Ketika semua hanya bisa di selesai dengan uang. Yang membuat ia melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan uang, juga termasuk menju*l tubuhnya sendiri.
Tidak mudah menjadi seorang ibu tunggal. di tengah kerasnya sebuah kehidupan yang semakin padat akan ekonomi yang semakin meningkat.
Ketika terkuaknya kebenaran jati diri putrinya. apakah semua akan baik-baik saja? atau mungkin akan bertambah buruk?
Ikuti kisahnya dalam. Ranjang Penyelesaian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bunda Qamariah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Welcome to my world, my Queen
"Aku minta maaf," ucap Dave tiba-tiba menatap intens wajah Aulia.
"Minta maaf untuk apa?" Aulia pura-pura tidak tahu ke mana arah tuju pembicaraan Dave.
"Untuk hari itu. Saat aku memarahi mu tanpa mencari kebenaran," kata Dave sepertinya benar-benar merasa bersalah pada Aulia.
"Tidak perlu minta maaf. Aku sudah biasa diperlakukan tidak adil oleh siapapun. Bebas aja." Ucap Aulia masih tak ingin memandang Dave.
Dave tentu saja tahu kalau Aulia masih menyimpan rasa kecewa padanya.
Dave tiba-tiba membalik tubuh Aulia yang membelakanginya.
Aulia kaget dengan tindakan tiba-tiba pria itu.
Aulia mendongak melihat wajah tampan pria itu itu. Matanya bertemu.
"Apa?"
"Kamu masih marah kan sama aku?" Tanya Dave mengikis jarak di antara mereka berdua.
"Tidak, sudah aku bilang kalau aku tidak marah," jawab Aulia.
Dave menatap ke dalam mata Aulia. Dia ingin mencari tahu apakah ada secebis perasaan wanita itu untuknya.
Kedua-duanya sama-sama saling diam.
Perlahan Dave menyadari. Kalau Aulia tidak mempunyai sedikitpun perasaan padanya.
Dave juga melihat cara tatapan Aulia padanya, dan saat menatap Vegam. Tatapannya sungguh sangat jauh berbeda.
Aulia sering menatap Vegam lembut, teduh. Tapi saat menatapnya. Dave melihat kalau Aulia menatapnya biasa-biasa saja seperti tidak ada getaran sedikit pun dalam hati Aulia.
Saat berhubungan suami istri. Terlihat sangat jelas kalau Aulia hanya pasrah menjalani tugasnya sebagai seorang istri. Dan tidak benar-benar menikmatinya.
Memikirkan semua itu. Tiba-tiba Dave terbakar api cemburu berat. Baru kali ini dia merasa tertantang untuk mendapatkan seorang wanita.
Benar Aulia sudah menjadi miliknya. Tapi percuma kalau hanya raganya, namun hatinya tetap milik orang lain.
Dave menjauh. "Terima kasih kalau kau sudah tidak marah." Ucap Dave berlalu pergi dari dapur.
Di luar. Dave melihat Asya yang sedang duduk bermain dengan boneka.
Dave tersenyum menghampiri gadis kecil itu.
"Asya suka bonekanya?" Tanya Dave.
Asya mengangguk, "Iya, ayah," jawab Asya.
"Kapan Asya kemoterapi lagi?"
"Kata bunda, mungkin dua minggu lagi, ayah," jawab Asya.
"Nanti ayah antar ya sama bunda,"
"Makasih, ayah." Asya tersenyum senang.
Melihat anak ini. Aku merasa seperti melihat putriku, aku penasaran, siapa sebenarnya ayah dari anak ini. Batin Dave.
**
Aulia menarik nafas dalam, kemudian menghembusnya dengan pelan.
Hari ini sudah genap sebulan dia tidak pernah bertemu dengan Vegam lagi yang sepertinya sengaja menghindari mereka semua.
Aulia melihat kartu nama di tangannya, sekaligus alamat Vegam di sana.
Dia sudah bertekad akan pergi mencari keberadaan Vegam yang ada di alamat.
Aulia pernah coba menghubungi nomor ponsel yang tertera di kartu itu. Namun, hasilnya nihil karena ternyata nomor Vegam tidak pernah aktif.
Sudah 3 hari berturut-turut. Aulia sering memimpikan ibu yang mengusap kepalanya, sehingga Aulia memutuskan untuk mencari tahu siapa sebenarnya pembunuh ibu.
Dan dia akan meminta bantuan pada Vegam.
Sesuai yang laki-laki itu pernah bilang. "Kalau butuh bantuan cari dia" maka dia akan menagih ucapan Vegam waktu itu.
"Mbak, yang pesan gojek?" Tanya seorang bapak-bapak yang mengemudi mobil.
"Iya. Tolong antar saya ke alamat ini," Aulia memberikan alamat Vegam pada supir.
Supir itu mengerutkan alis. "Tapi alamatnya lumayan jauh, mbak. Yakin mau kesana?" Tanya supir.
"Iya. Saya yakin, pak." Jawab Aulia masuk ke dalam mobil.
