Liliana Larossa tidak sengaja menemukan anak laki-laki yang berdiri di bawah hujan di depan restoran ayahnya. Karena kasihan Liliana menjaga anak tersebut dan membawanya pulang.
Namun siapa sangka kalau anak laki-laki bernama Lucas tersebut merupakan anak bos tempatnya bekerja, sang pemilik perusahaan paling terkenal dan termasyur di San Francisco bernama Rion Lorenzo. Dan sayangnya, Lucas begitu menyukai Liliana dan tidak mau dipisahkan dari gadis tersebut. Hingga Rion harus mau tidak mau meminta Liliana tinggal di rumah Rion dan mengasuh Lucas dengan bayaran Liliana dapat tetap bekerja dari rumah sebagai IT perusahaan Lorenzo.
Tapi bagaimana jika Liliana tanpa sengaja menemukan fakta siapa sebenarnya Rion Lorenzo, yang merupakan ketua dari organisasi bawah tanah, Mafia? Dan harus mengalami banyak kejadian dan teror saat ia mulai menginjakan kakinya di rumah Rion?
Ikuti kisah Liliana dalam mengasuh Lucas sekaligus menghadapi sang ketua Mafia dalam teror yang akan mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. PERHATIAN
Liliana merawat Lucas semalaman, tak membiarkan dirinya diam demi kesembuhan bocah kecil tersebut. Beberapa kali ia mendapati Lucas menangis karena tidak nyaman akan dirinya yang sedang demam tinggi. Bahkan selalu ingin menempel pada Lili hingga tertidur di pangkuan atau gendongan gadis itu.
Ketika esoknya Lucas selesai sarapan dan meminum obat pemberian dari dokter pribadi keluarga Lorenzo, bocah itu tertidur pulas dengan demam yang telah turun.
"Kau terlihat sangat lelah, mungkin sebaiknya kau istirahat dan tidur untuk sekarang. Kau terjaga semalaman," ucap Rion yang sejak semalam pun tidak pergi dari sisi gadis itu maupun Lucas, membantu sebisa mungkin setiap kali sang gadis membutuhkan sesuatu.
Lili menangguk, ia memang butuh itu saat ini. Matanya telah berat hingga sulit untuk terbuka. Berhubung Lucas pun sedang pulas dalam dunia mimpi, mungkin tidak ada salahnya kalau ia juga tidur.
"Ada banyak kamar di sini, kau boleh menggunakannya untuk tidur," Rion berkata tanpa melepaskan pandangannya dari Lili.
"Boleh aku tidur di sini saja?" tanya Lili menunjuk sofa yang ia duduki di ruang tamu. Jujur sofa ini bahkan lebih empuk dibandingkan tempat tidurnya di rumah. Barang mahal memang tidak ada tandingannya, setidaknya itulah yang Lili pikirkan saat ini sambil mengusap sofa selembut beludru itu. Lagipula, ia malas untuk berjalan atau berpindah tempat. Matanya sudah sulit untuk terbuka sekarang, dan berjalan mungkin akan membuatnya memermalukan dirinya sendiri yang pasti berujung limbung atau menabrak.
"Silahkan. Akan kuambilkan selimut." Rion berjalan meninggalkan ruangan menuju ke ruangan lain untuk mengambil barang yang ia katakan tersebut.
Bantal sofa telah Lili siapkan sebagai penyangga kepala, menepuknya beberapa kali untuk mencari posisi terbaik ketika ia merebahkan diri.
Rion kembali dengan selimut di tangan, kemudian memberikannya kepada Lili.
"Terima kasih," ucap Lili saat ia menerima selimut tersebut.
Pria itu duduk di sofa satu dudukan sebelah sofa yang ditempati oleh Lili. Memerhatikan gadis itu yang merebahkan diri sambil menutupi tubuh dengan selimut. Tatapan Rion benar-benar lekat, melihat setiap gerakan gadis itu walau sekecil apa pun.
