Zakila menceritakan kejadian tadi.

"Sudahlah, tidak ada yang terjadi juga."

Senja berusaha menenangkan Muna. Saat ini mereka sedang berada di taman untuk makan siang bersama seperti biasanya.

"Kau sangat berlebihan," lirih Maya kesal. Ia terlihat tidak peduli karena ia tahu jika Kira tidak akan mengatakan apapun selama masih ada Zakila disana.

"Dari pada adu kekuatan dengannya, lebih baik kita awasi saja dia."

Perkataan Maya ada benarnya. Dari pada langsung menghajar musuh, lebih baik cari tahu maksud kedatangannya terlebih dahulu.

"Itu ide yang bagus."

Kali ini mereka setuju untuk mengawasi Kira. Mereka jelas tahu bahwa tindakan Kira harus diwaspadai. Jelas saat ini hubungan Kira dengan Sarah masih ambigu namun tidak ada salahnya untuk curiga.

****

Di kelas, Senja yang sudah selesai makan siang dikagetkan dengan sekotak jus yang entah dari mana asalnya. Ia tidak tahu siapa yang memberikan jus ini padanya. Namun setelah melihat tulisan di bawahnya, Senja sadar siapa yang memberikan ini.

"Maaf," hanya satu kata itu yang tertera di kertas tersebut. Jelas jika dilihat bahwa si pemberi tidak ingin namanya diketahui. Namun bukan Senja namanya jika ia tidak tahu siapa itu.

"Ristia, tahukah kau?" tanya Senja sambil menggoyangkan kotak jus tersebut.

"Saya tahu, dan saya yakin anda juga tahu," balas Ristia dengan yakin. Jelas Senja tahu karena mana yang tersisa di kotak itu hanya menunjuk ke satu orang di kelas ini.

"Aku tidak menyangka dia menggunakan ini."

Senja kemudian memasukan kotak jus tersebut ke dalam lacinya.

"Tidak ada yang tahu jika jumlahnya sekecil itu, namun aku tidak bodoh sampai tidak menyadarinya," gumam Senja sambil melihat bintik hitam di telapak tangannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!