Ternyata benar perjalanannya sangat jauh. Karena Aulia mulai berangkat sekitar jam dua sore, namun dia tiba di tempat tujuan sudah jam 08.00 malam.
"Mbak, alamatnya itu memang di sini. Tapi di sini tidak ada rumah, atau apapun itu, mbak," ucap supir melihat ke sana kemari lewat jendela mobil tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.
Apa benar ya alamat yang dia bagi? Kenapa di sini sepertinya tidak ada siapa-siapa? Batin Aulia dalam hati.
"Pak, coba kita cek ke depan. Siapa tahu saja ada rumah di sana," ucap Aulia ternyata belum putus asa.
"Baik, mbak."
Supir kembali menjalankan mobilnya. Selang 20 menit, akhirnya mereka melihat sebuah gerbang besar dengan lambang kepala naga, pintu gerbang yang meliputi sebuah pekarangan markas yang luasnya berhektar-hektar.
Wah... Tempat apa ini... Batin Aulia melihat alamat, ternyata benar kalau itulah tujuannya.
"Apa di sini tempatnya?" Tanya supir.
"Sepertinya iya." Aulia turun dari mobil setelah ia membayar pak supir.
"Pak, kalau sampai 20 menit saya tidak keluar. Bapak bisa pergi." Ucap Aulia pada supir.
"Apa mbak tidak takut? Tempat ini terlihat sangat menyeramkan."
"Tidak."
Aulia mulai melangkah mendekati gerbang.
Tiba-tiba tanah terasa sedikit bergetar saat tiba-tiba gerbang besar itu terbuka dengan sendirinya.
Aulia kaget, bagaimana gerbang itu bisa terbuka. Pikir Aulia menelan saliva.
Ragu-ragu Aulia mulai menginjakkan kakinya ingin melewati gerbang dengan hati-hati.
Saat tubuhnya berada di sebelah gerbang (di dalam) tiba-tiba tanah kembali bergetar yang menandakan kalau gerbang itu kembali tertutup.
Aulia panik segera memukul-mukul gerbang yang ketahanannya sangat mustahil bisa dirobohkan jika hanya menggunakan bahan lemah.
Aku dimana. Batin Aulia berkeringat dingin.
Tiba-tiba yang tadinya lampu menyala redup-redup, seketika menjadi terang benderang.
Aulia tertegun melihat isi dalam gerbang yang mempunyai tiang-tiang kokoh yang terlihat sangat menakjubkan.
Aku merasa seperti sedang berada di sebuah kerajaan kecil. Batin Aulia tidak menyadari kalau sebenarnya dia sedang berada di sebuah markas besar.
Kakinya mulai melangkah. Tiba-tiba sebuah pedang menghadang di lehernya.
Glek!
Aulia kaget bukan kepalang.
"Kau siapa? Kenapa kau berani masuk ke sini?" Tanya pengawal berbadan kekar yang berpakaian rapi.
"S-saya...."
"Saya apa? Apa anda sadar sedang berada di mana?" Ucap pria itu.
Aulia memperlihatkan laki-laki itu alamat yang diberikan Vegam padanya.
"Ini, Saya ingin bertemu dengan laki-laki itu." Ucap Aulia.
Pengawal tadi buru-buru menurunkan pedang dan sedikit membungkuk tanda hormat.
"Maaf, karena saya tidak mengenali, anda nona. Silahkan masuk ke dalam." Ujar pria itu.
Ada apa dengannya? Batin Aulia heran melihat perubahan drastis dari pengawal.
Pengawal itu pun mengantar Aulia masuk ke dalam markas yang membuat Aulia melihat semua isi ruangan dengan ratusan pengawal berada di dalam berdiri tegak, namun dengan kepala menunduk.
Aku tidak salah datang tempat kan? Batin Aulia merasa sedikit takut.
Pengawal membawa Aulia masuk ke sebuah lift.
Namun, liftnya bukan berjalan naik ke lantai atas. Namun lift itu justru berjalan turun ke bawah tanah.
Entah berapa menit Aulia menghabiskan perjalanannya. Akhirnya dia tiba di sebuah pintu kokoh berwarna emas dengan ukiran naga yang sangat besar.
Pintu dengan ukiran naga itu terbuka sendiri.
"Silahkan masuk, nona. Yang nona cari ada di dalam." Ucap pengawal.
Meski ada keraguan besar dalam hatinya. Aulia tetap memberanikan diri melangkah masuk ke dalam, karena berpikir dia sudah sampai mana mungkin dia akan membatalkan niatnya.
Pintu ternyata secara otomatis kembali tertutup.
Aulia melihat seorang laki-laki berdiri tegak membelakanginya dengan tangan berada di kedua saku celana.
Aulia tidak asing dengan bentuk tubuh pria itu.
Vegam berbalik kemudian melempar senyum pada Aulia.
"Selamat datang ke dunia ku, Ratuku." Ujar Vegam menyambut kedatangan Aulia.