Bisa Rion lihat kalau Lili telah masuk dalam dunia mimpi. Ia mendengarkan napas stabil sang gadis, gerakan dadanya yang naik turun dengan irama serupa. Hingga kembali menatap wajah gadis tersebut, memerhatikan setiap lekuknya.
Rion bangun dari duduknya, berpindah tempat kini ke sisi sang gadis. Ia duduk di samping tubuh Lili yang tertidur. Terus menatap lekat gadis itu. Perlahan tangannya terangkat, mengelus lembut wajah sang gadis dengan begitu hati-hati agar tidak membangunkannya. Perlahan tangan pria tersebut berpindah ke rahang Lili dan turun ke leher gadis tersebut. Tangan itu kini melebar, memegang leher Lili seolah ingin mencekiknya. Kemudian menjauhkan tangan dari sang gadis.
"Kenapa aku tidak bisa melupakan tatapan itu? Tatapan marah dan tak senangmu direndahkan kemarin benar-benar menarik perhatianku. Makes me want to see how you cry and moan under me on bed, damn you Liliana. Bagaimana aku harus menghadapimu dengan tenang sekarang?" gumam Rion yang menatap Lili layaknya predator melihat mangsa. Pria itu sedang menahan diri sekarang, amat sangat menahan diri.
Rion memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Lebih lama lagi ia dekat dengan gadis itu maka akan bahaya bagi keduanya. Dan ia tidak ingin hal itu terjadi ketika ia tahu bagaimana anak semata wayang Rion begitu menyukai Lili. Menyakiti Lili maka sama saja menyakiti Lucas. Rion tidak ingin sampai gadis itu melarikan diri dan tidak lagi datang ke rumah ini hanya karena insting pria Rion yang tidak dapat ia tahan. Ia tidak gila sampai hal itu terjadi.
Ketika waktu sudah menunjukan pukul dua siang, perlahan Lili membuka mata, keluar dari dunia mimpi yang nyaman untuk kembali ke realita. Sepertinya ia telah tidur cukup lama.
Alis Lili bertaut ketika merasakan tubuhnya begitu berat dan tidak dapat bergerak sama sekali.
Saat kesadaran gadis itu sepenuhnya telah kembali, ia tersenyum geli saat mendapati kalau bocah lima tahun yang ia rawat semalaman justru kini tidur di atas tubuh gadis itu dengan sangat nyenyak. Tangan kecilnya mencengkeram pakaian Lili yang menyatakan dengan jelas kalau Lucas tidak ingin pergi atau dipindahkan.
"Kau baik-baik saja? Lucas menangis mencarimu dan melihatmu tidur dia justru naik ke tubuhmu dan ikut tidur. Dia marah ketika kubilang harus pindah. Kau tidur cukup nyenyak tadi," jelas Rion yang duduk di sofa satu dudukan dekat dengan sofa yang ditiduri oleh Lili. Entah sejak kapan pria itu ada di sana.
"Kurasa aku baik-baik saja," jawab Lili, sedikit terkejut dengan kehadiran Rion di dekatnya.
"Kau lapar?" tanya Rion.
Lili mengangguk, ia bahkan belum makan sejak kemarin malam jika diingat. Melihat Lucas yang begitu menderita dengan demamnya membuat Lili tidak mampu memikirkan hal lain termasuk soal makanan dan mengisi perut.
"Aku ingin bertanya satu hal jika kau tidak keberatan," kata Rion seraya sedikit memajukan tubuhnya yang sebelumnya bersandar pada punggung sofa. Melihat gadis itu penuh penilaian.
"Silahkan."
"Kenapa kau begitu perhatian dengan Lucas padahal dia hanya orang asing untukmu. Kenapa kau begitu terlihat begitu sayang padanya?" tanya Rion, salah satu hal yang mengganggunya sejak awal hingga sampai menuduh gadis itu memanfaatkan Lucas untuk uang atau pun hal menguntungkan lainnya.
Dahi Lili mengerut mendengar pernyataan itu, terkesan pertanyaan bodoh untuk Lili. "Bagaimana mungkin ada orang yang tidak sayang dengan bocah menggemaskan ini? Lucas anak yang sopan, lembut, dan menyenangkan. Tidak suka tantrum seperti anak kecil pada umumnya. Bahkan terkadang ia justru ketakutan akan hal-hal kecil. Siapa pun yang melihatnya pasti akan memberikan perhatiannya untuk Lucas," jawab Lili.
Rion mendengus mendengar jawaban Lili, seakan tidak puas dengan jawaban sang gadis. Jawaban yang terlalu naif untuk seorang Rion yang telah melihat banyak orang dan sifat aslinya.
"Tidak semua orang menyukai anak-anak tidak peduli betapa menggemaskan atau baiknya anak itu. Bahkan orang yang melahirkannya pun meninggalkan Lucas. Orang yang mengasuhnya, wanita-wanita yang dekat denganku sebelumnya, semua membuat Lucas-ku dalam penderitaan. Bermuka dua dan hanya mencari keuntungan menggunakan Lucas, menyakiti anak tak berdosa ini baik fisik hingga mental," kata Rion dengan raut wajah murka ketika mengingat hal yang pernah ia dapati setahun lalu.
"Apa katamu?" Lili berusaha melihat Rion dengan jelas, namun sedikit sulit dengan posisi gadis itu yang tidak bisa bergerak karena Lucas di atas tubuhnya.
Rion menatap Lili dan berkata, "Lucas pernah menjadi korban kekerasan oleh wanita yang pernah dekat denganku. Dia berpura-pura baik kepada Lucas di depanku, tapi saat aku tidak ada dia melakukan kekerasan jika Lucas tantrum sedikit saja. Saat aku menyadarinya, Lucas telah berubah sikap menjadi anak yang pendiam dan penuh ketakutan. Setahun ini dia menghindari semua orang, lebih banyak diam. Bahkan aku tidak lagi mendengar tawanya. Karena itu, jika kau mendekati Lucas karena ada tujuan di baliknya. Kumohon, hentikan. Jangan buat Lucas lebih hancur lagi."
Ada ketidakpercayaan dalam netra Lili setelah mendengar apa yang terjadi pada Lucas. Membuat dugaan Lili sebelumnya terbukti benar, kalau semua ketakutan Lucas bahkan akan suara keras dan orang dewasa pastilah karena trauma. Bekas luka tak terlihat lebih menakutkan dibandingkan luka yang dapat dilihat mata.
"Sungguh, aku tidak memiliki niat apa pun. Aku menyukai anak kecil sejak dulu, mereka makhluk lemah yang harus dilindungi dan disayang. Bagiku melihat senyum dan tawa anak-anak seperti obat tenang dan kebahagiaan untukku. Melihat Lucas penuh ketakutan saat aku menemukannya di bawah hujan, sejak saat itu juga aku tidak bisa mengabaikannya," ujar Lili jujur.
Rion menatap Lili dengan pandangan jauh lebih lembut. Ia tahu kalau gadis ini tulus memberikan perhatiannya kepada Lucas, bahkan bisa dilihat dari Lucas yang menerima dan menempel pada Lili sampai seperti ini. Padahal Lucas tidak pernah dekat dengan siapa pun kecuali Rion. Bahkan kepada Dante yang merupakan orang kepercayaan Rion sekali pun, Lucas tidak mau dekat dengannya.
"Liliana Larossa?" panggil Rion,
"Ya?" sahut Lili.
"Kau dipecat," kata Rion menatap Lili dengan wajah datar.
"Hah?" respon Lili.
Dua kata dari pria itu membuat Lili membeku di tempat, bertanya pada dirinya apakah ia salah dengar atau tidak. Lili dipecat? Serius?!